Prancis Enggan Patuhi ICC Tangkap Netanyahu, Berdalih PM Israel Punya Kekebalan
Kamis, 28 November 2024 - 09:50 WIB
PARIS - Pemerintah Prancis enggan menangkap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sebagaimana diperintahkan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Alasannya, pemimpin rezim Zionis itu memiliki kekebalan diplomatik.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan pada Rabu bahwa pemimpin Israel dilindungi oleh aturan kekebalan yang berlaku bagi negara-negara yang bukan merupakan pihak dalam ICC.
Sekadar diketahui, Israel bukanlah anggota ICC.
"Suatu negara tidak dapat dianggap bertindak dengan cara yang tidak sesuai dengan kewajibannya dalam hal hukum internasional berkenaan dengan kekebalan yang diberikan kepada negara-negara yang bukan merupakan pihak dalam ICC," bunyi pernyataan kementerian tersebut.
"Kekebalan tersebut berlaku bagi Perdana Menteri Netanyahu dan menteri-menteri lain yang bersangkutan, dan harus dipertimbangkan jika ICC meminta kami untuk menangkap dan menyerahkan mereka," lanjut Kementerian Luar Negeri Prancis, seperti dikutip AFP, Kamis (28/11/2024).
Sebelumnya, pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan bahwa negaranya menganggap beberapa pemimpin dapat menikmati kekebalan dari penuntutan ICC.
Ketika ditanya apakah Prancis akan menangkap Netanyahu jika dia menginjakkan kaki di wilayah Prancis, Jean-Noel Barrot tidak memberikan jawaban spesifik dalam sebuah wawancara dengan radio Franceinfo.
"Prancis sangat berkomitmen pada keadilan internasional dan akan menerapkan hukum internasional berdasarkan kewajibannya untuk bekerja sama dengan ICC," katanya.
"[Namun], undang-undang pengadilan tersebut berurusan dengan masalah kekebalan bagi para pemimpin tertentu," lanjut dia.
"Pada akhirnya, keputusan berada di tangan otoritas kehakiman," imbuh Barrot.
ICC bulan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu, mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant, dan kepala militer Hamas Mohammed Deif atas tuduhan melakukan kejahatan perang. Netanyahu mengecam tindakan tersebut.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan surat perintah penangkapan tersebut mengikat dan harus dilaksanakan.
Namun, tidak seperti beberapa negara Eropa, Prancis sejauh ini mengambil sikap yang lebih hati-hati terhadap surat perintah tersebut.
Komentar Barrot menandai pertama kalinya seorang pejabat tinggi Prancis mengajukan kemungkinan kekebalan.
Laporan media Barat yang belum dikonfirmasi mengatakan bahwa Netanyahu dengan marah mengangkat masalah tersebut dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan mendesak Paris untuk tidak menegakkan keputusan ICC.
Prancis telah berperan penting dalam upaya untuk mengakhiri pertempuran di Timur Tengah dan, bersama Amerika Serikat, membantu menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah Lebanon yang mulai berlaku pada Rabu kemarin.
Pasal 27 Statuta Roma—dasar pembentukan ICC—menyatakan: "Kekebalan tidak boleh menghalangi Pengadilan untuk melaksanakan yurisdiksinya atas orang tersebut."
Namun, pasal 98 mengatakan: "Suatu negara tidak dapat bertindak tidak konsisten dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional berkenaan dengan kekebalan diplomatik seseorang."
Sikap Prancis terhadap potensi kekebalan bagi Netanyahu memicu beberapa reaksi keras, baik di dalam maupun luar negeri.
Amnesty International menyebut sikap Prancis "sangat bermasalah", dengan mengatakan hal itu bertentangan dengan kewajiban pemerintah sebagai anggota ICC.
"Daripada menyimpulkan bahwa terdakwa ICC dapat menikmati kekebalan, Prancis harus secara tegas mengonfirmasi penerimaannya terhadap tugas hukum yang tegas berdasarkan Statuta Roma untuk melaksanakan surat perintah penangkapan," kata Anne Savinel Barras, presiden Amnesty International Prancis.
Bos partai Hijau Prancis Marine Tondelier, yang menyebut sikap pemerintah "memalukan", mengatakan hal itu mungkin merupakan hasil kesepakatan antara para pemimpin Prancis dan Israel.
"Tentu saja itu kesepakatannya, bahwa Prancis akan disebutkan dalam pernyataan resmi yang mengumumkan gencatan senjata di Lebanon yang dipublikasikan oleh Prancis dan Amerika Serikat kemarin," katanya di X.
"Sekali lagi, Prancis berusaha keras untuk memenuhi tuntutan Benjamin Netanyahu agar memilihnya daripada keadilan internasional," katanya.
Sementara itu, Barrot memuji gencatan senjata tersebut sebagai keberhasilan besar bagi Prancis dan menyatakan harapannya bahwa hal itu akan menghasilkan "reformasi" Lebanon setelah bertahun-tahun dilanda krisis.
Gencatan senjata tersebut menyatakan: "Tentara Israel harus mundur dari Lebanon selatan dan digantikan oleh pengerahan besar-besaran angkatan bersenjata Lebanon."
"Dalam konteks ini, Prancis akan memainkan perannya sepenuhnya," kata Barrot.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan pada Rabu bahwa pemimpin Israel dilindungi oleh aturan kekebalan yang berlaku bagi negara-negara yang bukan merupakan pihak dalam ICC.
Sekadar diketahui, Israel bukanlah anggota ICC.
"Suatu negara tidak dapat dianggap bertindak dengan cara yang tidak sesuai dengan kewajibannya dalam hal hukum internasional berkenaan dengan kekebalan yang diberikan kepada negara-negara yang bukan merupakan pihak dalam ICC," bunyi pernyataan kementerian tersebut.
"Kekebalan tersebut berlaku bagi Perdana Menteri Netanyahu dan menteri-menteri lain yang bersangkutan, dan harus dipertimbangkan jika ICC meminta kami untuk menangkap dan menyerahkan mereka," lanjut Kementerian Luar Negeri Prancis, seperti dikutip AFP, Kamis (28/11/2024).
Sebelumnya, pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan bahwa negaranya menganggap beberapa pemimpin dapat menikmati kekebalan dari penuntutan ICC.
Ketika ditanya apakah Prancis akan menangkap Netanyahu jika dia menginjakkan kaki di wilayah Prancis, Jean-Noel Barrot tidak memberikan jawaban spesifik dalam sebuah wawancara dengan radio Franceinfo.
"Prancis sangat berkomitmen pada keadilan internasional dan akan menerapkan hukum internasional berdasarkan kewajibannya untuk bekerja sama dengan ICC," katanya.
"[Namun], undang-undang pengadilan tersebut berurusan dengan masalah kekebalan bagi para pemimpin tertentu," lanjut dia.
"Pada akhirnya, keputusan berada di tangan otoritas kehakiman," imbuh Barrot.
ICC bulan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu, mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant, dan kepala militer Hamas Mohammed Deif atas tuduhan melakukan kejahatan perang. Netanyahu mengecam tindakan tersebut.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan surat perintah penangkapan tersebut mengikat dan harus dilaksanakan.
Namun, tidak seperti beberapa negara Eropa, Prancis sejauh ini mengambil sikap yang lebih hati-hati terhadap surat perintah tersebut.
Komentar Barrot menandai pertama kalinya seorang pejabat tinggi Prancis mengajukan kemungkinan kekebalan.
Sikap Prancis Memalukan
Laporan media Barat yang belum dikonfirmasi mengatakan bahwa Netanyahu dengan marah mengangkat masalah tersebut dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan mendesak Paris untuk tidak menegakkan keputusan ICC.
Prancis telah berperan penting dalam upaya untuk mengakhiri pertempuran di Timur Tengah dan, bersama Amerika Serikat, membantu menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah Lebanon yang mulai berlaku pada Rabu kemarin.
Pasal 27 Statuta Roma—dasar pembentukan ICC—menyatakan: "Kekebalan tidak boleh menghalangi Pengadilan untuk melaksanakan yurisdiksinya atas orang tersebut."
Namun, pasal 98 mengatakan: "Suatu negara tidak dapat bertindak tidak konsisten dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional berkenaan dengan kekebalan diplomatik seseorang."
Sikap Prancis terhadap potensi kekebalan bagi Netanyahu memicu beberapa reaksi keras, baik di dalam maupun luar negeri.
Amnesty International menyebut sikap Prancis "sangat bermasalah", dengan mengatakan hal itu bertentangan dengan kewajiban pemerintah sebagai anggota ICC.
"Daripada menyimpulkan bahwa terdakwa ICC dapat menikmati kekebalan, Prancis harus secara tegas mengonfirmasi penerimaannya terhadap tugas hukum yang tegas berdasarkan Statuta Roma untuk melaksanakan surat perintah penangkapan," kata Anne Savinel Barras, presiden Amnesty International Prancis.
Bos partai Hijau Prancis Marine Tondelier, yang menyebut sikap pemerintah "memalukan", mengatakan hal itu mungkin merupakan hasil kesepakatan antara para pemimpin Prancis dan Israel.
"Tentu saja itu kesepakatannya, bahwa Prancis akan disebutkan dalam pernyataan resmi yang mengumumkan gencatan senjata di Lebanon yang dipublikasikan oleh Prancis dan Amerika Serikat kemarin," katanya di X.
"Sekali lagi, Prancis berusaha keras untuk memenuhi tuntutan Benjamin Netanyahu agar memilihnya daripada keadilan internasional," katanya.
Sementara itu, Barrot memuji gencatan senjata tersebut sebagai keberhasilan besar bagi Prancis dan menyatakan harapannya bahwa hal itu akan menghasilkan "reformasi" Lebanon setelah bertahun-tahun dilanda krisis.
Gencatan senjata tersebut menyatakan: "Tentara Israel harus mundur dari Lebanon selatan dan digantikan oleh pengerahan besar-besaran angkatan bersenjata Lebanon."
"Dalam konteks ini, Prancis akan memainkan perannya sepenuhnya," kata Barrot.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda