Israel Jadikan Air sebagai Senjata dalam Operasi Militer di Gaza
Jum'at, 19 Juli 2024 - 15:01 WIB
GAZA - Israel secara sistematis menggunakan air sebagai senjata perang melawan warga Palestina di Gaza, menunjukkan ketidakpedulian terhadap kehidupan manusia dan melanggar hukum internasional.
Pernyataan tegas itu diungkap dalam laporan baru Oxfam yang diterbitkan Kamis (18/7/2024), Anadolu Agency melaporkan.
“Pemerintah Israel telah menggunakan perampasan air untuk merendahkan martabat dan pada akhirnya mengancam kehidupan warga Palestina sejak Perjanjian Oslo 1993," ungkap Oxfam.
Oxfam menegaskan, “Penghancuran hampir total infrastruktur air dan sanitasi Gaza oleh militer Israel telah berkontribusi secara signifikan terhadap kemerosotan kondisi kehidupan yang dahsyat di Gaza."
“Pasokan air telah berkurang hingga 94% yang berarti kurang dari 5 liter sehari per orang, atau kurang dari satu kali penyiraman toilet, yang hanya kurang dari sepertiga dari jumlah minimum yang direkomendasikan dalam keadaan darurat,” ungkap laporan tersebut.
Hal ini telah menarik perhatian banyak ahli hukum dan air internasional, banyak di antaranya telah menyatakan Tel Aviv telah menjadikan air sebagai senjata dengan taktik dan kebijakan militer yang telah merampas air dan sanitasi warga Palestina.
“Tindakan Israel telah merampas seluruh penduduk Gaza dari layanan air dan sanitasi yang menyelamatkan nyawa, sehingga menimbulkan ancaman langsung dan jangka panjang yang tak terelakkan bagi kesehatan dan kelangsungan hidup masyarakat,” papar Oxfam memperingatkan.
Hal ini terjadi ketika Israel juga dituduh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi hak asasi manusia lainnya menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
“Kurangnya air bersih dan sanitasi menyebabkan seperempat penduduk Gaza jatuh sakit akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah,” ungkap Oxfam.
Lembaga amal dunia itu juga mencatat pemerintah Israel memicu kekurangan air dengan memutus pasokan air eksternal, menghancurkan fasilitas air, dan dengan sengaja menghalangi bantuan untuk sampai ke warga Palestina di Gaza.
Tindakan-tindakan ini secara kolektif, dan dikombinasikan dengan pemboman terus-menerus oleh Israel, telah menghancurkan kapasitas para pelaku kemanusiaan untuk menyediakan layanan darurat yang menyelamatkan nyawa bagi warga Gaza, dan melumpuhkan upaya untuk memulihkan produksi air.
“Tindakan-tindakan tersebut juga telah menyebabkan kontaminasi yang meluas oleh limbah, yang mengancam nyawa warga Palestina,” ungkap lembaga tersebut.
Sejak dimulainya perang brutal Israel di Gaza, lima lokasi infrastruktur air telah rusak setiap tiga hari, sementara 70% dari semua pompa pembuangan limbah dan 100% dari semua pabrik pengolahan air limbah juga telah hancur, menurut Oxfam.
Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB awal tahun ini memperingatkan Israel menyandera seluruh penduduk Jalur Gaza.
Pernyataan dari pejabat Israel menunjukkan niat mereka memanfaatkan penyediaan kebutuhan pokok, termasuk makanan, obat-obatan, air, bahan bakar, dan listrik, untuk menyandera seluruh penduduk Jalur Gaza guna mengejar tujuan politik dan militer.
Menurut Oxfam, dampaknya terhadap kesehatan masyarakat di Gaza sangat dahsyat, dengan kasus penyakit yang ditularkan melalui air yang dilaporkan meroket.
Oxfam meminta para pejabat Israel mengakhiri pengepungan dan mencabut blokade terhadap Gaza untuk memungkinkan akses tanpa hambatan dan berkelanjutan terhadap bantuan kemanusiaan, khususnya untuk makanan, air bersih, sanitasi, dan tempat tinggal.
Lembaga amal tersebut mendesak masyarakat internasional mengambil tindakan tegas “untuk menegakkan keadilan dan hak asasi manusia, mencegah penderitaan lebih lanjut, dan melindungi hak-hak warga Palestina di Gaza, termasuk yang tercantum dalam Konvensi Jenewa dan Genosida.”
Sejak Tel Aviv melancarkan perang brutalnya pada 7 Oktober, sedikitnya 38.800 warga Palestina telah tewas di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan 89.364 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat di Gaza.
