Prabowo Jadi Presiden, Rusia Berharap Dapat Kirim 11 Jet Tempur Su-35 ke Indonesia
Senin, 21 Oktober 2024 - 11:18 WIB
Berdasarkan perjanjian awal, Indonesia telah berencana untuk membeli 11 jet tempur Su-35, sebuah kesepakatan yang diharapkan akan dilaksanakan selama beberapa tahun.
Namun, dampak politik dari tindakan militer Rusia dan pengenaan sanksi internasional membuat Indonesia semakin sulit untuk bergerak maju.
Akibatnya, Indonesia telah mencari alternatif, menyeimbangkan kebutuhan pertahanannya dengan tekanan politik yang kompleks dan realitas keuangan.
Penangguhan kesepakatan tersebut tidak sepenuhnya mudah.
Beberapa pejabat Indonesia, seperti Duta Besar untuk Rusia Jose Tavares, bersikeras bahwa kontrak tersebut tidak pernah sepenuhnya dibatalkan tetapi hanya ditunda karena faktor eksternal, termasuk tantangan politik dan ekonomi.
Tavares mengisyaratkan bahwa jika iklim geopolitik menjadi lebih akomodatif, mungkin dengan pelonggaran sanksi Barat, Indonesia mungkin akan mempertimbangkan kembali kesepakatan tersebut.
Namun, situasinya masih jauh dari kata jelas. Mantan Kepala Angkatan Udara Indonesia Marsekal Udara Fadjar Prasetyo bahkan telah menyatakan kesepakatan tersebut secara efektif telah gagal, dengan mengutip proses akuisisi yang berlarut-larut dan ancaman sanksi Amerika Serikat yang membayangi sebagai penghalang utama.
Sejak membekukan kesepakatan pembelian Su-35, Indonesia telah menjajaki berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan pertahanan udaranya yang terus meningkat.
Alternatif-alternatif ini telah dipilih tidak hanya karena kemampuan operasionalnya tetapi juga mengingat hubungan diplomatik Indonesia yang tegang dan kendala keuangan untuk mempertahankan program pengadaan pertahanan berskala besar tersebut.
Salah satu pesaing terkuat untuk menggantikan Su-35 adalah F-15EX, versi terbaru dari jet tempur F-15 buatan Amerika.
Namun, dampak politik dari tindakan militer Rusia dan pengenaan sanksi internasional membuat Indonesia semakin sulit untuk bergerak maju.
Akibatnya, Indonesia telah mencari alternatif, menyeimbangkan kebutuhan pertahanannya dengan tekanan politik yang kompleks dan realitas keuangan.
Penangguhan kesepakatan tersebut tidak sepenuhnya mudah.
Beberapa pejabat Indonesia, seperti Duta Besar untuk Rusia Jose Tavares, bersikeras bahwa kontrak tersebut tidak pernah sepenuhnya dibatalkan tetapi hanya ditunda karena faktor eksternal, termasuk tantangan politik dan ekonomi.
Tavares mengisyaratkan bahwa jika iklim geopolitik menjadi lebih akomodatif, mungkin dengan pelonggaran sanksi Barat, Indonesia mungkin akan mempertimbangkan kembali kesepakatan tersebut.
Namun, situasinya masih jauh dari kata jelas. Mantan Kepala Angkatan Udara Indonesia Marsekal Udara Fadjar Prasetyo bahkan telah menyatakan kesepakatan tersebut secara efektif telah gagal, dengan mengutip proses akuisisi yang berlarut-larut dan ancaman sanksi Amerika Serikat yang membayangi sebagai penghalang utama.
Sejak membekukan kesepakatan pembelian Su-35, Indonesia telah menjajaki berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan pertahanan udaranya yang terus meningkat.
Alternatif-alternatif ini telah dipilih tidak hanya karena kemampuan operasionalnya tetapi juga mengingat hubungan diplomatik Indonesia yang tegang dan kendala keuangan untuk mempertahankan program pengadaan pertahanan berskala besar tersebut.
Salah satu pesaing terkuat untuk menggantikan Su-35 adalah F-15EX, versi terbaru dari jet tempur F-15 buatan Amerika.
tulis komentar anda