Brasil Tunda Uji Coba Vaksin Sinovac, RI Jalan Terus
Kamis, 12 November 2020 - 07:02 WIB
SAO PAULO - Pemerintah Brasil menunda uji coba klinis vaksin virus corona buatan China, Sinovac , setelah menimbulkan efek samping yang mencemaskan dan kematian. Sejauh ini otoritas terkait Brasil masih menyelidiki kasus itu, apakah akibat Sinovac atau penyebab lain yang memperburuk kesehatan korban.
Lembaga kesehatan Brasil, Anvisa, juga tidak dapat mengonfirmasi atau membantah laporan tersebut. Namun, Anvisa mengakui beberapa sukarelawan mengalami sakit parah pada 29 Oktober lalu, mulai dari nyeri, ruam, hingga sakit kepala.
Walaupun belum ada kepastian apakah kasus kematian dan beberapa efek samping lain terkait uji coba vaksin Sinovac, kasus Brasil harus menjadi perhatian Indonesia. Pemerintah harus memastikan vaksin tersebut benar-benar aman. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah Ruah)
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan segera melakukan vaksinasi Covid-19 di Tanah Air. Namun, mantan wali Kota Solo itu mengingatkan pengadaan vaksin ini tetap harus dengan perencanaan dan persiapan yang matang, termasuk dipastikan keamanan dan keefektifannya.
Dia meminta agar vaksin yang digunakan nanti melalui tahapan uji klinis secara benar. “Keamanan itu artinya kalau disuntik, itu betul-betul memang sudah melalui sebuah tahapan-tahapan uji klinis yang benar. Karena kalau tidak, ada satu saja yang bermasalah nanti bisa akan menjadikan ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya vaksinasi ini,” katanya saat membuka rapat terbatas (26/10).
Dia kemudian menandaskan, keamanan dan efektivitas vaksin menjadi perhatian utama masyarakat, para pakar, dan para peneliti. Karena itu, dia ingin vaksin Covid-19 melalui tahapan yang sesuai dengan kaidah sains.
Juru bicara Tim Uji Klinis Fase 3 Vaksin Covid-19 dr Rodman Tarigan memastikan, walaupun vaksin Sinovac di Brasil diterpa isu tak sedap, proses uji klinis di Indonesia tetap berjalan. Hingga kini belum ada laporan mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang serius atau serius kepada relawan. (Baca juga: Kemendikbud DUkung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Data per 6 November 2020 menunjukkan sebanyak 1.620 relawan sudah mendapatkan suntikan pertama. Kemudian 1.603 orang sudah mendapatkan suntikan kedua, serta 1.335 sudah masuk dalam tahap monitoring baik untuk imunogenicity, efikasi (khasiat), maupun keamanannya.
Dia memastikan sejauh ini belum menemukan ada adverse event (SAE). SAE adalah kejadian serius yang tidak diinginkan dari para relawan yang diduga berhubungan dengan vaksin atau kegiatan vaksinasi.
“SAE merupakan salah satu dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang serius dan dialami oleh penerima obat atau vaksin tanpa memandang hubungannya dengan obat atau vaksin tersebut,” bebernya dalam siaran persnya kemarin.
KIPI nonserius atau KIPI ringan, jelasnya, adalah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima seperti terjadi demam, bengkak di lokasi suntikan, dan merah di lokasi suntikan. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Rodman pun menandaskan, setiap relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama dan kedua ini hingga uji klinis selesai akan diawasi dan dimonitor oleh tim uji klinis sehingga apa pun kejadian yang menimpa relawan pasti terawasi.
Tim Ahli Farmakovigilan Bio Farma Novilia menambahkan, jeda atau penangguhan pelaksanaan uji klinis obat atau vaksin merupakan prosedur standar. Hal itu biasa dilakukan untuk investigasi lebih dulu atas KIPI serius yang ditemukan dalam penelitian.
Terkait kasus di Brasil, lanjutnya, sudah ada pernyataan resmi dari Sinovac melalui situs resminya. Sinovac sudah melakukan komunikasi dengan Instituto Butantan. Mereka menyatakan kejadian SAE di Brasil tidak ditemukan berhubungan dengan vaksin (co-incident).
