WHO: Virus Corona Adalah Pandemi Pertama yang Dapat Kita Kontrol
Sabtu, 09 Mei 2020 - 13:39 WIB
JENEWA - Pimpinan teknis COVID-19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Maria Van Kerkhove, mengingatkan bahwa tindakan pencegahan dapat membuat perbedaan besar. Hal itu diungkapkannya saat wabah virus Corona baru terus menginfeksi orang-orang di seluruh dunia.
Menurut situs pemantau Universitas Johns Hopkins dalam waktu sekitar lima bulan, virus Corona telah menginfeksi lebih dari 3,8 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 271.000 kematian.
Menurut Kerkhove sementara sejumlah negara nampak berhasil mengendalikan penyebar virus dengan langkah-langkah penguncian, namun untuk benar-benar mengendalikan wabah ini tergantung pada kemampuan untuk memutus rantai penularan.
"Ini adalah pandemi pertama dalam sejarah yang dapat kita kendalikan dengan melakukan langkah-langkah ini: menemukan, mengisolasi, menguji, mengobati," kata Kerkhove seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (9/5/2020).
Mencegah infeksi tambahan mengharuskan pejabat untuk melakukan pelacakan kontak yang luas, di mana mereka mengidentifikasi kasus, menemukan siapa orang yang mungkin telah terinfeksi dan mengkarantina mereka.
Kerkhove mengatakan meskipun tidak mudah, pelacakan kontak dapat membantu mengurangi jumlah reproduksi - jumlah orang lain yang akan terinfeksi satu orang - menjadi kurang dari satu, yang berarti virus akan "mati."
"Anda benar-benar memutus rantai penularan dan virus tidak punya tempat lain," kata Kerkhove.
"Virus ini membutuhkan seseorang untuk dapat ditularkan ke orang lain," jelasnya.
Setelah virus menyebar ke luar China, tempat asalnya, Korea Selatan (Korsel) menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi kedua. Tapi sejak itu Korsel melakukan pelacakan kontak. Korsel pun kemudian melaporkan sekitar 10.000 kasus, jumlah yang relatif rendah. Alhasil para pejabat WHO memuji pengujian dan identifikasi kasus potensial negara tersebut.
Singapura pernah dipuji sebagai contoh yang cemerlang dalam menanggapi wabah dan sekarang mereka telah melihat lonjakan kasus. Kerkhove mengatakan ini adalah contoh dari apa yang bisa terjadi dalam pengaturan yang dekat. Kasus melonjak di antara pekerja migran yang tinggal di asrama dan pada hari Selasa merupakan 88 persen dari kasus di negara itu.
Kerkhove mencatat bahwa Singapura memiliki wabah yang tampaknya terkendali sampai dapat terjadi di tempat di mana orang-orang hidup dalam kontak dekat satu sama lain. Jenis pengaturan ini terjadi di setiap negara dalam bentuk fasilitas perawatan jangka panjang, penjara dan lembaga lainnya.
Di Amerika Serikat, di mana lebih dari 1,2 juta orang telah dinyatakan positif, wabah merebak sebelum pelacakan kontak yang signifikan dapat dilakukan. Sekarang setelah negara bagian membuka kembali, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS Dr. Robert Redfield mengatakan ada kebutuhan secara signifikan untuk meningkatkan kemampuan melakukan pelacakan kontak. Kebutuhan masing-masing negara akan berbeda, tetapi Redfield mengatakan CDC siap untuk memperluas tenaga kerja hingga 50.000 orang.
Menurut Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan, proses yang memakan waktu dan padat karya ini menjadi tantangan bagi semua negara, terutama yang kasusnya naik dengan cepat.
Ryan mengakui kesulitan dalam melacak kontak, terutama ketika suatu negara sudah "di belakang kurva," seperti Amerika, tetapi mengatakan itu mungkin dilakukan.
"Penyakit ini mungkin akan melompat kembali kecuali Anda terus menekan virus," kata Ryan.
Menurut situs pemantau Universitas Johns Hopkins dalam waktu sekitar lima bulan, virus Corona telah menginfeksi lebih dari 3,8 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 271.000 kematian.
Menurut Kerkhove sementara sejumlah negara nampak berhasil mengendalikan penyebar virus dengan langkah-langkah penguncian, namun untuk benar-benar mengendalikan wabah ini tergantung pada kemampuan untuk memutus rantai penularan.
"Ini adalah pandemi pertama dalam sejarah yang dapat kita kendalikan dengan melakukan langkah-langkah ini: menemukan, mengisolasi, menguji, mengobati," kata Kerkhove seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (9/5/2020).
Mencegah infeksi tambahan mengharuskan pejabat untuk melakukan pelacakan kontak yang luas, di mana mereka mengidentifikasi kasus, menemukan siapa orang yang mungkin telah terinfeksi dan mengkarantina mereka.
Kerkhove mengatakan meskipun tidak mudah, pelacakan kontak dapat membantu mengurangi jumlah reproduksi - jumlah orang lain yang akan terinfeksi satu orang - menjadi kurang dari satu, yang berarti virus akan "mati."
"Anda benar-benar memutus rantai penularan dan virus tidak punya tempat lain," kata Kerkhove.
"Virus ini membutuhkan seseorang untuk dapat ditularkan ke orang lain," jelasnya.
Setelah virus menyebar ke luar China, tempat asalnya, Korea Selatan (Korsel) menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi kedua. Tapi sejak itu Korsel melakukan pelacakan kontak. Korsel pun kemudian melaporkan sekitar 10.000 kasus, jumlah yang relatif rendah. Alhasil para pejabat WHO memuji pengujian dan identifikasi kasus potensial negara tersebut.
Singapura pernah dipuji sebagai contoh yang cemerlang dalam menanggapi wabah dan sekarang mereka telah melihat lonjakan kasus. Kerkhove mengatakan ini adalah contoh dari apa yang bisa terjadi dalam pengaturan yang dekat. Kasus melonjak di antara pekerja migran yang tinggal di asrama dan pada hari Selasa merupakan 88 persen dari kasus di negara itu.
Kerkhove mencatat bahwa Singapura memiliki wabah yang tampaknya terkendali sampai dapat terjadi di tempat di mana orang-orang hidup dalam kontak dekat satu sama lain. Jenis pengaturan ini terjadi di setiap negara dalam bentuk fasilitas perawatan jangka panjang, penjara dan lembaga lainnya.
Di Amerika Serikat, di mana lebih dari 1,2 juta orang telah dinyatakan positif, wabah merebak sebelum pelacakan kontak yang signifikan dapat dilakukan. Sekarang setelah negara bagian membuka kembali, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS Dr. Robert Redfield mengatakan ada kebutuhan secara signifikan untuk meningkatkan kemampuan melakukan pelacakan kontak. Kebutuhan masing-masing negara akan berbeda, tetapi Redfield mengatakan CDC siap untuk memperluas tenaga kerja hingga 50.000 orang.
Menurut Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan, proses yang memakan waktu dan padat karya ini menjadi tantangan bagi semua negara, terutama yang kasusnya naik dengan cepat.
Ryan mengakui kesulitan dalam melacak kontak, terutama ketika suatu negara sudah "di belakang kurva," seperti Amerika, tetapi mengatakan itu mungkin dilakukan.
"Penyakit ini mungkin akan melompat kembali kecuali Anda terus menekan virus," kata Ryan.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda