AS Tingkatkan Hadiah Penangkapan Presiden Venezuela Maduro Jadi Rp408 Miliar
Sabtu, 11 Januari 2025 - 07:01 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) telah meningkatkan hadiahnya untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Venezuela Nicolas Maduro menjadi USD25 juta (Rp408 miliar), naik dari USD15 juta yang ditawarkan pada tahun 2020.
Departemen Keuangan AS mengumumkan langkah tersebut pada hari Jumat (10/1/2025).
Langkah tersebut merupakan bagian dari serangkaian tindakan yang lebih luas, termasuk sanksi dan pembatasan perjalanan, yang menargetkan pejabat yang terkait dengan pemerintah Venezuela.
Washington menolak mengakui Maduro sebagai pemenang pemilu presiden bulan Juli 2024, dengan menyebut pemungutan suara tersebut curang dan tidak demokratis.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengklaim Agustus lalu bahwa AS memiliki "bukti yang sangat banyak" yang menunjukkan kandidat oposisi Edmundo Gonzalez adalah pemenang sebenarnya dari pemilu tersebut.
Pada hari Jumat, hari pelantikan Maduro, Departemen Keuangan juga menuduh pemerintah Venezuela melakukan "penindasan dan subversi demokrasi."
Selain hadiah yang lebih besar untuk Maduro, AS mengumumkan hadiah sebesar USD25 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Menteri Dalam Negeri Diosdado Cabello dan hadiah sebesar USD15 juta untuk Menteri Pertahanan Vladimir Padrino Lopez.
Departemen Keuangan menuduh mereka berperan dalam "penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia."
Pejabat Venezuela lainnya, termasuk presiden perusahaan minyak milik negara PDVSA dan menteri transportasi, serta sejumlah perwira tinggi militer dan polisi, juga dikenai sanksi.
Pada bulan Desember, kepala Unit Urusan Venezuela di kedutaan AS di Kolombia, Francisco Palmieri, memberikan ultimatum kepada Caracas, menuntut agar Maduro mengundurkan diri sebelum pelantikannya pada bulan Januari dan mengakui Gonzalez sebagai pemenang.
"Jika dia tetap bertahan, keadaan akan semakin buruk bagi Venezuela," ujar Palmieri.
Caracas tidak menanggapi ultimatum tersebut. Negara itu juga tidak mengomentari putaran terakhir sanksi AS.
Maduro, kritikus keras kebijakan luar negeri AS, mengecam Washington awal pekan ini karena mendorong perubahan rezim.
AS mendanai mantan pemimpin yang "korup dan nakal" di seluruh Amerika Latin untuk merugikan Caracas, menurut Maduro.
"Cukup intervensionisme, cukup ekstremisme, cukup kelompok Lima," tegas dia, dengan sasaran khusus pada Kelompok Lima, pakta informal dari 12 pemerintah yang mendukung kebijakan AS untuk mengisolasi Venezuela sejak 2017.
Departemen Keuangan AS mengumumkan langkah tersebut pada hari Jumat (10/1/2025).
Langkah tersebut merupakan bagian dari serangkaian tindakan yang lebih luas, termasuk sanksi dan pembatasan perjalanan, yang menargetkan pejabat yang terkait dengan pemerintah Venezuela.
Washington menolak mengakui Maduro sebagai pemenang pemilu presiden bulan Juli 2024, dengan menyebut pemungutan suara tersebut curang dan tidak demokratis.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengklaim Agustus lalu bahwa AS memiliki "bukti yang sangat banyak" yang menunjukkan kandidat oposisi Edmundo Gonzalez adalah pemenang sebenarnya dari pemilu tersebut.
Pada hari Jumat, hari pelantikan Maduro, Departemen Keuangan juga menuduh pemerintah Venezuela melakukan "penindasan dan subversi demokrasi."
Selain hadiah yang lebih besar untuk Maduro, AS mengumumkan hadiah sebesar USD25 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Menteri Dalam Negeri Diosdado Cabello dan hadiah sebesar USD15 juta untuk Menteri Pertahanan Vladimir Padrino Lopez.
Departemen Keuangan menuduh mereka berperan dalam "penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia."
Pejabat Venezuela lainnya, termasuk presiden perusahaan minyak milik negara PDVSA dan menteri transportasi, serta sejumlah perwira tinggi militer dan polisi, juga dikenai sanksi.
Pada bulan Desember, kepala Unit Urusan Venezuela di kedutaan AS di Kolombia, Francisco Palmieri, memberikan ultimatum kepada Caracas, menuntut agar Maduro mengundurkan diri sebelum pelantikannya pada bulan Januari dan mengakui Gonzalez sebagai pemenang.
"Jika dia tetap bertahan, keadaan akan semakin buruk bagi Venezuela," ujar Palmieri.
Caracas tidak menanggapi ultimatum tersebut. Negara itu juga tidak mengomentari putaran terakhir sanksi AS.
Maduro, kritikus keras kebijakan luar negeri AS, mengecam Washington awal pekan ini karena mendorong perubahan rezim.
AS mendanai mantan pemimpin yang "korup dan nakal" di seluruh Amerika Latin untuk merugikan Caracas, menurut Maduro.
"Cukup intervensionisme, cukup ekstremisme, cukup kelompok Lima," tegas dia, dengan sasaran khusus pada Kelompok Lima, pakta informal dari 12 pemerintah yang mendukung kebijakan AS untuk mengisolasi Venezuela sejak 2017.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda