Rusia Diduga Eksekusi Tentara Ukraina, Pedang Bertuliskan 'untuk Kursk' Tertancap di Dada
Kamis, 19 September 2024 - 11:41 WIB
KYIV - Seorang tentara Ukraina tewas diduga dieksekusi oleh pasukan Rusia dengan pedang bertuliskan "untuk Kursk" tertancap di dadanya.
Pemerintah Kyiv meluncurkan investigasi atas apa yang mereka sebut sebagai "aksi barbarisme lain" oleh Moskow.
Foto tentara Kyiv yang diduga dieksekusi itu telah viral di Telegram, memicu gelombang kemarahan di antara warga Ukraina yang telah menyerukan dorongan baru untuk mengadili militer Rusia atas kejahatan perang.
Foto tersebut menunjukkan tentara Kyiv berbaring telentang di jalan yang dipenuhi puing-puing, dengan pedang bergaya abad pertengahan tertancap di dadanya. Pergelangan tangannya yang berlumuran darah tampak diikat dengan lakban.
Dugaan eksekusi tersebut kemungkinan sebagai balasan atas serangan Ukraina baru-baru ini ke wilayah perbatasan Rusia di Kursk, yang menandai invasi asing pertama ke wilayah Rusia sejak Perang Dunia II.
Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin mengutuk dugaan eksekusi tersebut.
"Rusia melanjutkan kebijakannya yang disengaja untuk melenyapkan semua yang berbau Ukraina, menunjukkan kekejamannya yang brutal di seluruh dunia, dan dengan sinis mengabaikan nilai dan norma dunia yang beradab," kata Kostin dalam sebuah unggahan di X.
Kantornya mengonfirmasi telah memulai penyelidikan kriminal atas dugaan eksekusi tersebut.
Menurut penilaian awal, insiden itu terjadi di Novohrodivka, yang terletak di wilayah Donetsk, Ukraina timur.
Komisaris Hak Asasi Manusia Ukraina Dmytro Lubinets mengatakan bahwa dugaan eksekusi tersebut merupakan pelanggaran Konvensi Jenewa tentang Perlakuan terhadap Tahanan Perang, yang melarang penyiksaan dan mengamanatkan perlindungan tahanan dari kekerasan.
"Tingkat kebiadaban dan haus darah tidak mungkin dipahami," tulis Lubinets di saluran Telegramnya.
Kremlin belum mengomentari dugaan eksekusi tersebut.
Ukraina saat ini sedang menyelidiki sekitar 130.000 kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh pasukan Rusia sejak invasi skala penuh dimulai pada Februari 2022.
Kostin menyebutkan pada bulan Juni bahwa kejahatan perang tersebut merupakan bagian dari upaya Kyiv yang lebih luas untuk mendokumentasikan tindakan Rusia.
Para aktivis hak asasi manusia percaya skala penuh dari dugaan pelanggaran tersebut hanya akan terungkap di masa depan yang jauh dan telah mendorong kekuatan internasional untuk meningkatkan upaya dalam mengidentifikasi para pelaku.
Sementara itu, Rusia telah mengintensifkan upayanya untuk mengusir pasukan Ukraina dari Kursk saat Presiden Vladimir Putin berusaha untuk mengembangkan militer negaranya menjadi yang terbesar kedua di dunia, setelah China.
Rusia juga membuat kemajuan yang lambat menuju Pokrovsk, yang terletak di barat laut Novohrodivka, tempat dugaan eksekusi dengan pedang itu terjadi.
Dalam pembaruan militer pada hari Kamis (19/9/2024), Ukraina melaporkan telah menggagalkan 40 serangan Rusia di dekat Pokrovsk selama 24 jam sebelumnya, dengan pertempuran paling sengit terjadi di dekat Hrodivka dan Novohrodivka.
Pemerintah Kyiv meluncurkan investigasi atas apa yang mereka sebut sebagai "aksi barbarisme lain" oleh Moskow.
Foto tentara Kyiv yang diduga dieksekusi itu telah viral di Telegram, memicu gelombang kemarahan di antara warga Ukraina yang telah menyerukan dorongan baru untuk mengadili militer Rusia atas kejahatan perang.
Foto tersebut menunjukkan tentara Kyiv berbaring telentang di jalan yang dipenuhi puing-puing, dengan pedang bergaya abad pertengahan tertancap di dadanya. Pergelangan tangannya yang berlumuran darah tampak diikat dengan lakban.
Dugaan eksekusi tersebut kemungkinan sebagai balasan atas serangan Ukraina baru-baru ini ke wilayah perbatasan Rusia di Kursk, yang menandai invasi asing pertama ke wilayah Rusia sejak Perang Dunia II.
Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin mengutuk dugaan eksekusi tersebut.
"Rusia melanjutkan kebijakannya yang disengaja untuk melenyapkan semua yang berbau Ukraina, menunjukkan kekejamannya yang brutal di seluruh dunia, dan dengan sinis mengabaikan nilai dan norma dunia yang beradab," kata Kostin dalam sebuah unggahan di X.
Kantornya mengonfirmasi telah memulai penyelidikan kriminal atas dugaan eksekusi tersebut.
Menurut penilaian awal, insiden itu terjadi di Novohrodivka, yang terletak di wilayah Donetsk, Ukraina timur.
Komisaris Hak Asasi Manusia Ukraina Dmytro Lubinets mengatakan bahwa dugaan eksekusi tersebut merupakan pelanggaran Konvensi Jenewa tentang Perlakuan terhadap Tahanan Perang, yang melarang penyiksaan dan mengamanatkan perlindungan tahanan dari kekerasan.
"Tingkat kebiadaban dan haus darah tidak mungkin dipahami," tulis Lubinets di saluran Telegramnya.
Kremlin belum mengomentari dugaan eksekusi tersebut.
Ukraina saat ini sedang menyelidiki sekitar 130.000 kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh pasukan Rusia sejak invasi skala penuh dimulai pada Februari 2022.
Kostin menyebutkan pada bulan Juni bahwa kejahatan perang tersebut merupakan bagian dari upaya Kyiv yang lebih luas untuk mendokumentasikan tindakan Rusia.
Para aktivis hak asasi manusia percaya skala penuh dari dugaan pelanggaran tersebut hanya akan terungkap di masa depan yang jauh dan telah mendorong kekuatan internasional untuk meningkatkan upaya dalam mengidentifikasi para pelaku.
Sementara itu, Rusia telah mengintensifkan upayanya untuk mengusir pasukan Ukraina dari Kursk saat Presiden Vladimir Putin berusaha untuk mengembangkan militer negaranya menjadi yang terbesar kedua di dunia, setelah China.
Rusia juga membuat kemajuan yang lambat menuju Pokrovsk, yang terletak di barat laut Novohrodivka, tempat dugaan eksekusi dengan pedang itu terjadi.
Dalam pembaruan militer pada hari Kamis (19/9/2024), Ukraina melaporkan telah menggagalkan 40 serangan Rusia di dekat Pokrovsk selama 24 jam sebelumnya, dengan pertempuran paling sengit terjadi di dekat Hrodivka dan Novohrodivka.
(mas)
tulis komentar anda