Pemuda Turun ke Jalan Protes Kebrutalan Polisi, Kota di Nigeria Lumpuh
Rabu, 14 Oktober 2020 - 19:17 WIB
"Bukan berita bagi kami bahwa segala sesuatunya dikatakan tetapi tidak benar-benar dilakukan," kata Anita Izato, seorang pengacara muda yang berbasis di Ibu Kota Abuja.
"Kami telah belajar untuk tidak percaya sampai kami melihat tindakan (nyata)," sambungnya.
"Bagi saya itu pribadi karena saya punya lima saudara laki-laki, dan polisi biasanya menargetkan pemuda," kata pria berusia 24 tahun itu, yang membantu menjadi ujung tombak aksi demonstrasi.
Di negara yang diperintah oleh elit politik tua yang mengakar, seringkali kaum muda yang menderita akibat dampak korupsi, kekerasan, dan kurangnya kesempatan.
Korban kekerasan polisi di Nigeria seringkali berusia antara 16 dan 35 tahun menurut data yang dikumpulkan oleh SBM Intelligence, sebuah lembaga peneliti dan data konsultan.
"Mobilisasi sangat besar karena kaum muda sebenarnya menghadapi ketidakadilan yang bisa mereka rasakan, yang melampaui suku dan latar belakang keluarga," ucap Leo Dasilva, seorang investor ekuitas berusia 28 tahun dan pengembang real estat yang memiliki hampir 100.000 pengikut di Twitter kepada AFP.
Salah satu perbedaan utama dengan protes sebelumnya, menurut analis SBM Intelligence Confidence MacHarry, adalah penetrasi internet telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan kebrutalan polisi sekarang sering ditampilkan serta dibagikan secara online.
Obong Roviel, yang memiliki hampir 300.000 pengikut Twitter, adalah salah satu dari sekian banyak yang telah menggalang dukungan - tetapi dia menolak istilah "pemimpin".
"Saya hanya warga negara yang teliti seperti orang lain yang terkena dampak kebrutalan polisi. Saya bukan seorang aktivis, saya tidak memainkan peran apa pun, saya hanya menggunakan suara saya," kata pria berusia 23 tahun itu kepada AFP.
"Tidak ada pemimpin dan itulah mengapa protes telah berlangsung selama ini," ungkapnya.
"Kami telah belajar untuk tidak percaya sampai kami melihat tindakan (nyata)," sambungnya.
"Bagi saya itu pribadi karena saya punya lima saudara laki-laki, dan polisi biasanya menargetkan pemuda," kata pria berusia 24 tahun itu, yang membantu menjadi ujung tombak aksi demonstrasi.
Di negara yang diperintah oleh elit politik tua yang mengakar, seringkali kaum muda yang menderita akibat dampak korupsi, kekerasan, dan kurangnya kesempatan.
Korban kekerasan polisi di Nigeria seringkali berusia antara 16 dan 35 tahun menurut data yang dikumpulkan oleh SBM Intelligence, sebuah lembaga peneliti dan data konsultan.
"Mobilisasi sangat besar karena kaum muda sebenarnya menghadapi ketidakadilan yang bisa mereka rasakan, yang melampaui suku dan latar belakang keluarga," ucap Leo Dasilva, seorang investor ekuitas berusia 28 tahun dan pengembang real estat yang memiliki hampir 100.000 pengikut di Twitter kepada AFP.
Salah satu perbedaan utama dengan protes sebelumnya, menurut analis SBM Intelligence Confidence MacHarry, adalah penetrasi internet telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan kebrutalan polisi sekarang sering ditampilkan serta dibagikan secara online.
Obong Roviel, yang memiliki hampir 300.000 pengikut Twitter, adalah salah satu dari sekian banyak yang telah menggalang dukungan - tetapi dia menolak istilah "pemimpin".
"Saya hanya warga negara yang teliti seperti orang lain yang terkena dampak kebrutalan polisi. Saya bukan seorang aktivis, saya tidak memainkan peran apa pun, saya hanya menggunakan suara saya," kata pria berusia 23 tahun itu kepada AFP.
"Tidak ada pemimpin dan itulah mengapa protes telah berlangsung selama ini," ungkapnya.
tulis komentar anda