Profil Asma al-Assad, Eks Ibu Negara Suriah yang Pernah Dijuluki Mawar di Gurun
Kamis, 12 Desember 2024 - 12:48 WIB
Di panggung internasional, Asma memiliki citra yang sopan, dengan pakaiannya yang sederhana dan penampilannya yang fotogenik. Wajahnya yang tanpa cadar merupakan lambang reputasi Suriah yang relatif bebas bagi kaum perempuan di negara Muslim.
Citra ini tampaknya semakin kuat ketika pada bulan Februari 2010, majalah Vogue menyebut wawancaranya dengan judul "A Rose in the Desert [Bunga Mawar di Gurun]" dan menggambarkannya sebagai "ibu negara yang paling segar dan paling menarik".
Namun, tahun berikutnya perang pecah di Suriah antara pemberontak dan rezim Assad atas rezimnya yang sangat represif dan reputasi negara itu sebagai negara yang terbuka dan sekuler pun hancur.
Selama konflik, pasangan itu dirumorkan telah berpisah, tetapi dengan meninggalnya ibu Assad pada tahun 2016 dan diagnosis kanker payudara pada tahun 2018, Asma diposisikan ulang di jantung ekonomi rezim Assad.
Namun, peran barunya itu tidak lebih dari sekadar operasi "pemerasan" terhadap pedagang dan pengusaha kelas menengah negara itu.
Asma mengatur labirin rahasia komite dan kebijakan, yang dijalankan oleh anteknya, yang mengendalikan segalanya mulai dari akses ke internet hingga jatah makanan bersubsidi.
Kekaisarannya juga meluas hingga ke distribusi bantuan asing—pada dasarnya dia mengendalikan siapa yang mendapatkan apa dan kapan.
Dengan semakin berkembangnya perannya dalam kediktatoran Assad, Asma tidak dapat mempertahankan citra awalnya sebagai wanita yang terbebas yang beroperasi di jantung kekuasaan di negara Muslim.
Dia menjadi satu dan sama dengan penindasan mengerikan yang dilakukan rezim Suriah terhadap rakyatnya.
Kekecewaan pribadinya muncul ketika majaah Vogue menarik wawancaranya dari situs webnya pada tahun 2012 setelah reaksi publik terhadap perang di Suriah.
Citra ini tampaknya semakin kuat ketika pada bulan Februari 2010, majalah Vogue menyebut wawancaranya dengan judul "A Rose in the Desert [Bunga Mawar di Gurun]" dan menggambarkannya sebagai "ibu negara yang paling segar dan paling menarik".
Namun, tahun berikutnya perang pecah di Suriah antara pemberontak dan rezim Assad atas rezimnya yang sangat represif dan reputasi negara itu sebagai negara yang terbuka dan sekuler pun hancur.
Selama konflik, pasangan itu dirumorkan telah berpisah, tetapi dengan meninggalnya ibu Assad pada tahun 2016 dan diagnosis kanker payudara pada tahun 2018, Asma diposisikan ulang di jantung ekonomi rezim Assad.
Namun, peran barunya itu tidak lebih dari sekadar operasi "pemerasan" terhadap pedagang dan pengusaha kelas menengah negara itu.
Asma mengatur labirin rahasia komite dan kebijakan, yang dijalankan oleh anteknya, yang mengendalikan segalanya mulai dari akses ke internet hingga jatah makanan bersubsidi.
Kekaisarannya juga meluas hingga ke distribusi bantuan asing—pada dasarnya dia mengendalikan siapa yang mendapatkan apa dan kapan.
Dengan semakin berkembangnya perannya dalam kediktatoran Assad, Asma tidak dapat mempertahankan citra awalnya sebagai wanita yang terbebas yang beroperasi di jantung kekuasaan di negara Muslim.
Dia menjadi satu dan sama dengan penindasan mengerikan yang dilakukan rezim Suriah terhadap rakyatnya.
Kekecewaan pribadinya muncul ketika majaah Vogue menarik wawancaranya dari situs webnya pada tahun 2012 setelah reaksi publik terhadap perang di Suriah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda