Kebencian Anti-Muslim Meningkat Dratis di Eropa setelah Perang Gaza
Minggu, 22 Desember 2024 - 14:38 WIB
LONDON - Kejahatan kebencian anti-Muslim mengalami peningkatan dratis di Eropa . Itu menjadi dilema yang sangat serius di negara-negara yang mengklaim demokrasi.
Laporan Islamofobia Eropa tahun 2023 mengatakan perang Israel di Gaza telah "berfungsi sebagai katalis geopolitik rasisme anti-Muslim di Eropa", dengan peningkatan kejahatan kebencian dan meningkatnya retorika serta tindakan Islamofobia oleh pemerintah Eropa.
Laporan tersebut, yang memantau 34 negara di Eropa, mengatakan telah terjadi lonjakan jumlah serangan fisik dan verbal terhadap Muslim setelah perang, termasuk di negara-negara seperti Norwegia, Spanyol, dan Yunani.
Melansir Al Jazeera, beberapa pemerintah Eropa juga telah membingkai solidaritas pro-Palestina sebagai terorisme, katanya, dan memberlakukan tindakan pembatasan, seperti larangan demonstrasi dan denda pada simbol-simbol pro-Palestina.
Di Jerman, misalnya, mereka yang mengkritik perang Israel di Gaza secara terbuka menghadapi reaksi keras dari media dan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara di Prancis, pemerintah mengenakan denda sebesar 135 euro (USD140) karena memajang barang-barang seperti keffiyeh, pakaian tertentu, bendera, atau slogan yang terkait dengan solidaritas Palestina, kata laporan itu.
Di Denmark, perdana menteri juga mengumumkan penyelidikan apakah protes pro-Palestina mendorong terorisme dan apakah polisi dan jaksa harus mengambil tindakan, katanya.
“Tidak ada perkembangan politik lain yang membentuk kehidupan umat Islam pada tahun 2023 sebanyak perang di Palestina,” demikian laporan tersebut.
“Meskipun Palestina dan Israel pada dasarnya bukan masalah agama, sebagian dari wacana tersebut adalah untuk menggambarkannya seperti itu dan menjadikan serangan terhadap Israel dan genosida warga Palestina menjadi perang antara dua kelompok agama,” katanya.
Laporan Islamofobia Eropa tahun 2023 mengatakan perang Israel di Gaza telah "berfungsi sebagai katalis geopolitik rasisme anti-Muslim di Eropa", dengan peningkatan kejahatan kebencian dan meningkatnya retorika serta tindakan Islamofobia oleh pemerintah Eropa.
Laporan tersebut, yang memantau 34 negara di Eropa, mengatakan telah terjadi lonjakan jumlah serangan fisik dan verbal terhadap Muslim setelah perang, termasuk di negara-negara seperti Norwegia, Spanyol, dan Yunani.
Melansir Al Jazeera, beberapa pemerintah Eropa juga telah membingkai solidaritas pro-Palestina sebagai terorisme, katanya, dan memberlakukan tindakan pembatasan, seperti larangan demonstrasi dan denda pada simbol-simbol pro-Palestina.
Di Jerman, misalnya, mereka yang mengkritik perang Israel di Gaza secara terbuka menghadapi reaksi keras dari media dan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara di Prancis, pemerintah mengenakan denda sebesar 135 euro (USD140) karena memajang barang-barang seperti keffiyeh, pakaian tertentu, bendera, atau slogan yang terkait dengan solidaritas Palestina, kata laporan itu.
Baca Juga
Di Denmark, perdana menteri juga mengumumkan penyelidikan apakah protes pro-Palestina mendorong terorisme dan apakah polisi dan jaksa harus mengambil tindakan, katanya.
“Tidak ada perkembangan politik lain yang membentuk kehidupan umat Islam pada tahun 2023 sebanyak perang di Palestina,” demikian laporan tersebut.
“Meskipun Palestina dan Israel pada dasarnya bukan masalah agama, sebagian dari wacana tersebut adalah untuk menggambarkannya seperti itu dan menjadikan serangan terhadap Israel dan genosida warga Palestina menjadi perang antara dua kelompok agama,” katanya.
(ahm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda