Korsel Bantah Penggunaan Nuklir untuk Hadapi Korut
Selasa, 15 September 2020 - 22:32 WIB
SEOUL - Korea Selatan (Korsel) mengatakan tidak ada rencana aksi militer bersama dengan Amerika Serikat (AS) termasuk penggunaan senjata nuklir . Bantahan itu dikeluarkan setelah sebuah buku karya seorang jurnalis AS memicu perdebatan mengenai apakah skenario perang besar-besaran dengan Korea Utara (Korut) akan memerlukan serangan nuklir dari kedua sisi.
Dalam buku barunya, berjudul "Rage," Editor Washington Post Bob Woodward menulis bahwa AS telah menyusun rencana untuk kemungkinan bentrokan bersenjata dengan Korut, seperti respon AS terhadap serangan yang dapat mencakup penggunaan 80 senjata nuklir. Buku itu didasarkan pada beberapa wawancara dengan Presiden AS Donald Trump.
Bagian itu memicu perdebatan di Korsel tentang apakah itu berarti Washington atau Pyongyang akan meledakkan 80 bom satu sama lain. (Baca juga: Terungkap, AS Pernah Tembakkan Rudal yang Bisa Tepat Hantam Kim Jong-un )
Kementerian Pertahanan Seoul mengatakan bahwa rencana operasional bersama (OPLAN) dengan AS tidak termasuk penggunaan senjata nuklir, mengulangi pandangan kantor kepresidenan Korsel.
Sebelumnya seorang pejabat kepresidenan Korsel mengatakan tidak boleh ada perang lain di semenanjung Korea dan penggunaan kekuatan apa pun tidak dapat diterapkan tanpa persetujuan Seoul.
"Saya dapat mengatakan dengan jelas bahwa penggunaan senjata nuklir tidak ada dalam OPLAN kami, dan tidak mungkin menggunakan kekuatan militer tanpa persetujuan kami," kata pejabat itu kepada wartawan seperti dilansir dari Reuters, Selasa (15/9/2020).
Pejabat Seoul mengatakan tampaknya ada kebingungan dalam buku tersebut karena OPLAN 5027 yang dirujuknya tidak dirancang untuk perang nuklir tetapi untuk memetakan rencana pengerahan pasukan dan target utama.
"Ini mungkin menunjukkan tingkat maksimum bom yang dapat digunakan Korea Utara dalam perang habis-habisan, tetapi jumlahnya sendiri terlalu tinggi dan hampir tidak dapat dipahami dalam kasus apa pun tanpa konteks yang jelas," jelas Kim Hong-kyun, mantan utusan nuklir Korsel.
Setelah mempertontonkan saling cerca dan ancaman nuklir yang telah mendorong negara mereka ke ambang perang, Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya di Singapura pada tahun 2018. (Baca juga: Trump Klaim Kim Jong-un Perlihatkan Kepala Paman usai Mengeksekusinya )
Dalam buku barunya, berjudul "Rage," Editor Washington Post Bob Woodward menulis bahwa AS telah menyusun rencana untuk kemungkinan bentrokan bersenjata dengan Korut, seperti respon AS terhadap serangan yang dapat mencakup penggunaan 80 senjata nuklir. Buku itu didasarkan pada beberapa wawancara dengan Presiden AS Donald Trump.
Bagian itu memicu perdebatan di Korsel tentang apakah itu berarti Washington atau Pyongyang akan meledakkan 80 bom satu sama lain. (Baca juga: Terungkap, AS Pernah Tembakkan Rudal yang Bisa Tepat Hantam Kim Jong-un )
Kementerian Pertahanan Seoul mengatakan bahwa rencana operasional bersama (OPLAN) dengan AS tidak termasuk penggunaan senjata nuklir, mengulangi pandangan kantor kepresidenan Korsel.
Sebelumnya seorang pejabat kepresidenan Korsel mengatakan tidak boleh ada perang lain di semenanjung Korea dan penggunaan kekuatan apa pun tidak dapat diterapkan tanpa persetujuan Seoul.
"Saya dapat mengatakan dengan jelas bahwa penggunaan senjata nuklir tidak ada dalam OPLAN kami, dan tidak mungkin menggunakan kekuatan militer tanpa persetujuan kami," kata pejabat itu kepada wartawan seperti dilansir dari Reuters, Selasa (15/9/2020).
Pejabat Seoul mengatakan tampaknya ada kebingungan dalam buku tersebut karena OPLAN 5027 yang dirujuknya tidak dirancang untuk perang nuklir tetapi untuk memetakan rencana pengerahan pasukan dan target utama.
"Ini mungkin menunjukkan tingkat maksimum bom yang dapat digunakan Korea Utara dalam perang habis-habisan, tetapi jumlahnya sendiri terlalu tinggi dan hampir tidak dapat dipahami dalam kasus apa pun tanpa konteks yang jelas," jelas Kim Hong-kyun, mantan utusan nuklir Korsel.
Setelah mempertontonkan saling cerca dan ancaman nuklir yang telah mendorong negara mereka ke ambang perang, Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya di Singapura pada tahun 2018. (Baca juga: Trump Klaim Kim Jong-un Perlihatkan Kepala Paman usai Mengeksekusinya )
tulis komentar anda