Gencatan Senjata Azerbaijan dan Armenia Hanya Seumur Jagung
Minggu, 11 Oktober 2020 - 08:43 WIB
NAGORNO KARABAKH - Gencatan senjata sementara antara Azerbaijan dan Armenia yang mulai berlaku Sabtu kemarin hanya seumur jagung. Kedua negara yang hampir dua minggu terjebak konflik bersenjata memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh terlibat saling tuding melanggar ketentuan perjanjian.
Pada konferensi pers di Baku, Hikmet Hajiyev, asisten Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, menuduh Armenia telah melanggar ketentuan yang disepakati.
"Azerbaijan tidak memiliki klaim atas wilayah negara lain mana pun. Tujuannya adalah untuk memastikan integritas teritorial kami. Jika Armenia melanjutkan provokasinya untuk melanggar gencatan senjata, Azerbaijan harus menanggapi," kata Hajiyev seperti dilansir dari CNN, Minggu (11/10/2020).
Ini terjadi setelah Kementerian Pertahanan negara itu mengatakan sebelumnya bahwa tentara Armenia telah menembakkan artileri terhadap "sejumlah" permukimannya dan telah mencoba melancarkan serangan terhadap wilayah Aghdara-Tartar dan Fizuli-Jabrail.
Armenia membantah telah melanggar perjanjian, mengecam klaim tersebut sebagai "rekayasa" dan sebaliknya menuduh bahwa pasukan Azerbaijan menyerang kota Hadrut.
"Pernyataan Kementerian Pertahanan Azerbaijan tentang penembakan ke arah wilayah Tartar dan Aghdam di Azerbaijan adalah rekayasa," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia, Shushan Stepanyan.
Kementerian Luar Negeri untuk wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan, yang terletak di dalam perbatasan Azerbaijan tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia, menuduh Baku melanggar perjanjian, menambahkan bahwa Azerbaijan berusaha menggunakan negosiasi sebagai kedok untuk mempersiapkan diri menghadapi tindakan militer lebih lanjut.
Gencatan senjata, yang diumumkan setelah pembicaraan di Moskow yang ditengahi oleh Rusia, mulai berlaku pada tengah hari waktu setempat pada hari Sabtu kemarin.(Baca juga: Armenia dan Azerbaijan Sepakat Gencatan Senjata di Nagorno-Karabakh )
Sebelumnya Prancis, yang menuntut segera diakhirinya permusuhan sejak pertempuran pecah antar negara pada pagi hari tanggal 27 September, memuji perjanjian gencatan senjata kemanusiaan yang dipelopori Rusia.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, Paris mendesak kedua belah pihak untuk mematuhi perjanjian tersebut sehingga penghentian permusuhan permanen bisa menyusul.
Gencatan senjata antara Azerbaijan dan Armenia terjadi sehari setelah Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet berbicara tentang penderitaan yang ditimbulkan oleh konflik terhadap warga sipil.
"Sangat mengkhawatirkan bahwa dalam beberapa hari terakhir kami telah melihat daerah-daerah berpenduduk dilaporkan menjadi sasaran dan ditembaki dengan persenjataan berat di dalam dan sekitar daerah konflik," ujarnya.
Bachelet menambahkan bahwa kedua belah pihak harus menegakkan kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil, mematuhi prinsip-prinsip perbedaan, proporsionalitas dan kehati-hatian serta menghindari penggunaan senjata peledak dengan efek area luas di daerah berpenduduk.
Wilayah Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, yang telah lama mengatakan akan merebut kembali wilayah tersebut.(Baca juga: Turki: Upaya Damai Nagorno-Karabakh akan Gagal Kecuali Armenia Mundur )
Pada konferensi pers di Baku, Hikmet Hajiyev, asisten Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, menuduh Armenia telah melanggar ketentuan yang disepakati.
"Azerbaijan tidak memiliki klaim atas wilayah negara lain mana pun. Tujuannya adalah untuk memastikan integritas teritorial kami. Jika Armenia melanjutkan provokasinya untuk melanggar gencatan senjata, Azerbaijan harus menanggapi," kata Hajiyev seperti dilansir dari CNN, Minggu (11/10/2020).
Ini terjadi setelah Kementerian Pertahanan negara itu mengatakan sebelumnya bahwa tentara Armenia telah menembakkan artileri terhadap "sejumlah" permukimannya dan telah mencoba melancarkan serangan terhadap wilayah Aghdara-Tartar dan Fizuli-Jabrail.
Armenia membantah telah melanggar perjanjian, mengecam klaim tersebut sebagai "rekayasa" dan sebaliknya menuduh bahwa pasukan Azerbaijan menyerang kota Hadrut.
"Pernyataan Kementerian Pertahanan Azerbaijan tentang penembakan ke arah wilayah Tartar dan Aghdam di Azerbaijan adalah rekayasa," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia, Shushan Stepanyan.
Kementerian Luar Negeri untuk wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan, yang terletak di dalam perbatasan Azerbaijan tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia, menuduh Baku melanggar perjanjian, menambahkan bahwa Azerbaijan berusaha menggunakan negosiasi sebagai kedok untuk mempersiapkan diri menghadapi tindakan militer lebih lanjut.
Gencatan senjata, yang diumumkan setelah pembicaraan di Moskow yang ditengahi oleh Rusia, mulai berlaku pada tengah hari waktu setempat pada hari Sabtu kemarin.(Baca juga: Armenia dan Azerbaijan Sepakat Gencatan Senjata di Nagorno-Karabakh )
Sebelumnya Prancis, yang menuntut segera diakhirinya permusuhan sejak pertempuran pecah antar negara pada pagi hari tanggal 27 September, memuji perjanjian gencatan senjata kemanusiaan yang dipelopori Rusia.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, Paris mendesak kedua belah pihak untuk mematuhi perjanjian tersebut sehingga penghentian permusuhan permanen bisa menyusul.
Gencatan senjata antara Azerbaijan dan Armenia terjadi sehari setelah Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet berbicara tentang penderitaan yang ditimbulkan oleh konflik terhadap warga sipil.
"Sangat mengkhawatirkan bahwa dalam beberapa hari terakhir kami telah melihat daerah-daerah berpenduduk dilaporkan menjadi sasaran dan ditembaki dengan persenjataan berat di dalam dan sekitar daerah konflik," ujarnya.
Bachelet menambahkan bahwa kedua belah pihak harus menegakkan kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil, mematuhi prinsip-prinsip perbedaan, proporsionalitas dan kehati-hatian serta menghindari penggunaan senjata peledak dengan efek area luas di daerah berpenduduk.
Wilayah Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, yang telah lama mengatakan akan merebut kembali wilayah tersebut.(Baca juga: Turki: Upaya Damai Nagorno-Karabakh akan Gagal Kecuali Armenia Mundur )
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda