Rusia Kirim Pasukan ke Nagorno-Karabakh Usai Kesepakatan Gencatan Senjata
Selasa, 10 November 2020 - 11:22 WIB
MOSKOW - Pasukan penjaga perdamaian Rusia dikerahkan ke Nagorno-Karabakh yang dilanda perang pada dini hari Selasa (10/10) sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata terbaru.
Presiden Rusia Vladimir Putin berharap gencatan senjata itu membuka jalan bagi penyelesaian politik abadi dari konflik di wilayah tersebut.
Kesepakatan yang disetujui Armenia , Azerbaijan dan Rusia itu memulai gencatan senjata penuh mulai tengah malam waktu Moskow pada 10 November.
Gencatan senjata itu diharapkan dapat membekukan konflik yang telah menewaskan ribuan orang, membuat lebih banyak orang mengungsi dan mengancam menjerumuskan wilayah yang lebih luas ke dalam perang. (Baca Juga: Armenia, Azerbaijan, Rusia Sepakat Akhiri Konflik Nagorno-Karabakh)
Wilayah itu diakui secara internasional sebagai bagian Azerbaijan tetapi dihuni dan, sampai saat ini, dikendalikan oleh etnis Armenia. Selama perang terbaru, angkatan bersenjata Azerbaijan terus memperluas wilayah dalam enam pekan terakhir. (Lihat Infografis: Tujuh Kebijakan Ekonomi yang Akan Diambil Joe Biden)
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Azerbaijan akan mendapatkan semua keuntungan teritorialnya, termasuk kota kedua di Shusha atau Shushi, dan pasukan etnis Armenia harus menyerahkan kendali atas banyak wilayah lain antara sekarang dan 1 Desember. (Lihat Video: Jelang Kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Tanah Air)
Penjaga perdamaian Rusia akan bertahan setidaknya selama lima tahun. Putin mengatakan mereka akan ditempatkan di sepanjang garis depan di Nagorno-Karabakh dan di koridor antara wilayah tersebut dan Armenia.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah mulai mengerahkan 1.960 prajurit, yang sedang dalam perjalanan ke pangkalan udara yang tidak disebutkan namanya. Mereka diangkut melalui udara bersama dengan peralatan dan kendaraan militer mereka.
Kesepakatan itu kemungkinan akan dilihat sebagai tanda bahwa Rusia masih menjadi penengah utama di wilayah yang dianggapnya sebagai halaman belakangnya sendiri. Skala keterlibatan Turki tetap tidak jelas dan minat Ankara di wilayah tersebut telah meningkat tajam.
Turki dengan kukuh mendukung Azerbaijan, sementara Rusia memiliki pakta pertahanan dengan Armenia dan punya pangkalan militer di sana.
Putin mengatakan orang-orang yang terlantar sekarang akan dapat kembali ke Nagorno-Karabakh, dan tawanan perang serta korban perang ditukar, sementara semua jaringan ekonomi dan transportasi di daerah itu akan dibuka kembali dengan bantuan penjaga perbatasan Rusia.
"Kami beroperasi dengan premis bahwa perjanjian tersebut akan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk penyelesaian krisis jangka panjang dan sepenuhnya di sekitar Nagorno-Karabakh secara adil dan untuk kepentingan rakyat Armenia dan Azerbaijan," ungkap Putin.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan Turki juga akan terlibat dalam upaya penjaga perdamaian. Tidak ada kabar langsung dari Ankara.
Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan mencoba memasang wajah berani pada situasi tersebut.
"Keputusan itu dibuat berdasarkan analisis mendalam tentang situasi pertempuran dan dalam hubungannya dengan para ahli terbaik," ujar dia tentang kesepakatan itu di media sosial.
“Ini bukan kemenangan, tapi tidak ada kekalahan sampai Anda menganggap diri Anda kalah. Kami tidak akan pernah menganggap diri kami dikalahkan dan ini akan menjadi awal baru dari era persatuan dan kelahiran kembali nasional kami," papar dia.
