Cegah Gelombang Ketiga, Lockdown Tetap Jadi Solusi
Senin, 07 September 2020 - 11:15 WIB
SEOUL - Jumlah kasus virus corona (Covid-19) di beberapa negara, seperti Korea Selatan (Korsel), China, dan Australia, telah menunjukkan penurunan sangat tajam. Namun, mereka tetap tegas dan keras dalam memberlakukan aturan serta protokol kesehatan.
Banyak negara masih memberlakukan aturan jam malam untuk membatasi pergerakan warga. Mereka memilih tidak mengambil kesempatan untuk membuka kembali perekonomian ketika jumlah kasus corona menurun drastis.
Berpikir jangka panjang menjadi solusi untuk mengakhiri pandemi. Hanya saja, penegakan aturan tersebut membutuhkan komitmen dan strategi lintas sektoral. Meskipun penolakan dari masyarakat bisa saja terjadi karena lockdown ataupun aturan jaga jarak tetap merugikan sebagian pihak, terutama pengusaha. Namun, jaminan dan ketegasan pemerintah menjadi penentunya. (Baca: Opini Publik Dinilai Ganggu Penyidikan Kasus Jaksa Pinangki)
Segala upaya memang dilakukan semua pihak untuk mencegah gelombang ketiga. Penutupan perbatasan seperti yang dilakukan banyak negara menjadi solusi terbaik untuk membendung gelombang ketiga. Negara yang kembali membuka penerbangan sangat sulit untuk mencegah munculnya gelombang ketiga.
Karenakan pandemi ini telah menghantam sektor ekonomi di banyak negara, upaya global untuk memeranginya pun menjadi hal yang sangat signifikan. Kesuksesan suatu negara membedung gelombang ketiga juga dipengaruhi kebijakan negara lain. Apalagi ketergantungan ekonomi antar satu negara dengan negara lain saat ini sangat tinggi.
“Mencegah gelombang ketiga infeksi virus corona bisa dilakukan ketika mencegah orang asing masuk dari luar negeri,” kata Khor Swee Kheng, pakar kesehatan publik asal Malaysia. “Jika terpaksa diperbolehkan, mereka harus tetap menjalani karantina selama 14 hari dan menjalani tes,” jelasnya.
Mitasi dalam menghadapi pandemi, menurut Lam Sait Kit, pakar virus dari Universitas Malaya, adalah lockdown unuk bisa mencegah gelombang ketiga. “Kita belajar dari banyak negara seperti Australia, Inggris, Amerika Serikat dan Italia,” paparnya.
Korsel kemarin melaporkan jumlah kasus infeksi virus corona menurun tajam dalam tiga pekan terakhir di bawah 200 kasus. Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) melaporkan 167 kasus virus corona pada Sabtu (5/9/2020) lalu. Sebelumnya, jumlah kasus mencapai 168 kasus. Itu menjadikan jumlah total infeksi 21.177 kasus dengan 334 kasus kematian.
Infeksi itu menurun di bawah 200 kasus selama empat hari setelah mencapai puncak sebanyak 441 kasus pada akhir Agustus lalu. Pemberlakuan aturan jaga jarak yang ketat memberikan dampak nyata. Pelarangan makan di restoran setelah jam 9.00 malam dan melarang aktivitas hiburan malam memberikan dampak efektif serta efisien dalam menurunkan tingkat penularan. Pemerintah Korsel pun memperpanjang jam malam hingga 13 September lalu. (Baca juga: Jelang Musim Baru, Pioli Cemaskan Pertahanan AC Milan)
Upaya penanggulangan pandemi korona di Korsel sempat diwarnai demonstrasi 16.000 doktor residen dan magang yang menentang rencana pemerintah mereformasi sektor kesehatan untuk penanganan pandemi di masa depan yang lebih baik. Pemerintah dan lembaga medis sepakat mengakhiri demonstrasi itu. Para dokter magang pun bisa kembali bekerja pada hari ini.
Penurunan paling tajam terjadi di China. Komisi Kesehatan Nasional China menyatakan hanya 10 kasus baru virus corona terdeteksi di China daratan pada Sabtu (5/9) lalu dan jumlah yang sama dengan sehari sebelumnya. Komisi Kesehatan Nasional melalui pernyataan menyebutkan bahwa semua kasus baru berasal dari pendatang luar negeri sekaligus menandai hari ke-21 nihil laporan kasus transmisi lokal.
Jumlah pasien Covid-19 tanpa gejala bertambah 17 orang dibandingkan delapan orang sehari sebelumnya. Otoritas China tidak mendaftarkan kasus tanpa gejala sebagai kasus terkonfirmasi Covid-19. Hingga kini total kasus Covid-19 di China berjumlah 85.122 pengidap dengan total kematian 4.634 orang.
Hal sama juga terjadi di Jepang. Tokyo melaporkan jumlah kasus virus corona baru hanya 116 kasus atau menurun 181 dibandingkan dengan hari sebelumnya. Pemerintah Metropolitan Tokyo melaporkan jumlah warga yang sakit karena terinfeksi korona dan dirawat di rumah sakit hanya 27 orang.
Pemerintah Jepang juga akan mengkaji undang-undang penyakit infeksi untuk mengurangi berbagai tantangan yang dihadapi para petugas medis. Pemerintah berharap bisa merawat pasien korona di hotel atau akomodasi lain. Pasalnya, tidak semua orang ingin dirawat di rumah sakit. (Baca juga: Turki Peringatkan Perang dengan Yunani hanya Tinggal Masalah Waktu)
Di Australia, pemerintah memilih memperpanjang lockdown yang ketat di negara bagian Victoria selama dua pekan. Padahal jumlah kasus baru kemarin hanya 63 kasus dan lima korban meninggal dunia di Victoria. Australia memilih lebih berhati-hati.
Perdana Menteri (PM) Negara Bagian Victoria Daniel Andrews mengatakan lockdown saat ini akan diperpanjang hingga 28 September. “Jika kita membuka diri terlalu cepat, kita akan siap membuka semuanya karena kita baru akan memulai gelombang ketiga,” katanya dilansir Reuters. Dia mengatakan, kita akan kembali melakukan pembatasan, baik keluar maupun masuk selama lockdown sebelum akhir tahun ini.
Harapan warga Melbourne dan kota lainnya untuk memulai aktivitas normal pada bulan ini pun sirna dengan adanya pemberlakuan jam malam, pelarangan berkunjung ke rumah saudara, dan batasan aktivitas mobil hanya 5 km dari rumah. Manajemen keselamatan higienitas juga tetap diutamakan.
Namun demikian, negara bagian Victoria akan melakukan pelonggaran bertahap diterapkan mulai Oktober. Negara bagian ini telah menjadi episentrum gelombang kedua Covid-19 di Australia yang menyebabkan 90% dari 753 kematian akibat Covid-19 di negara itu. Australia sebagai negara dengan populasi 25 juta telah mencatat total 26.000 kasus. Melbourne Raya memasuki lockdown kedua pada 9 Juli setelah ada peningkatan kasus.
“Hanya ada satu pilihan, yaitu menjalankan aturan ini dengan langkah stabil dan aman. Kita belum bisa sepenuhnya meniadakan lockdown karena jika itu dilakukan, kita akan menuju ke gelombang ketiga dan kita semua akan kembali dikarantina,” kata Andrews. (Lihat videonya: Kemarau Panjang, Warga Kabupaten Bekasi Mengalami Kekeringan)
“Kita tidak bisa membuka wilayah saat ini. Jika kita melakukannya, kita akan kehilangan kendali dengan sangat cepat. Saya ingin Natal nanti kondisi bisa senormal mungkin, dan ini adalah satu-satunya cara. Langkah ini adalah satu-satunya cara yang membuat kita akan sampai pada titik itu,” katanya.
Jika jumlah rata-rata kasus harian berkisar antara 30 dan 50 pada 28 September, kota itu akan memasuki lockdown tingkat tiga. Pada tahap ini, pertemuan publik akan meningkat menjadi lima orang dari dua keluarga dan anak-anak sekolah serta sekolah khusus akan kembali ke sekolah secara bertahap. (Andika H Mustaqim)
Banyak negara masih memberlakukan aturan jam malam untuk membatasi pergerakan warga. Mereka memilih tidak mengambil kesempatan untuk membuka kembali perekonomian ketika jumlah kasus corona menurun drastis.
Berpikir jangka panjang menjadi solusi untuk mengakhiri pandemi. Hanya saja, penegakan aturan tersebut membutuhkan komitmen dan strategi lintas sektoral. Meskipun penolakan dari masyarakat bisa saja terjadi karena lockdown ataupun aturan jaga jarak tetap merugikan sebagian pihak, terutama pengusaha. Namun, jaminan dan ketegasan pemerintah menjadi penentunya. (Baca: Opini Publik Dinilai Ganggu Penyidikan Kasus Jaksa Pinangki)
Segala upaya memang dilakukan semua pihak untuk mencegah gelombang ketiga. Penutupan perbatasan seperti yang dilakukan banyak negara menjadi solusi terbaik untuk membendung gelombang ketiga. Negara yang kembali membuka penerbangan sangat sulit untuk mencegah munculnya gelombang ketiga.
Karenakan pandemi ini telah menghantam sektor ekonomi di banyak negara, upaya global untuk memeranginya pun menjadi hal yang sangat signifikan. Kesuksesan suatu negara membedung gelombang ketiga juga dipengaruhi kebijakan negara lain. Apalagi ketergantungan ekonomi antar satu negara dengan negara lain saat ini sangat tinggi.
“Mencegah gelombang ketiga infeksi virus corona bisa dilakukan ketika mencegah orang asing masuk dari luar negeri,” kata Khor Swee Kheng, pakar kesehatan publik asal Malaysia. “Jika terpaksa diperbolehkan, mereka harus tetap menjalani karantina selama 14 hari dan menjalani tes,” jelasnya.
Mitasi dalam menghadapi pandemi, menurut Lam Sait Kit, pakar virus dari Universitas Malaya, adalah lockdown unuk bisa mencegah gelombang ketiga. “Kita belajar dari banyak negara seperti Australia, Inggris, Amerika Serikat dan Italia,” paparnya.
Korsel kemarin melaporkan jumlah kasus infeksi virus corona menurun tajam dalam tiga pekan terakhir di bawah 200 kasus. Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) melaporkan 167 kasus virus corona pada Sabtu (5/9/2020) lalu. Sebelumnya, jumlah kasus mencapai 168 kasus. Itu menjadikan jumlah total infeksi 21.177 kasus dengan 334 kasus kematian.
Infeksi itu menurun di bawah 200 kasus selama empat hari setelah mencapai puncak sebanyak 441 kasus pada akhir Agustus lalu. Pemberlakuan aturan jaga jarak yang ketat memberikan dampak nyata. Pelarangan makan di restoran setelah jam 9.00 malam dan melarang aktivitas hiburan malam memberikan dampak efektif serta efisien dalam menurunkan tingkat penularan. Pemerintah Korsel pun memperpanjang jam malam hingga 13 September lalu. (Baca juga: Jelang Musim Baru, Pioli Cemaskan Pertahanan AC Milan)
Upaya penanggulangan pandemi korona di Korsel sempat diwarnai demonstrasi 16.000 doktor residen dan magang yang menentang rencana pemerintah mereformasi sektor kesehatan untuk penanganan pandemi di masa depan yang lebih baik. Pemerintah dan lembaga medis sepakat mengakhiri demonstrasi itu. Para dokter magang pun bisa kembali bekerja pada hari ini.
Penurunan paling tajam terjadi di China. Komisi Kesehatan Nasional China menyatakan hanya 10 kasus baru virus corona terdeteksi di China daratan pada Sabtu (5/9) lalu dan jumlah yang sama dengan sehari sebelumnya. Komisi Kesehatan Nasional melalui pernyataan menyebutkan bahwa semua kasus baru berasal dari pendatang luar negeri sekaligus menandai hari ke-21 nihil laporan kasus transmisi lokal.