Lebih dari sembilan bulan dalam perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang putusan terbarunya memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang penjajah Zionis pada 6 Mei.
Pernyataan tegas itu diungkap dalam laporan baru Oxfam yang diterbitkan Kamis (18/7/2024), Anadolu Agency melaporkan.
“Pemerintah Israel telah menggunakan perampasan air untuk merendahkan martabat dan pada akhirnya mengancam kehidupan warga Palestina sejak Perjanjian Oslo 1993," ungkap Oxfam.
Oxfam menegaskan, “Penghancuran hampir total infrastruktur air dan sanitasi Gaza oleh militer Israel telah berkontribusi secara signifikan terhadap kemerosotan kondisi kehidupan yang dahsyat di Gaza."
“Pasokan air telah berkurang hingga 94% yang berarti kurang dari 5 liter sehari per orang, atau kurang dari satu kali penyiraman toilet, yang hanya kurang dari sepertiga dari jumlah minimum yang direkomendasikan dalam keadaan darurat,” ungkap laporan tersebut.
Hal ini telah menarik perhatian banyak ahli hukum dan air internasional, banyak di antaranya telah menyatakan Tel Aviv telah menjadikan air sebagai senjata dengan taktik dan kebijakan militer yang telah merampas air dan sanitasi warga Palestina.
“Tindakan Israel telah merampas seluruh penduduk Gaza dari layanan air dan sanitasi yang menyelamatkan nyawa, sehingga menimbulkan ancaman langsung dan jangka panjang yang tak terelakkan bagi kesehatan dan kelangsungan hidup masyarakat,” papar Oxfam memperingatkan.
Hal ini terjadi ketika Israel juga dituduh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi hak asasi manusia lainnya menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
“Kurangnya air bersih dan sanitasi menyebabkan seperempat penduduk Gaza jatuh sakit akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah,” ungkap Oxfam.
Lembaga amal dunia itu juga mencatat pemerintah Israel memicu kekurangan air dengan memutus pasokan air eksternal, menghancurkan fasilitas air, dan dengan sengaja menghalangi bantuan untuk sampai ke warga Palestina di Gaza.
Tindakan-tindakan ini secara kolektif, dan dikombinasikan dengan pemboman terus-menerus oleh Israel, telah menghancurkan kapasitas para pelaku kemanusiaan untuk menyediakan layanan darurat yang menyelamatkan nyawa bagi warga Gaza, dan melumpuhkan upaya untuk memulihkan produksi air.
“Tindakan-tindakan tersebut juga telah menyebabkan kontaminasi yang meluas oleh limbah, yang mengancam nyawa warga Palestina,” ungkap lembaga tersebut.
Sejak dimulainya perang brutal Israel di Gaza, lima lokasi infrastruktur air telah rusak setiap tiga hari, sementara 70% dari semua pompa pembuangan limbah dan 100% dari semua pabrik pengolahan air limbah juga telah hancur, menurut Oxfam.
Seluruh Penduduk Gaza Disandera
Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB awal tahun ini memperingatkan Israel menyandera seluruh penduduk Jalur Gaza.
Pernyataan dari pejabat Israel menunjukkan niat mereka memanfaatkan penyediaan kebutuhan pokok, termasuk makanan, obat-obatan, air, bahan bakar, dan listrik, untuk menyandera seluruh penduduk Jalur Gaza guna mengejar tujuan politik dan militer.
Menurut Oxfam, dampaknya terhadap kesehatan masyarakat di Gaza sangat dahsyat, dengan kasus penyakit yang ditularkan melalui air yang dilaporkan meroket.
Oxfam meminta para pejabat Israel mengakhiri pengepungan dan mencabut blokade terhadap Gaza untuk memungkinkan akses tanpa hambatan dan berkelanjutan terhadap bantuan kemanusiaan, khususnya untuk makanan, air bersih, sanitasi, dan tempat tinggal.
Lembaga amal tersebut mendesak masyarakat internasional mengambil tindakan tegas “untuk menegakkan keadilan dan hak asasi manusia, mencegah penderitaan lebih lanjut, dan melindungi hak-hak warga Palestina di Gaza, termasuk yang tercantum dalam Konvensi Jenewa dan Genosida.”
Sejak Tel Aviv melancarkan perang brutalnya pada 7 Oktober, sedikitnya 38.800 warga Palestina telah tewas di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan 89.364 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat di Gaza.
Lebih dari sembilan bulan dalam perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang putusan terbarunya memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang penjajah Zionis pada 6 Mei.
Baca Juga
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda