Bos Media Arab Saudi Mundur setelah Sebut Yahya Sinwar dan Nasrallah Teroris
Kamis, 31 Oktober 2024 - 10:40 WIB
RIYADH - Direktur pemberitaan di jaringan televisi MBC milik Arab Saudi, Musaad al-Thubaity, telah mengajukan pengunduran diri.
Langkahnya itu menyusul reaksi keras publik Arab atas laporan kontroversial yang mencirikan pemimpin Hamas dan Hizbullah yang terbunuh sebagai "teroris".
Laporan tersebut, yang berjudul "Millennium of Salvation from Terrorists", mencap beberapa kelompok dan individu sebagai "wajah terorisme", termasuk para pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, dan kepala Hizbullah Hassan Nasrallah, yang semuanya dibunuh oleh Israel.
Laporan tersebut juga mencakup Qassem Soleimani, jenderal Iran yang terbunuh dalam serangan Amerika Serikat tahun 2020 di Baghdad, dan al-Qaeda serta mendiang pemimpinnya Osama bin Laden.
Laporan MBC itu memicu protes dan kemarahan dari publik negara-negara Arab, yang mendorong otoritas media Arab Saudi untuk memerintahkan penyelidikan terhadap MBC.
Pihak MBC mengakui laporan tersebut sudah melanggar kebijakan medianya. Laporan itu kini telah dihapus dari semua platform.
Menurut beberapa laporan di media Mesir dan Arab yang mengutip sumber informasi di internal MBC, pengunduran diri Thubaity diterima setelah dia ditemukan memiliki "otoritas utama dalam berita di dalam jaringan tersebut".
Di Irak, ratusan pengunjuk rasa menyerbu dan membakar kantor saluran tersebut di Baghdad setelah laporan itu muncul. Massa merekam diri mereka saat merusak peralatan dan menghancurkan komputer kantor MBC.
Tak lama setelah itu, regulator Irak menangguhkan izin operasi saluran tersebut karena "melanggar peraturan penyiaran media".
“Mengingat pelanggaran saluran satelit MBC terhadap peraturan penyiaran media melalui pelanggaran berulang dan serangannya terhadap para martir, pemimpin kemenangan, dan pemimpin perlawanan heroik yang berjuang demi kehormatan melawan entitas Zionis yang merampas kekuasaan, kami mengonfirmasi telah mengambil semua tindakan hukum yang diperlukan dan menangguhkannya dari operasi di Irak,” kata regulator Irak saat itu.
Meskipun ada spekulasi bahwa Arab Saudi dan Israel hampir meresmikan hubungan terbuka hingga perang Israel di Gaza dimulai, Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri Mohammed bin Salman baru-baru ini menyatakan bahwa pemerintahnya tidak akan melakukannya tanpa pembentukan Negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
"Perjuangan Palestina merupakan prioritas utama bagi Arab Saudi, dan kami tegaskan kembali penolakan dan kecaman keras kerajaan atas kejahatan yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina, dengan mengabaikan hukum internasional dan kemanusiaan dalam babak baru penderitaan yang pahit," katanya.
Namun, sebuah laporan di Atlantic mengutip pernyataan Mohammed bin Salman, secara pribadi, bahwa dia "secara pribadi tidak peduli dengan masalah Palestina" tetapi dia mengakui pentingnya masalah Palestina bagi publik Saudi.
Langkahnya itu menyusul reaksi keras publik Arab atas laporan kontroversial yang mencirikan pemimpin Hamas dan Hizbullah yang terbunuh sebagai "teroris".
Laporan tersebut, yang berjudul "Millennium of Salvation from Terrorists", mencap beberapa kelompok dan individu sebagai "wajah terorisme", termasuk para pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, dan kepala Hizbullah Hassan Nasrallah, yang semuanya dibunuh oleh Israel.
Baca Juga
Laporan tersebut juga mencakup Qassem Soleimani, jenderal Iran yang terbunuh dalam serangan Amerika Serikat tahun 2020 di Baghdad, dan al-Qaeda serta mendiang pemimpinnya Osama bin Laden.
Laporan MBC itu memicu protes dan kemarahan dari publik negara-negara Arab, yang mendorong otoritas media Arab Saudi untuk memerintahkan penyelidikan terhadap MBC.
Pihak MBC mengakui laporan tersebut sudah melanggar kebijakan medianya. Laporan itu kini telah dihapus dari semua platform.
Menurut beberapa laporan di media Mesir dan Arab yang mengutip sumber informasi di internal MBC, pengunduran diri Thubaity diterima setelah dia ditemukan memiliki "otoritas utama dalam berita di dalam jaringan tersebut".
Di Irak, ratusan pengunjuk rasa menyerbu dan membakar kantor saluran tersebut di Baghdad setelah laporan itu muncul. Massa merekam diri mereka saat merusak peralatan dan menghancurkan komputer kantor MBC.
Tak lama setelah itu, regulator Irak menangguhkan izin operasi saluran tersebut karena "melanggar peraturan penyiaran media".
“Mengingat pelanggaran saluran satelit MBC terhadap peraturan penyiaran media melalui pelanggaran berulang dan serangannya terhadap para martir, pemimpin kemenangan, dan pemimpin perlawanan heroik yang berjuang demi kehormatan melawan entitas Zionis yang merampas kekuasaan, kami mengonfirmasi telah mengambil semua tindakan hukum yang diperlukan dan menangguhkannya dari operasi di Irak,” kata regulator Irak saat itu.
Meskipun ada spekulasi bahwa Arab Saudi dan Israel hampir meresmikan hubungan terbuka hingga perang Israel di Gaza dimulai, Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri Mohammed bin Salman baru-baru ini menyatakan bahwa pemerintahnya tidak akan melakukannya tanpa pembentukan Negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
"Perjuangan Palestina merupakan prioritas utama bagi Arab Saudi, dan kami tegaskan kembali penolakan dan kecaman keras kerajaan atas kejahatan yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina, dengan mengabaikan hukum internasional dan kemanusiaan dalam babak baru penderitaan yang pahit," katanya.
Namun, sebuah laporan di Atlantic mengutip pernyataan Mohammed bin Salman, secara pribadi, bahwa dia "secara pribadi tidak peduli dengan masalah Palestina" tetapi dia mengakui pentingnya masalah Palestina bagi publik Saudi.
(mas)
tulis komentar anda