Jumlah pasien Covid-19 tanpa gejala bertambah 17 orang dibandingkan delapan orang sehari sebelumnya. Otoritas China tidak mendaftarkan kasus tanpa gejala sebagai kasus terkonfirmasi Covid-19. Hingga kini total kasus Covid-19 di China berjumlah 85.122 pengidap dengan total kematian 4.634 orang.
Hal sama juga terjadi di Jepang. Tokyo melaporkan jumlah kasus virus corona baru hanya 116 kasus atau menurun 181 dibandingkan dengan hari sebelumnya. Pemerintah Metropolitan Tokyo melaporkan jumlah warga yang sakit karena terinfeksi korona dan dirawat di rumah sakit hanya 27 orang.
Pemerintah Jepang juga akan mengkaji undang-undang penyakit infeksi untuk mengurangi berbagai tantangan yang dihadapi para petugas medis. Pemerintah berharap bisa merawat pasien korona di hotel atau akomodasi lain. Pasalnya, tidak semua orang ingin dirawat di rumah sakit. (Baca juga: Turki Peringatkan Perang dengan Yunani hanya Tinggal Masalah Waktu)
Di Australia, pemerintah memilih memperpanjang lockdown yang ketat di negara bagian Victoria selama dua pekan. Padahal jumlah kasus baru kemarin hanya 63 kasus dan lima korban meninggal dunia di Victoria. Australia memilih lebih berhati-hati.
Perdana Menteri (PM) Negara Bagian Victoria Daniel Andrews mengatakan lockdown saat ini akan diperpanjang hingga 28 September. “Jika kita membuka diri terlalu cepat, kita akan siap membuka semuanya karena kita baru akan memulai gelombang ketiga,” katanya dilansir Reuters. Dia mengatakan, kita akan kembali melakukan pembatasan, baik keluar maupun masuk selama lockdown sebelum akhir tahun ini.
Harapan warga Melbourne dan kota lainnya untuk memulai aktivitas normal pada bulan ini pun sirna dengan adanya pemberlakuan jam malam, pelarangan berkunjung ke rumah saudara, dan batasan aktivitas mobil hanya 5 km dari rumah. Manajemen keselamatan higienitas juga tetap diutamakan.
Namun demikian, negara bagian Victoria akan melakukan pelonggaran bertahap diterapkan mulai Oktober. Negara bagian ini telah menjadi episentrum gelombang kedua Covid-19 di Australia yang menyebabkan 90% dari 753 kematian akibat Covid-19 di negara itu. Australia sebagai negara dengan populasi 25 juta telah mencatat total 26.000 kasus. Melbourne Raya memasuki lockdown kedua pada 9 Juli setelah ada peningkatan kasus.
“Hanya ada satu pilihan, yaitu menjalankan aturan ini dengan langkah stabil dan aman. Kita belum bisa sepenuhnya meniadakan lockdown karena jika itu dilakukan, kita akan menuju ke gelombang ketiga dan kita semua akan kembali dikarantina,” kata Andrews. (Lihat videonya: Kemarau Panjang, Warga Kabupaten Bekasi Mengalami Kekeringan)
“Kita tidak bisa membuka wilayah saat ini. Jika kita melakukannya, kita akan kehilangan kendali dengan sangat cepat. Saya ingin Natal nanti kondisi bisa senormal mungkin, dan ini adalah satu-satunya cara. Langkah ini adalah satu-satunya cara yang membuat kita akan sampai pada titik itu,” katanya.
Jika jumlah rata-rata kasus harian berkisar antara 30 dan 50 pada 28 September, kota itu akan memasuki lockdown tingkat tiga. Pada tahap ini, pertemuan publik akan meningkat menjadi lima orang dari dua keluarga dan anak-anak sekolah serta sekolah khusus akan kembali ke sekolah secara bertahap. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda