Dibombardir Artileri Azerbaijan, Pasukan Armenia Menangis Ingin Pulang
Kamis, 01 Oktober 2020 - 09:56 WIB
YEREVAN - Seorang milisi asal Suriah mengaku dikirim oleh Turki ke Nagorno-Karabakh untuk berperang membela Azerbaijan . Di wilayah konflik itu, dia menyaksikan para pasukan Armenia tewas, terluka dan bahkan menangis akibat dibombardir artileri Azerbaijan.
BBC Arabic berbicara dengan seorang milisi Suriah dengan nama samaran "Abdullah". Dia mengaku direkrut Turki untuk menjaga titik-titik militer di perbatasan Azerbaijan dengan bayaran senilai USD2000. (Baca juga : Wow Mahal Nian, Obat Covid-19 Asal India Ini Dibanderol Rp3 Juta! )
Abdullah mengatakan dia diterbangkan ke Azerbaijan melalui Istanbul bersama beberapa pria Suriah lainnya. Mereka tidak menerima pelatihan, tetapi dikirim ke Nagorno-Karabakh dengan mengenakan seragam Azerbaijan ketika pertempuran terjadi. (Baca: Perang Sengit, Azerbaijan Hancurkan Sistem Rudal S-300 Armenia )
"Mobil berhenti dan kami terkejut menemukan diri kami berada di garis depan," kata Abdullah. "Kemudian pemboman dimulai, orang-orang menangis ketakutan dan ingin pulang," katanya mengacu pada nasib pasukan Armenia di Nagorno-Karabakh, yang dilansir Kamis (1/10/2020).
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa sekitar 320 tentara bayaran Suriah telah diangkut ke Azerbaijan oleh perusahaan keamanan Turki. Tetapi mereka menambahkan bahwa milisi kelahiran Armenia di Suriah juga telah diangkut ke Armenia untuk bergabung dalam pertempuran tersebut.
Meski demikian, penasihat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan; Ilnur Cervik; menyangkal laporan semacam itu. (Baca: Intelijen AS: Israel Kirim Senjata ke Azerbaijan saat Perang dengan Armenia )
"Kami tidak merekrut siapa pun. Di mana bukti bahwa kami merekrut orang-orang ini bersama dengan oposisi Suriah yang mengirim mereka Azerbaijan? Ini sama sekali tidak benar," katanya.
Pada hari Rabu, Kementerian Pertahanan Azerbaijan menerbitkan rekaman video tentang apa yang dikatakannya sebagai penghancuran dua tank musuh dan mengatakan satu batalion Armenia telah melarikan diri dari daerah sekitar Tonashen.
Sedangkan laporan militer Armenia mengatakan tiga warga sipil tewas dalam serangan udara Azerbaijan di kota Martakert di Nagorno-Karabakh. Kantor berita negara Armenia, Armenpress, mengatakan tujuh warga sipil dan 80 personel militer telah tewas sejak pertempuran dimulai.
Jaksa Agung Azerbaijan mengumumkan pada hari Rabu bahwa 14 warga sipil telah tewas dan 46 luka-luka. (Baca juga: Konflik Memanas, Armenia Ancam Azerbaijan dengan Rudal Iskander Rusia )
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bersumpah akan terus berjuang sampai pasukan Armenia meninggalkan wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan kedua negara. Dia menyampaikan tekad itu pada hari keempat pertempuran sengit di wilayah tersebut.
"Kami hanya memiliki satu syarat; angkatan bersenjata Armenia harus tanpa syarat, sepenuhnya, dan segera meninggalkan tanah kami," kata Presiden Aliyev.
Nagorno-Karabakh yang diperintah etnis Armenia dulunya bagian dari Azerbaijan. Namun, wilayah itu memerdekakan diri tak lama setelah Uni Soviet bubar. Nagorno-Karabakh menjadi sekutu utama Armenia karena ikatan etnis. Azerbaijan tidak pernah bersedia mengakui kemerdekaan wilayah itu dan menganggapnya sebagai wilayahnya.
BBC Arabic berbicara dengan seorang milisi Suriah dengan nama samaran "Abdullah". Dia mengaku direkrut Turki untuk menjaga titik-titik militer di perbatasan Azerbaijan dengan bayaran senilai USD2000. (Baca juga : Wow Mahal Nian, Obat Covid-19 Asal India Ini Dibanderol Rp3 Juta! )
Abdullah mengatakan dia diterbangkan ke Azerbaijan melalui Istanbul bersama beberapa pria Suriah lainnya. Mereka tidak menerima pelatihan, tetapi dikirim ke Nagorno-Karabakh dengan mengenakan seragam Azerbaijan ketika pertempuran terjadi. (Baca: Perang Sengit, Azerbaijan Hancurkan Sistem Rudal S-300 Armenia )
"Mobil berhenti dan kami terkejut menemukan diri kami berada di garis depan," kata Abdullah. "Kemudian pemboman dimulai, orang-orang menangis ketakutan dan ingin pulang," katanya mengacu pada nasib pasukan Armenia di Nagorno-Karabakh, yang dilansir Kamis (1/10/2020).
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa sekitar 320 tentara bayaran Suriah telah diangkut ke Azerbaijan oleh perusahaan keamanan Turki. Tetapi mereka menambahkan bahwa milisi kelahiran Armenia di Suriah juga telah diangkut ke Armenia untuk bergabung dalam pertempuran tersebut.
Meski demikian, penasihat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan; Ilnur Cervik; menyangkal laporan semacam itu. (Baca: Intelijen AS: Israel Kirim Senjata ke Azerbaijan saat Perang dengan Armenia )
"Kami tidak merekrut siapa pun. Di mana bukti bahwa kami merekrut orang-orang ini bersama dengan oposisi Suriah yang mengirim mereka Azerbaijan? Ini sama sekali tidak benar," katanya.
Pada hari Rabu, Kementerian Pertahanan Azerbaijan menerbitkan rekaman video tentang apa yang dikatakannya sebagai penghancuran dua tank musuh dan mengatakan satu batalion Armenia telah melarikan diri dari daerah sekitar Tonashen.
Sedangkan laporan militer Armenia mengatakan tiga warga sipil tewas dalam serangan udara Azerbaijan di kota Martakert di Nagorno-Karabakh. Kantor berita negara Armenia, Armenpress, mengatakan tujuh warga sipil dan 80 personel militer telah tewas sejak pertempuran dimulai.
Jaksa Agung Azerbaijan mengumumkan pada hari Rabu bahwa 14 warga sipil telah tewas dan 46 luka-luka. (Baca juga: Konflik Memanas, Armenia Ancam Azerbaijan dengan Rudal Iskander Rusia )
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bersumpah akan terus berjuang sampai pasukan Armenia meninggalkan wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan kedua negara. Dia menyampaikan tekad itu pada hari keempat pertempuran sengit di wilayah tersebut.
"Kami hanya memiliki satu syarat; angkatan bersenjata Armenia harus tanpa syarat, sepenuhnya, dan segera meninggalkan tanah kami," kata Presiden Aliyev.
Nagorno-Karabakh yang diperintah etnis Armenia dulunya bagian dari Azerbaijan. Namun, wilayah itu memerdekakan diri tak lama setelah Uni Soviet bubar. Nagorno-Karabakh menjadi sekutu utama Armenia karena ikatan etnis. Azerbaijan tidak pernah bersedia mengakui kemerdekaan wilayah itu dan menganggapnya sebagai wilayahnya.
(min)
tulis komentar anda