Pemberontak Mali Bantai Puluhan Tentara Bayaran Rusia, Komandan Wagner Minta Bantuan Putin

Selasa, 30 Juli 2024 - 08:54 WIB
Kelompok pemberontak Mali membantai puluhan tentara bayaran Rusia dalam penyergapan dahsyat. Komandan tentara bayaran Wagner Group Rusia kini minta bantuan pemerintah Presiden Vladimir Putin. Foto/East2West
BAMAKO - Sekitar 80 tentara bayaran Wagner Group Rusia dan pasukan pemerintah Mali tewas dalam penyergapan pasukan pemberontak Tuareg di dekat perbatasan Mali-Aljazair.

Komandan Wagner kini minta bantuan pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin.

Rekaman video yang diunggah di media sosial menunjukkan puluhan tentara bayaran Wagner dan personel militer Mali tewas di pinggiran desa Tinzawaten pada akhir pekan lalu. Lebih dari selusin orang diculik selama serangan tersebut.



Saluran Telegram yang terkait dengan Wagner, Voenkor Kotenok, merilis pernyataan pada hari Senin yang mengatakan penyergapan itu terjadi setelah pertempuran sengit dengan pemberontak Tuareg dan anggota kelompok jihad JNIM.



Menurut saluran tersebut, Wagner menangkis pasukan pemberontak pada awalnya, tetapi badai pasir memungkinkan suku Tuareg untuk berkumpul kembali dan meningkatkan serangan mereka menggunakan senjata berat, pesawat nirawak, dan alat peledak rakitan.

Setelah penyergapan, seorang komandan Wagner yang pernah bertugas di unit penyerangan ke-13 kelompok tentara bayaran Rusia memberi tahu 208.000 pengikutnya di Telegram bahwa dia telah mengeluarkan permohonan langsung ke Moskow untuk meminta bantuan.

"Menurut informasi saya, lebih dari 80 orang tewas dan lebih dari 15 orang ditawan dalam operasi ini," bunyi postingan komandan tersebut dengan tanda panggilan Rusich.

"Ini menyangkut kawan-kawan Rusia dan personel militer kita yang mewakili kepentingan Rusia," imbuh dia, seperti dikutip Newsweek, Selasa (30/7/2024).

Administrator saluran Telegram militer terkemuka "Grey Zone", Nikita Fedyanin, dilaporkan tewas dan helikopter Mi-24 milik Wagner jatuh dalam penyergapan tersebut.

Rusich mengatakan bahwa dia telah menghubungi pasukan khusus Rusia serta Korps Afrika—kelompok yang dibentuk untuk membawa tentara bayaran Rusia di bawah kendali Kremlin setelah kematian pendiri Wagner Yevgeny Prigozhin.

"Saya hanya meminta bantuan dari Kementerian Pertahanan dan dari pemerintah Ibu Pertiwi untuk membantu," katanya.

"Serangan itu sangat signifikan dan menunjukkan peningkatan kemampuan suku Tuareg," kata Olayinka Ajala, seorang pakar Afrika Barat dan dosen senior politik dan hubungan internasional di Universitas Leeds Beckett di Inggris.

Ajala mengatakan ada laporan yang belum dikonfirmasi bahwa suku Tuareg sekarang didukung oleh militer Prancis. "Dan mereka membangun aliansi dengan pasukan terkait al-Qaeda," katanya.

"Ini mirip dengan apa yang terjadi pada tahun 2012 dengan suku Tuareg," katanya kepada Newsweek.

"Saya rasa akan ada serangan udara besar-besaran di daerah itu dalam beberapa hari ke depan dengan korban sipil."

Selain berperan dalam invasi skala penuh Rusia ke Ukraina, Wagner memberi Kremlin jejak di Afrika yang diklaim menawarkan perlindungan kepada pemerintah terhadap ancaman kudeta dengan imbalan akses ke sumber daya alam.

Saluran Telegram independen Sirena mengatakan Wagner telah berada di Mali sejak 2021 ketika junta militer berkuasa di negara itu, yang mana kelompok tersebut membantu mempertahankan kekuasaannya, meskipun otoritas negara tersebut mengatakan mereka adalah "instruktur" yang melatih militer.

Dikatakan juga bahwa penyergapan pada akhir pekan tersebut mungkin telah menimbulkan jumlah korban terbanyak pada Wagner dalam satu pertempuran sejak 2018 ketika Angkatan Udara AS menembaki kelompok tersebut di Suriah.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More