Demonstran Beri Waktu Tiga Hari pada PM Thailand untuk Mundur
Kamis, 22 Oktober 2020 - 06:06 WIB
BANGKOK - Demonstran Thailand memberi waktu tiga hari pada Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha untuk mundur atau menghadapi lebih banyak unjuk rasa.
Meski demikian, pemimpin demonstran yang mengumumkan ultimatum itu ditahan dalam dua jam.
Prayuth telah menyatakan siap mencabut kebijakan darurat yang dia terapkan pekan lalu untuk menghentikan unjuk rasa sebagai langkah untuk meredam situasi.
Puluhan ribu orang berpawai ke kantornya di Government House. Demonstran telah turun ke jalan selama beberapa bulan untuk menentang Prayuth dan menyerukan pembatasan wewenang Raja Maha Vajiralongkorn.
Demonstran mengklaim sukses setelah menyerahkan contoh surat pengunduran diri untuk Prayuth di luar kantornya. (Baca Juga: Sikap Netral Iran di Karabakh Atas Dianggap Untungkan Armenia)
“Pertarungan kita belum berakhir selama dia tidak mengundurkan diri. Jika dalam tiga hari dia tidak mengundurkan diri, dia akan menghadapi orang-orang lagi,” kata pemimpin demonstran Patsaravalee 'Mind' Tanakitvibulpon, 25, kepada kerumunan orang. (Lihat Infografis: Jepang Komitmen Mendukung Pembangunan Infrastruktur Indonesia)
Dia kemudian ditangkap atas tuduhan yang menurut polisi terkait dengan protes pada 15 Oktober, bergabung dengan lusinan aktivis yang ditangkap dalam dua pekan terakhir. Pengacaranya mengatakan dia didakwa karena melanggar kebijakan darurat. (Lihat Video: Berdesakan, Pencairan Bantuan Bagi UMKM di Tasikmalaya Ricuh)
Saat Patsaravalee dibawa pergi, dia berkata, "Saya tidak khawatir. Ini adalah permainan pemerintah."
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Prayuth mengatakan dia siap mencabut kebijakan yang melarang pertemuan politik lima orang atau lebih dan publikasi informasi yang dianggap mengancam keamanan.
“Saya akan mengambil langkah pertama untuk meredakan situasi ini,” kata Prayuth.
"Kita sekarang harus mundur dari tepi lereng licin yang dapat dengan mudah meluncur ke kekacauan," tambahnya, seraya mengatakan pembicaraan harus dilakukan di parlemen, di mana para pendukungnya menguasai kursi mayoritas.
Protes telah menjadi tantangan terbesar bagi Thailand selama bertahun-tahun. Kini oposisi secara terbuka memprotes kerajaan meski ada undang-undang lese majeste yang menetapkan hukuman penjara hingga 15 tahun jika menghina keluarga kerajaan.
Sebagian besar demonstrasi sejauh ini berlangsung damai, tetapi polisi menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa Jumat lalu, yang semakin memicu kemarahan para kritikus pemerintah.
Meski demikian, pemimpin demonstran yang mengumumkan ultimatum itu ditahan dalam dua jam.
Prayuth telah menyatakan siap mencabut kebijakan darurat yang dia terapkan pekan lalu untuk menghentikan unjuk rasa sebagai langkah untuk meredam situasi.
Puluhan ribu orang berpawai ke kantornya di Government House. Demonstran telah turun ke jalan selama beberapa bulan untuk menentang Prayuth dan menyerukan pembatasan wewenang Raja Maha Vajiralongkorn.
Demonstran mengklaim sukses setelah menyerahkan contoh surat pengunduran diri untuk Prayuth di luar kantornya. (Baca Juga: Sikap Netral Iran di Karabakh Atas Dianggap Untungkan Armenia)
“Pertarungan kita belum berakhir selama dia tidak mengundurkan diri. Jika dalam tiga hari dia tidak mengundurkan diri, dia akan menghadapi orang-orang lagi,” kata pemimpin demonstran Patsaravalee 'Mind' Tanakitvibulpon, 25, kepada kerumunan orang. (Lihat Infografis: Jepang Komitmen Mendukung Pembangunan Infrastruktur Indonesia)
Dia kemudian ditangkap atas tuduhan yang menurut polisi terkait dengan protes pada 15 Oktober, bergabung dengan lusinan aktivis yang ditangkap dalam dua pekan terakhir. Pengacaranya mengatakan dia didakwa karena melanggar kebijakan darurat. (Lihat Video: Berdesakan, Pencairan Bantuan Bagi UMKM di Tasikmalaya Ricuh)
Saat Patsaravalee dibawa pergi, dia berkata, "Saya tidak khawatir. Ini adalah permainan pemerintah."
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Prayuth mengatakan dia siap mencabut kebijakan yang melarang pertemuan politik lima orang atau lebih dan publikasi informasi yang dianggap mengancam keamanan.
“Saya akan mengambil langkah pertama untuk meredakan situasi ini,” kata Prayuth.
"Kita sekarang harus mundur dari tepi lereng licin yang dapat dengan mudah meluncur ke kekacauan," tambahnya, seraya mengatakan pembicaraan harus dilakukan di parlemen, di mana para pendukungnya menguasai kursi mayoritas.
Protes telah menjadi tantangan terbesar bagi Thailand selama bertahun-tahun. Kini oposisi secara terbuka memprotes kerajaan meski ada undang-undang lese majeste yang menetapkan hukuman penjara hingga 15 tahun jika menghina keluarga kerajaan.
Sebagian besar demonstrasi sejauh ini berlangsung damai, tetapi polisi menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa Jumat lalu, yang semakin memicu kemarahan para kritikus pemerintah.
(sya)
tulis komentar anda