“Vaksin ini kan memiliki manfaat yang besar untuk memutus mata rantai penularan penyakit menular. Vaksin merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular yang tidak hanya diberikan kepada bayi, melainkan kepada orang dewasa,” jelasnya dalam siaran persnya kemarin. (Baca juga: Ini Daftar Penerima Bintang Mahaputera dan Bintang jasa)
Dia menandaskan, vaksin tidak hanya memberikan kekebalan individu, namun juga dapat menciptakan kekebalan massal atau disebut juga kekebalan kelompok. Tidak hanya melindungi tubuh dari serangan penyakit serius. Pemberian vaksin juga dapat mencegah penyakit yang dapat menimbulkan kematian maupun kecacatan. arif budianto
Relawan Sakit
Lembaga kesehatan Brasil, Anvisa, juga tidak dapat mengonfirmasi atau membantah laporan tersebut. Namun, Anvisa mengakui beberapa sukarelawan mengalami sakit parah pada 29 Oktober lalu, mulai dari nyeri, ruam, hingga sakit kepala. Kepala Anvisa Antonio Barra Torres menegaskan uji coba Sinovac akan kembali dilakukan jika terbukti aman. Tapi, Butantan lagi-lagi berkilah hal itu tidak ada kaitannya dengan Sinovac.
Instituto Butantan, lembaga pusat penelitian obat-obatan Brasil yang menekan kerja sama dengan Sinovac, mengaku terkejut dengan keputusan pemerintah. Direktur Instituto Butantan Dimas Covas mengakui seorang sukarelawan uji coba klinis Sinovac tewas. Namun, kematiannya bukan akibat vaksin tersebut. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)
“Saat ini lebih dari 10.000 sukarelawan telah berpartisipasi dalam uji coba klinis vaksin. Kematian bisa terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja,” ujar Covas, dikutip The Telegraph. “Seorang sukarelawan telah meninggal. Namun, tidak ada kaitannya dengan vaksin sehingga uji coba ini seharusnya tidak ditunda,” imbuhnya.
Juru Bicara (Jubir) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Fadela Chaib memaklumi kewaspadaan masyarakat dan pemerintah dalam proses pengembangan vaksin. Namun, dia berharap tidak ada pihak yang bereaksi secara berlebihan, tapi selalu mendukung perusahaan yang berupaya keras menciptakan vaksin.
Dari pihak perusahaan China, mereka mengaku percaya diri dengan keamanan dan keselamatan vaksin Sinovac . Mereka berharap uji coba klinis dapat kembali dilanjutkan. Pemerintah Brasil berencana mengimpor 120.000 dosis vaksin Sinovac pada 20 November mendatang dan berharap dapat memproduksi 100 juta dosis per tahun. (Arif Budianto/Dita Angga/M Shamil)
Lembaga kesehatan Brasil, Anvisa, juga tidak dapat mengonfirmasi atau membantah laporan tersebut. Namun, Anvisa mengakui beberapa sukarelawan mengalami sakit parah pada 29 Oktober lalu, mulai dari nyeri, ruam, hingga sakit kepala.
Walaupun belum ada kepastian apakah kasus kematian dan beberapa efek samping lain terkait uji coba vaksin Sinovac, kasus Brasil harus menjadi perhatian Indonesia. Pemerintah harus memastikan vaksin tersebut benar-benar aman. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah Ruah)
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan segera melakukan vaksinasi Covid-19 di Tanah Air. Namun, mantan wali Kota Solo itu mengingatkan pengadaan vaksin ini tetap harus dengan perencanaan dan persiapan yang matang, termasuk dipastikan keamanan dan keefektifannya.
Dia meminta agar vaksin yang digunakan nanti melalui tahapan uji klinis secara benar. “Keamanan itu artinya kalau disuntik, itu betul-betul memang sudah melalui sebuah tahapan-tahapan uji klinis yang benar. Karena kalau tidak, ada satu saja yang bermasalah nanti bisa akan menjadikan ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya vaksinasi ini,” katanya saat membuka rapat terbatas (26/10).
Dia kemudian menandaskan, keamanan dan efektivitas vaksin menjadi perhatian utama masyarakat, para pakar, dan para peneliti. Karena itu, dia ingin vaksin Covid-19 melalui tahapan yang sesuai dengan kaidah sains.
Juru bicara Tim Uji Klinis Fase 3 Vaksin Covid-19 dr Rodman Tarigan memastikan, walaupun vaksin Sinovac di Brasil diterpa isu tak sedap, proses uji klinis di Indonesia tetap berjalan. Hingga kini belum ada laporan mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang serius atau serius kepada relawan. (Baca juga: Kemendikbud DUkung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Data per 6 November 2020 menunjukkan sebanyak 1.620 relawan sudah mendapatkan suntikan pertama. Kemudian 1.603 orang sudah mendapatkan suntikan kedua, serta 1.335 sudah masuk dalam tahap monitoring baik untuk imunogenicity, efikasi (khasiat), maupun keamanannya.
Dia memastikan sejauh ini belum menemukan ada adverse event (SAE). SAE adalah kejadian serius yang tidak diinginkan dari para relawan yang diduga berhubungan dengan vaksin atau kegiatan vaksinasi.
“SAE merupakan salah satu dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang serius dan dialami oleh penerima obat atau vaksin tanpa memandang hubungannya dengan obat atau vaksin tersebut,” bebernya dalam siaran persnya kemarin.
KIPI nonserius atau KIPI ringan, jelasnya, adalah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima seperti terjadi demam, bengkak di lokasi suntikan, dan merah di lokasi suntikan. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Rodman pun menandaskan, setiap relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama dan kedua ini hingga uji klinis selesai akan diawasi dan dimonitor oleh tim uji klinis sehingga apa pun kejadian yang menimpa relawan pasti terawasi.
Tim Ahli Farmakovigilan Bio Farma Novilia menambahkan, jeda atau penangguhan pelaksanaan uji klinis obat atau vaksin merupakan prosedur standar. Hal itu biasa dilakukan untuk investigasi lebih dulu atas KIPI serius yang ditemukan dalam penelitian.
Terkait kasus di Brasil, lanjutnya, sudah ada pernyataan resmi dari Sinovac melalui situs resminya. Sinovac sudah melakukan komunikasi dengan Instituto Butantan. Mereka menyatakan kejadian SAE di Brasil tidak ditemukan berhubungan dengan vaksin (co-incident).
“Vaksin ini kan memiliki manfaat yang besar untuk memutus mata rantai penularan penyakit menular. Vaksin merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular yang tidak hanya diberikan kepada bayi, melainkan kepada orang dewasa,” jelasnya dalam siaran persnya kemarin. (Baca juga: Ini Daftar Penerima Bintang Mahaputera dan Bintang jasa)
Dia menandaskan, vaksin tidak hanya memberikan kekebalan individu, namun juga dapat menciptakan kekebalan massal atau disebut juga kekebalan kelompok. Tidak hanya melindungi tubuh dari serangan penyakit serius. Pemberian vaksin juga dapat mencegah penyakit yang dapat menimbulkan kematian maupun kecacatan. arif budianto
Relawan Sakit
Lembaga kesehatan Brasil, Anvisa, juga tidak dapat mengonfirmasi atau membantah laporan tersebut. Namun, Anvisa mengakui beberapa sukarelawan mengalami sakit parah pada 29 Oktober lalu, mulai dari nyeri, ruam, hingga sakit kepala. Kepala Anvisa Antonio Barra Torres menegaskan uji coba Sinovac akan kembali dilakukan jika terbukti aman. Tapi, Butantan lagi-lagi berkilah hal itu tidak ada kaitannya dengan Sinovac.
Instituto Butantan, lembaga pusat penelitian obat-obatan Brasil yang menekan kerja sama dengan Sinovac, mengaku terkejut dengan keputusan pemerintah. Direktur Instituto Butantan Dimas Covas mengakui seorang sukarelawan uji coba klinis Sinovac tewas. Namun, kematiannya bukan akibat vaksin tersebut. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)
“Saat ini lebih dari 10.000 sukarelawan telah berpartisipasi dalam uji coba klinis vaksin. Kematian bisa terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja,” ujar Covas, dikutip The Telegraph. “Seorang sukarelawan telah meninggal. Namun, tidak ada kaitannya dengan vaksin sehingga uji coba ini seharusnya tidak ditunda,” imbuhnya.
Juru Bicara (Jubir) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Fadela Chaib memaklumi kewaspadaan masyarakat dan pemerintah dalam proses pengembangan vaksin. Namun, dia berharap tidak ada pihak yang bereaksi secara berlebihan, tapi selalu mendukung perusahaan yang berupaya keras menciptakan vaksin.
Dari pihak perusahaan China, mereka mengaku percaya diri dengan keamanan dan keselamatan vaksin Sinovac . Mereka berharap uji coba klinis dapat kembali dilanjutkan. Pemerintah Brasil berencana mengimpor 120.000 dosis vaksin Sinovac pada 20 November mendatang dan berharap dapat memproduksi 100 juta dosis per tahun. (Arif Budianto/Dita Angga/M Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda