Inggris Setop Sekitar 30 Lisensi Ekspor Senjata ke Israel, 350 Lisensi Masih Berlaku
Selasa, 03 September 2024 - 20:30 WIB
LONDON - Inggris menangguhkan sekitar 30 lisensi ekspor senjata ke Israel karena kekhawatiran bahwa peralatan itu digunakan untuk melanggar hukum humaniter internasional.
Langkah tersebut diumumkan Kantor Luar Negeri Inggris pada Senin (2/9/2024).
“Penangguhan tersebut akan berlaku untuk sekitar 30 item yang saat ini digunakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza,” ungkap pernyataan Kantor Luar Negeri Inggris.
Daftar item tersebut mencakup komponen pesawat dan drone, serta peralatan yang memungkinkan militer Israel memilih target di daerah kantong Palestina tersebut.
Komponen buatan Inggris untuk jet tempur F-35 tidak akan disertakan, pernyataan tersebut mencatat.
Menteri Perdagangan dan Bisnis Inggris Jonathan Reynolds menambahkan Inggris akan mempertahankan "komitmen penting" terhadap program tersebut, di mana Israel telah menerima 36 pesawat tempur generasi terbaru.
“Penangguhan tersebut tidak akan mengubah dukungan teguh Inggris terhadap keamanan Israel, dan keputusan tersebut akan terus ditinjau,” bunyi pernyataan tersebut, yang menunjukkan sisa dari 350 lisensi ekspor Inggris ke Israel tetap tidak terpengaruh.
Pemerintah Partai Buruh Inggris meluncurkan peninjauan atas lisensi-lisensi ini tak lama setelah berkuasa pada bulan Juli, dengan Menteri Luar Negeri David Lammy melakukan perjalanan ke Israel dua kali dalam beberapa bulan sejak itu untuk mengangkat masalah tersebut dengan rekan-rekannya di Tel Aviv.
Pemerintah Inggris sejak itu menyimpulkan ada “kekhawatiran serius tentang aspek kepatuhan Israel” terhadap hukum humaniter internasional, dan “risiko yang jelas bahwa barang-barang yang diekspor ke Israel berdasarkan 30 lisensi ini dapat digunakan dalam pelanggaran serius” terhadap hukum tersebut.
Pernyataan Kantor Luar Negeri Inggris tidak menuduh Israel melakukan pelanggaran hukum humaniter tertentu.
Namun, pasukan kolonial Israel (IDF) telah berulang kali dituduh tidak peduli terhadap korban sipil dan secara eksplisit menargetkan warga sipil di Gaza.
Pada Mei, laporan Departemen Luar Negeri AS menemukan "wajar untuk menilai" bahwa pasukan Israel menggunakan senjata buatan Amerika dengan cara yang "tidak konsisten dengan kewajibannya...untuk mengurangi kerugian warga sipil."
Departemen Luar Negeri AS mengutip beberapa insiden di mana sejumlah besar warga sipil Palestina tewas dalam serangan udara Israel.
Setelah laporan tersebut dipublikasikan, Presiden AS Joe Biden menghentikan pengiriman senjata tertentu, termasuk bom tanpa kendali seberat 2.000 pon, ke Israel.
Hingga hari Senin, Israel telah merenggut nyawa hampir 41.000 orang Palestina di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut angka terbaru dari kementerian kesehatan daerah kantong tersebut.
Pemerintah Inggris mengatakan penjualan pertahanan ke Israel bernilai sekitar 42 juta poundsterling (USD53 juta) pada tahun 2022.
Menurut Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, Inggris telah menyetujui setidaknya 474 juta poundsterling (USD560 juta) dalam ekspor ke Israel sejak tahun 2015.
Langkah tersebut diumumkan Kantor Luar Negeri Inggris pada Senin (2/9/2024).
“Penangguhan tersebut akan berlaku untuk sekitar 30 item yang saat ini digunakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza,” ungkap pernyataan Kantor Luar Negeri Inggris.
Daftar item tersebut mencakup komponen pesawat dan drone, serta peralatan yang memungkinkan militer Israel memilih target di daerah kantong Palestina tersebut.
Komponen buatan Inggris untuk jet tempur F-35 tidak akan disertakan, pernyataan tersebut mencatat.
Menteri Perdagangan dan Bisnis Inggris Jonathan Reynolds menambahkan Inggris akan mempertahankan "komitmen penting" terhadap program tersebut, di mana Israel telah menerima 36 pesawat tempur generasi terbaru.
“Penangguhan tersebut tidak akan mengubah dukungan teguh Inggris terhadap keamanan Israel, dan keputusan tersebut akan terus ditinjau,” bunyi pernyataan tersebut, yang menunjukkan sisa dari 350 lisensi ekspor Inggris ke Israel tetap tidak terpengaruh.
Pemerintah Partai Buruh Inggris meluncurkan peninjauan atas lisensi-lisensi ini tak lama setelah berkuasa pada bulan Juli, dengan Menteri Luar Negeri David Lammy melakukan perjalanan ke Israel dua kali dalam beberapa bulan sejak itu untuk mengangkat masalah tersebut dengan rekan-rekannya di Tel Aviv.
Pemerintah Inggris sejak itu menyimpulkan ada “kekhawatiran serius tentang aspek kepatuhan Israel” terhadap hukum humaniter internasional, dan “risiko yang jelas bahwa barang-barang yang diekspor ke Israel berdasarkan 30 lisensi ini dapat digunakan dalam pelanggaran serius” terhadap hukum tersebut.
Pernyataan Kantor Luar Negeri Inggris tidak menuduh Israel melakukan pelanggaran hukum humaniter tertentu.
Namun, pasukan kolonial Israel (IDF) telah berulang kali dituduh tidak peduli terhadap korban sipil dan secara eksplisit menargetkan warga sipil di Gaza.
Pada Mei, laporan Departemen Luar Negeri AS menemukan "wajar untuk menilai" bahwa pasukan Israel menggunakan senjata buatan Amerika dengan cara yang "tidak konsisten dengan kewajibannya...untuk mengurangi kerugian warga sipil."
Departemen Luar Negeri AS mengutip beberapa insiden di mana sejumlah besar warga sipil Palestina tewas dalam serangan udara Israel.
Setelah laporan tersebut dipublikasikan, Presiden AS Joe Biden menghentikan pengiriman senjata tertentu, termasuk bom tanpa kendali seberat 2.000 pon, ke Israel.
Hingga hari Senin, Israel telah merenggut nyawa hampir 41.000 orang Palestina di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut angka terbaru dari kementerian kesehatan daerah kantong tersebut.
Pemerintah Inggris mengatakan penjualan pertahanan ke Israel bernilai sekitar 42 juta poundsterling (USD53 juta) pada tahun 2022.
Menurut Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, Inggris telah menyetujui setidaknya 474 juta poundsterling (USD560 juta) dalam ekspor ke Israel sejak tahun 2015.
(sya)
tulis komentar anda