Houthi Umumkan Babak Baru Perang Melawan Israel, Desak Negara Arab dan Muslim Bersatu
Senin, 29 Juli 2024 - 09:41 WIB
SANAA - Kelompok Houthi mengatakan Yaman telah memasuki babak baru dalam perangnya melawan Israel. Kelompok itu kemudian mendesak negara-negara Arab dan Muslim bersatu dan membantu melancarkan upaya mereka.
Anggota biro politik Houthi Ali al-Qahoum menyampaikan hal itu kepada Sputnik, Senin (29/7/2024).
"Yaman dan pemimpinnya memasuki tahap konflik baru, aliansi baru sedang diciptakan tanpa garis merah," kata Al-Qahoum.
Houthi selama ini mengeklaim sebagai representasi pemerintah sah Yaman meski komunitas internasional masih mengakui pemerintah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi sebagai otoritas sah Yaman.
"Selama Israel ada, tidak akan ada perdamaian—ini adalah pertempuran eksistensial. Sudah waktunya untuk menyatukan orang Arab dan Muslim, menggunakan peluang mereka dan berdiri bersama dalam pertempuran ini untuk melestarikan identitas Islam dan Arabisme dalam menghadapi tantangan, bahaya, dan proyek Setan Besar yang diwakili oleh Amerika dan Israel," kata pejabat Houthi.
Sebutan Setan Besar itu merupakan julukan hinaan yang berasal dari Revolusi Islam 1979 di Iran dan biasanya merujuk ke Amerika Serikat.
Retorika al-Qahoum menandakan peningkatan tajam dalam posisi milisi Houthi. Kelompok ini telah melakukan blokade Laut Merah dan serangan rudal terhadap Israel sejak Oktober lalu, yang bermaksud membela Palestina dengan tujuan menghentikan perang brural Zionis di Gaza.
Pada Maret lalu, al-Qahoum mengatakan bahwa Houthi bekerja sama dengan negara-negara yang sedang bangkit di dunia untuk "menenggelamkan" Amerika dan Barat dalam lumpur di sekitar Laut Merah.
"Agar mereka terpuruk, melemah, dan tidak mampu mempertahankan unipolaritas," katanya.
Ketegangan antara Houthi dan Israel meningkat drastis selama seminggu terakhir setelah milisi tersebut menerbangkan pesawat tempur nirawak jarak jauh ke Tel Aviv pada 19 Juli, menghindari pertahanan udara Israel. Satu orang tewas dalam serangan itu, dan sekitar 10 lainnya terluka.
Israel kemudian meluncurkan serangan jet tempur siluman F-35I dengan menargetkan kota pelabuhan Hodeidah, Yaman, pada 20 Juli. Serangan Israel menewaskan sembilan orang dan 87 lainnya terluka.
Kelompok Houthi telah bersumpah untuk menanggapi eskalasi tersebut, dengan juru bicara Houthi Mohammed Abdulsalam mengatakan pekan lalu; "Agresi brutal Israel hanya akan meningkatkan tekad dan keteguhan rakyat Yaman dan pasukan bersenjata mereka yang berani, yang akan terus melanjutkan dan meningkatkan dukungan mereka untuk Gaza."
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis lalu, pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi bersumpah bahwa respons Yaman "tidak dapat dihindari".
Anggota biro politik Houthi Ali al-Qahoum menyampaikan hal itu kepada Sputnik, Senin (29/7/2024).
"Yaman dan pemimpinnya memasuki tahap konflik baru, aliansi baru sedang diciptakan tanpa garis merah," kata Al-Qahoum.
Houthi selama ini mengeklaim sebagai representasi pemerintah sah Yaman meski komunitas internasional masih mengakui pemerintah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi sebagai otoritas sah Yaman.
"Selama Israel ada, tidak akan ada perdamaian—ini adalah pertempuran eksistensial. Sudah waktunya untuk menyatukan orang Arab dan Muslim, menggunakan peluang mereka dan berdiri bersama dalam pertempuran ini untuk melestarikan identitas Islam dan Arabisme dalam menghadapi tantangan, bahaya, dan proyek Setan Besar yang diwakili oleh Amerika dan Israel," kata pejabat Houthi.
Sebutan Setan Besar itu merupakan julukan hinaan yang berasal dari Revolusi Islam 1979 di Iran dan biasanya merujuk ke Amerika Serikat.
Retorika al-Qahoum menandakan peningkatan tajam dalam posisi milisi Houthi. Kelompok ini telah melakukan blokade Laut Merah dan serangan rudal terhadap Israel sejak Oktober lalu, yang bermaksud membela Palestina dengan tujuan menghentikan perang brural Zionis di Gaza.
Pada Maret lalu, al-Qahoum mengatakan bahwa Houthi bekerja sama dengan negara-negara yang sedang bangkit di dunia untuk "menenggelamkan" Amerika dan Barat dalam lumpur di sekitar Laut Merah.
"Agar mereka terpuruk, melemah, dan tidak mampu mempertahankan unipolaritas," katanya.
Ketegangan antara Houthi dan Israel meningkat drastis selama seminggu terakhir setelah milisi tersebut menerbangkan pesawat tempur nirawak jarak jauh ke Tel Aviv pada 19 Juli, menghindari pertahanan udara Israel. Satu orang tewas dalam serangan itu, dan sekitar 10 lainnya terluka.
Israel kemudian meluncurkan serangan jet tempur siluman F-35I dengan menargetkan kota pelabuhan Hodeidah, Yaman, pada 20 Juli. Serangan Israel menewaskan sembilan orang dan 87 lainnya terluka.
Kelompok Houthi telah bersumpah untuk menanggapi eskalasi tersebut, dengan juru bicara Houthi Mohammed Abdulsalam mengatakan pekan lalu; "Agresi brutal Israel hanya akan meningkatkan tekad dan keteguhan rakyat Yaman dan pasukan bersenjata mereka yang berani, yang akan terus melanjutkan dan meningkatkan dukungan mereka untuk Gaza."
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis lalu, pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi bersumpah bahwa respons Yaman "tidak dapat dihindari".
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda