Israel Berpotensi Perang dengan Iran Jika Biden Menang Pilpres AS
Sabtu, 07 November 2020 - 07:17 WIB
TEL AVIV - Israel berpotensi perang dengan Iran jika calon presiden Partai Demokrat Joe Biden memenangkan pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) . Alasannya, Biden secara terbuka akan membawa AS kembali ke perjanjian nuklir Iran yang selama ini ditentang rezim Zionis.
Potensi perang di Timur Tengah itu disampaikan Menteri Pemukiman Israel Tzachi Hanegbi ketika proses penghitungan suara pilpres AS berlanjut. Biden sampai saat meraih 264 electoral votes, unggul atas Trump yang meraih 214 electoral votes. (Baca: Panik dengan Hasil Pilpres AS, Donald Trump Jr Serukan Perang Total )
Hanegbi, seperti dikutip dari The Jerusalem Post, Sabtu (7/11/2020), berpendapat bahwa sikap Biden pada perjanjian nuklir yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015, sebenarnya dapat menyebabkan perang antara Iran dan Israel.
"Biden sudah lama mengatakan secara terbuka bahwa dia akan kembali ke perjanjian nuklir," katanya. "Saya melihat itu sebagai sesuatu yang akan mengarah pada konfrontasi antara Israel dan Iran," katanya lagi.
Hanegbi juga dilaporkan bersikeras bahwa dia, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan sebagian besar orang Israel menganggap JCPOA sebagai "kesalahan".
"Jika Biden tetap dengan kebijakan itu, pada akhirnya akan ada konfrontasi dengan kekerasan antara Israel dan Iran," ujar menteri tersebut. (Baca juga: Pangeran Arab Saudi: Jika Jadi Presiden AS, Biden seperti Trump Pro-Israel )
Tetapi Ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset Zvi Hauser mengadopsi "pendekatan yang lebih optimistis", dengan menggambarkan Biden sebagai teman sejati Israel.
"Saya berasumsi bahwa bahkan jika kesepakatan (nuklir) Iran diperbarui...itu akan lebih baik dari yang sebelumnya," katanya kepada Army Radio.
"Ada kesepakatan luas bahwa mereka memiliki lubang yang signifikan dalam hal kepentingan dunia bebas."
JCPOA ditandatangani pada 2015 antara Iran dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, Amerika Serikat), dan Uni Eropa.
Kesepakatan itu mengharuskan Iran untuk mengekang program nuklirnya dan harus menurunkan cadangan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional, termasuk embargo senjata lima tahun setelah kesepakatan itu diadopsi.
Pada 2018, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penarikan sepihak Amerika Serikat dari perjanjian tersebut, yang pada akhirnya menyebabkan Iran secara bertahap menangguhkan beberapa kewajiban terkait JCPOA sebagai tanggapan.
Potensi perang di Timur Tengah itu disampaikan Menteri Pemukiman Israel Tzachi Hanegbi ketika proses penghitungan suara pilpres AS berlanjut. Biden sampai saat meraih 264 electoral votes, unggul atas Trump yang meraih 214 electoral votes. (Baca: Panik dengan Hasil Pilpres AS, Donald Trump Jr Serukan Perang Total )
Hanegbi, seperti dikutip dari The Jerusalem Post, Sabtu (7/11/2020), berpendapat bahwa sikap Biden pada perjanjian nuklir yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015, sebenarnya dapat menyebabkan perang antara Iran dan Israel.
"Biden sudah lama mengatakan secara terbuka bahwa dia akan kembali ke perjanjian nuklir," katanya. "Saya melihat itu sebagai sesuatu yang akan mengarah pada konfrontasi antara Israel dan Iran," katanya lagi.
Hanegbi juga dilaporkan bersikeras bahwa dia, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan sebagian besar orang Israel menganggap JCPOA sebagai "kesalahan".
"Jika Biden tetap dengan kebijakan itu, pada akhirnya akan ada konfrontasi dengan kekerasan antara Israel dan Iran," ujar menteri tersebut. (Baca juga: Pangeran Arab Saudi: Jika Jadi Presiden AS, Biden seperti Trump Pro-Israel )
Tetapi Ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset Zvi Hauser mengadopsi "pendekatan yang lebih optimistis", dengan menggambarkan Biden sebagai teman sejati Israel.
"Saya berasumsi bahwa bahkan jika kesepakatan (nuklir) Iran diperbarui...itu akan lebih baik dari yang sebelumnya," katanya kepada Army Radio.
"Ada kesepakatan luas bahwa mereka memiliki lubang yang signifikan dalam hal kepentingan dunia bebas."
JCPOA ditandatangani pada 2015 antara Iran dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, Amerika Serikat), dan Uni Eropa.
Kesepakatan itu mengharuskan Iran untuk mengekang program nuklirnya dan harus menurunkan cadangan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional, termasuk embargo senjata lima tahun setelah kesepakatan itu diadopsi.
Pada 2018, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penarikan sepihak Amerika Serikat dari perjanjian tersebut, yang pada akhirnya menyebabkan Iran secara bertahap menangguhkan beberapa kewajiban terkait JCPOA sebagai tanggapan.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda