Umat Paroki Berkumpul di Luar Gereja Nice usai Serangan Tewaskan 3 Orang
Senin, 02 November 2020 - 10:24 WIB
NICE - Umat paroki di Nice, Prancis , yang shock berkumpul di luar gereja Katolik Notre-Dame pada Minggu malam. Mereka mencari penghiburan pada misa pertamanya dalam tiga hari terakhir sejak seorang pria berpisau melakukan serangan di dalam gereja yang menewaskan tiga orang.
Satu dari tiga korban, dibunuh penyerang dengan cara dipenggal. Dua dari mereka tewas di dalam gereja, dan satunya lagi tewas di sebuah kafe di luar gereja karena luka-lukanya setelah melarikan diri. (Baca: Macron: Saya Mengerti Kemarahan Umat Muslim, tapi Tak Akan Toleransi Kekerasan )
Pelaku serangan di gereja, Brahim Aouissaoui, 21, asal Tunisia, terus berteriak "Allahu Akbar" bahkan setelah penangkapannya. Dia ditangkap polisi setelah ditembak.
Para korban tewas dalah Vincent Loques (pengurus gereja), Simone Barreto Silva (ibu tiga anak asal Brazil), dan Nadine, 60, seorang wanita yang dipenggal.
Pada Minggu malam, ratusan orang berkumpul di sisi lain pagar pengaman di sekitar Gereja Notre Dame untuk mengikuti misa dari kejauhan. (Baca: Penembakan Kembali Guncang Prancis, Kali Ini Antara 2 Geng Bersenjata )
"Saya dibaptis di sini, menerima komuni suci di sini...orang tua saya dimakamkan di sini. Sangat penting untuk keluar dari solidaritas," kata seorang pengurus gereja, Michele, 67, sebelum misa dimulai, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (2/11/2020). "Itu sangat mengejutkan...Itu adalah tindakan barbar."
Serangan di Nice menyusul pemenggalan terhadap seorang guru sekolah di pinggiran Paris pada 16 Oktober oleh seorang pria kelahiran Chechnya. Guru bernama Samuel Paty, 45, dibunuh secara brutal saat perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar pada 16 Oktober. Paty dibunuh setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya di kelas untuk mengajarkan pelajaran tentang kebebasan berbicara dan berekspresi.
Berdiri di tangga gereja, yang ditutupi karangan bunga dan lilin, uskup Nice; Andre Marceau, memberikan penghormatan kepada ketiga korban. (Baca juga: Begini Kronologi Serangan Teror Gereja Nice Prancis yang Tewaskan 3 Orang )
"Makna dari perayaan ini adalah untuk berbicara tentang...kebingungan kami, kesedihan kami, penderitaan kami, mungkin perasaan marah kami, perjuangan kami untuk memahami,” kata Marceau sebelum misa. "Dan di atas segalanya, untuk memberi kekuatan bagi pembawa damai kita."
Gereja itu terletak tidak jauh dari kawasan pejalan kaki di tepi pantai, tempat seorang tersangka militan Islamis menabrakkan truk seberat 19 ton ke kerumunan pada tahun 2016 yang menewaskan lebih dari 80 orang pada Bastille Day.
Martine Leroy, seorang penduduk lokal di luar gereja, mengatakan orang-orang Nice sudah cukup menderita.
“Kami membentuk blok hari ini, dan orang-orang perlu melihat blok ini, seluruh dunia perlu melihatnya,” katanya. “Semuanya harus dihentikan. Kami di sini untuk memberi tahu para pemimpin kami bahwa kami sudah merasa muak, kami ingin dapat berjalan-jalan dengan santai di kota kami."
Satu dari tiga korban, dibunuh penyerang dengan cara dipenggal. Dua dari mereka tewas di dalam gereja, dan satunya lagi tewas di sebuah kafe di luar gereja karena luka-lukanya setelah melarikan diri. (Baca: Macron: Saya Mengerti Kemarahan Umat Muslim, tapi Tak Akan Toleransi Kekerasan )
Pelaku serangan di gereja, Brahim Aouissaoui, 21, asal Tunisia, terus berteriak "Allahu Akbar" bahkan setelah penangkapannya. Dia ditangkap polisi setelah ditembak.
Para korban tewas dalah Vincent Loques (pengurus gereja), Simone Barreto Silva (ibu tiga anak asal Brazil), dan Nadine, 60, seorang wanita yang dipenggal.
Pada Minggu malam, ratusan orang berkumpul di sisi lain pagar pengaman di sekitar Gereja Notre Dame untuk mengikuti misa dari kejauhan. (Baca: Penembakan Kembali Guncang Prancis, Kali Ini Antara 2 Geng Bersenjata )
"Saya dibaptis di sini, menerima komuni suci di sini...orang tua saya dimakamkan di sini. Sangat penting untuk keluar dari solidaritas," kata seorang pengurus gereja, Michele, 67, sebelum misa dimulai, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (2/11/2020). "Itu sangat mengejutkan...Itu adalah tindakan barbar."
Serangan di Nice menyusul pemenggalan terhadap seorang guru sekolah di pinggiran Paris pada 16 Oktober oleh seorang pria kelahiran Chechnya. Guru bernama Samuel Paty, 45, dibunuh secara brutal saat perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar pada 16 Oktober. Paty dibunuh setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya di kelas untuk mengajarkan pelajaran tentang kebebasan berbicara dan berekspresi.
Berdiri di tangga gereja, yang ditutupi karangan bunga dan lilin, uskup Nice; Andre Marceau, memberikan penghormatan kepada ketiga korban. (Baca juga: Begini Kronologi Serangan Teror Gereja Nice Prancis yang Tewaskan 3 Orang )
"Makna dari perayaan ini adalah untuk berbicara tentang...kebingungan kami, kesedihan kami, penderitaan kami, mungkin perasaan marah kami, perjuangan kami untuk memahami,” kata Marceau sebelum misa. "Dan di atas segalanya, untuk memberi kekuatan bagi pembawa damai kita."
Gereja itu terletak tidak jauh dari kawasan pejalan kaki di tepi pantai, tempat seorang tersangka militan Islamis menabrakkan truk seberat 19 ton ke kerumunan pada tahun 2016 yang menewaskan lebih dari 80 orang pada Bastille Day.
Martine Leroy, seorang penduduk lokal di luar gereja, mengatakan orang-orang Nice sudah cukup menderita.
“Kami membentuk blok hari ini, dan orang-orang perlu melihat blok ini, seluruh dunia perlu melihatnya,” katanya. “Semuanya harus dihentikan. Kami di sini untuk memberi tahu para pemimpin kami bahwa kami sudah merasa muak, kami ingin dapat berjalan-jalan dengan santai di kota kami."
(min)
tulis komentar anda