Kerusuhan meletus di Yerevan, ibu kota Armenia, ketika beberapa ratus pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung-gedung pemerintah untuk memprotes kesepakatan tersebut. Demonstran menuntut bertemu Pashinyan untuk menyampaikan protes mereka.
Presiden Rusia Vladimir Putin berharap gencatan senjata itu membuka jalan bagi penyelesaian politik abadi dari konflik di wilayah tersebut.
Kesepakatan yang disetujui Armenia , Azerbaijan dan Rusia itu memulai gencatan senjata penuh mulai tengah malam waktu Moskow pada 10 November.
Gencatan senjata itu diharapkan dapat membekukan konflik yang telah menewaskan ribuan orang, membuat lebih banyak orang mengungsi dan mengancam menjerumuskan wilayah yang lebih luas ke dalam perang. (Baca Juga: Armenia, Azerbaijan, Rusia Sepakat Akhiri Konflik Nagorno-Karabakh)
Wilayah itu diakui secara internasional sebagai bagian Azerbaijan tetapi dihuni dan, sampai saat ini, dikendalikan oleh etnis Armenia. Selama perang terbaru, angkatan bersenjata Azerbaijan terus memperluas wilayah dalam enam pekan terakhir. (Lihat Infografis: Tujuh Kebijakan Ekonomi yang Akan Diambil Joe Biden)
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Azerbaijan akan mendapatkan semua keuntungan teritorialnya, termasuk kota kedua di Shusha atau Shushi, dan pasukan etnis Armenia harus menyerahkan kendali atas banyak wilayah lain antara sekarang dan 1 Desember. (Lihat Video: Jelang Kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Tanah Air)
Penjaga perdamaian Rusia akan bertahan setidaknya selama lima tahun. Putin mengatakan mereka akan ditempatkan di sepanjang garis depan di Nagorno-Karabakh dan di koridor antara wilayah tersebut dan Armenia.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah mulai mengerahkan 1.960 prajurit, yang sedang dalam perjalanan ke pangkalan udara yang tidak disebutkan namanya. Mereka diangkut melalui udara bersama dengan peralatan dan kendaraan militer mereka.
Kesepakatan itu kemungkinan akan dilihat sebagai tanda bahwa Rusia masih menjadi penengah utama di wilayah yang dianggapnya sebagai halaman belakangnya sendiri. Skala keterlibatan Turki tetap tidak jelas dan minat Ankara di wilayah tersebut telah meningkat tajam.
Turki dengan kukuh mendukung Azerbaijan, sementara Rusia memiliki pakta pertahanan dengan Armenia dan punya pangkalan militer di sana.
Putin mengatakan orang-orang yang terlantar sekarang akan dapat kembali ke Nagorno-Karabakh, dan tawanan perang serta korban perang ditukar, sementara semua jaringan ekonomi dan transportasi di daerah itu akan dibuka kembali dengan bantuan penjaga perbatasan Rusia.
"Kami beroperasi dengan premis bahwa perjanjian tersebut akan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk penyelesaian krisis jangka panjang dan sepenuhnya di sekitar Nagorno-Karabakh secara adil dan untuk kepentingan rakyat Armenia dan Azerbaijan," ungkap Putin.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan Turki juga akan terlibat dalam upaya penjaga perdamaian. Tidak ada kabar langsung dari Ankara.
Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan mencoba memasang wajah berani pada situasi tersebut.
"Keputusan itu dibuat berdasarkan analisis mendalam tentang situasi pertempuran dan dalam hubungannya dengan para ahli terbaik," ujar dia tentang kesepakatan itu di media sosial.
“Ini bukan kemenangan, tapi tidak ada kekalahan sampai Anda menganggap diri Anda kalah. Kami tidak akan pernah menganggap diri kami dikalahkan dan ini akan menjadi awal baru dari era persatuan dan kelahiran kembali nasional kami," papar dia.
Kerusuhan meletus di Yerevan, ibu kota Armenia, ketika beberapa ratus pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung-gedung pemerintah untuk memprotes kesepakatan tersebut. Demonstran menuntut bertemu Pashinyan untuk menyampaikan protes mereka.
(sya)
tulis komentar anda