China Tembakkan Rudal Antarbenua ke Pasifik, Sekutu AS Ketir-ketir

Jum'at, 27 September 2024 - 10:54 WIB
China menguji tembak rudal balistik antarbenua (ICBM) ke Samudra Pasifik pada Rabu (25/9/2024). Beberapa sekutu AS cemas dengan manuver misil China tersebut. Foto/PLA/WeChat
BEIJING - China telah menguji tembak rudal balistik antarbenua (ICBM) ke Samudra Pasifik untuk pertama kalinya pada Rabu lalu. Manuver ini telah membuat sekutu-sekutu Amerika Serikat (AS) cemas.

Beijing tidak merinci jenis ICBM yang diuji tembak dan mengatakan misil itu ditembakkan dengan hulu ledak tiruan.

Namun, ICBM adalah misil yang dirancang untuk membawa hulu ledak nuklir ke target musuh.



Beijing telah meningkatkan pengembangan nuklirnya dan meningkatkan pengeluaran pertahanan dalam beberapa tahun terakhir, di mana Pentagon memperingatkan pada Oktober lalu bahwa China mengembangkan persenjataannya lebih cepat daripada yang diantisipasi Amerika Serikat.



China, kata Pentagon, memiliki lebih dari 500 hulu ledak nuklir operasional hingga Mei 2023 dan kemungkinan akan memiliki lebih dari 1.000 pada tahun 2030.

"Pasukan Roket militer China meluncurkan ICBM...yang membawa hulu ledak tiruan ke laut lepas di Samudra Pasifik pada pukul 08.44 pada tanggal 25 September, dan rudal tersebut jatuh ke wilayah laut yang diperkirakan pada hari Rabu," kata Kementerian Pertahanan China dalam sebuah pernyataan.

Seorang analis mengatakan kepada AFP, Jumat (27/9/2024),bahwa uji coba senjata semacam itu sangat jarang terjadi.

"Ini sangat tidak biasa dan mungkin pertama kalinya dalam beberapa dekade kita melihat uji coba seperti ini," kata Ankit Panda, peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace.

"(Uji coba) itu kemungkinan menunjukkan modernisasi nuklir China yang sedang berlangsung yang terwujud dalam persyaratan baru untuk pengujian," imbuh dia.

Sekutu AS Ketir-ketir



Namun, Kementerian Pertahanan China menyebut uji tembak ICBM itu sebagai "pengaturan rutin dalam rencana latihan tahunan kami."

"Itu sejalan dengan hukum internasional dan praktik internasional dan tidak ditujukan terhadap negara atau target mana pun," katanya.

Pentagon mengatakan Amerika Serikat menerima beberapa pemberitahuan lanjutan tentang uji coba ICBM China tersebut, menggambarkannya sebagai "langkah ke arah yang benar" yang membantu mencegah "salah persepsi atau salah perhitungan".

Namun Jepang, salah satu sekutu AS, mengaku tidak diberi pemberitahuan sebelumnya dari pihak China, dengan juru bicara pemerintah menambahkan bahwa eskalasi militer Beijing merupakan "kekhawatiran serius".

Sekutu AS lainnya, Australia, mengatakan pihaknya tengah mencari penjelasan atas peluncuran ICBM China.

"[Australia] prihatin dengan tindakan apa pun yang dapat mengganggu stabilitas dan meningkatkan risiko salah perhitungan di kawasan tersebut," kata pemerintah Australia.

Selandia Baru juga mengatakan peluncuran rudal tersebut, yang mendarat di Pasifik Selatan, merupakan "perkembangan yang tidak diharapkan dan mengkhawatirkan".

Seorang juru bicara Menteri Luar Negeri Selandia Baru mengatakan pihaknya berjanji akan berkonsultasi lebih lanjut dengan sekutu-sekutu Pasifik saat rinciannya menjadi jelas.

Beijing pertama kali menguji coba ICBM ke Pasifik Selatan pada 1980-an.

Namun sejak saat itu, Panda mengatakan kepada AFP, pihaknya biasanya melakukan uji coba semacam itu di wilayah udaranya sendiri.

Amerika Serikat dan China mengadakan pembicaraan langka tentang pengendalian senjata nuklir pada November, sebagai bagian dari upaya untuk meredakan ketidakpercayaan menjelang pertemuan puncak antara kedua pemimpin; Joe Biden dan Xi Jinping.

Namun pada Juli, Beijing mengatakan telah menangguhkan negosiasi dengan Amerika Serikat tentang nonproliferasi nuklir dan pengendalian senjata sebagai tanggapan atas penjualan senjata Washington ke Taiwan.

Dalam laporan tahunan, Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm mencantumkan China sebagai negara dengan persediaan hulu ledak nuklir terbesar ketiga di dunia, setelah Rusia dan Amerika Serikat.

Beijing mengumumkan tahun ini akan meningkatkan anggaran pertahanannya—terbesar kedua di dunia—sebesar 7,2 persen.

Peningkatan itu terjadi saat China semakin gencar bersitegang dengan Amerika Serikat dan mitra-mitra regionalnya dari Laut China Selatan hingga Taiwan.

Pejabat militer senior dari China dan Amerika Serikat mengadakan pembicaraan mendalam bulan ini sebagai bagian dari upaya kedua negara untuk menghindari ketegangan yang lebih luas yang meningkat menjadi konflik.

Sejak uji coba senjata atom pertamanya pada tahun 1964, China merasa puas mempertahankan persenjataan yang relatif sederhana dan menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah menjadi yang pertama menggunakan senjata nuklir dalam konflik.

Di bawah Presiden Xi Jinping dalam beberapa tahun terakhir, China telah memulai gerakan modernisasi militer besar-besaran yang mencakup peningkatan senjata nuklirnya untuk tidak hanya menghalangi musuh tetapi juga mampu melakukan serangan balik.

Namun, Pasukan Roket China, yang melaksanakan uji coba pada hari Rabu dan mengawasi persenjataan nuklir negara itu, juga telah menjadi sasaran kampanye antikorupsi yang agresif dan luas.

Beijing mengumumkan pada bulan Juli bahwa Sun Jinming, mantan kepala staf pasukan tersebut, telah ditempatkan di bawah pengawasan.

Pimpinannya, Li Yuchao, diganti Juli lalu.

Kemudian Li Shangfu dipecat tahun lalu setelah hanya tujuh bulan menjabat sebagai menteri pertahanan.

Jenderal lain yang dipermalukan termasuk Wei Fenghe, yang pernah memimpin Pasukan Roket dan kemudian menjadi menteri pertahanan China dari 2018 hingga 2023.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More