Sejumlah Negara Khawatir Aktivitas Peretasan China Ancam Keamanan Global

Rabu, 17 Juli 2024 - 09:30 WIB
Sejumlah negara khawatir aktivitas peretasan China ancam keamanan global. Foto/REUTERS
SYDNEY - Kengerian aktivitas peretasan China terus-menerus merampas ketenangan pikiran masyarakat dan banyak negara, termasuk Australia.

Australia menuduh firma keamanan siber yang didukung otoritas China telah mencuri kata sandi dan nama pengguna dari jaringan Australia yang tidak disebutkan namanya di tahun 2022.

Laporan dari Pusat Keamanan Siber Australia menyebutkan bahwa kelompok siber yang disponsori negara China sebelumnya telah menargetkan organisasi di berbagai negara, termasuk Australia dan Amerika Serikat (AS).

Dalam aktivitas di musim panas, laporan tersebut mengatakan kelompok APT40 telah berulang kali menargetkan jaringan Australia serta jaringan pemerintah dan sektor swasta di kawasan, dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap jaringan di wilayah tersebut masih berlangsung.





"Praktik yang dijelaskan dalam laporan ini secara teratur berlangsung terhadap jaringan Australia," kata laporan Pusat Keamanan Siber Australia, seperti dikutip dari The Hong Kong Post, Rabu (17/7/2024).

APT40 memiliki kemampuan untuk dengan cepat mengubah dan mengadaptasi proof of concepts (POCs) dari kerentanan terbaru dan segera menggunakannya terhadap jaringan target yang memiliki infrastruktur kerentanan terkait.

Ini bukan satu-satunya kisah peretasan yang muncul dari China.

Baru-baru ini, Pusat Keamanan Siber Nasional Belanda (NCSC) menerbitkan laporan yang menyoroti kampanye spionase siber yang disponsori China, yang menginfeksi sedikitnya 20.000 perangkat FortiGate di seluruh dunia, termasuk yang digunakan pemerintah, korps diplomatik, dan industri pertahanan Barat.

"Sejak laporan tersebut diterbitkan pada Februari, Badan Intelijen dan Keamanan Militer Belanda (MIVD) telah melakukan penelitian tambahan terkait kampanye spionase siber China terkait. Penelitian ini mengungkapkan bahwa dengan mengeksploitasi kerentanan yang memengaruhi perangkat FortiGate, aktor negara memperoleh akses ke sedikitnya 20.000 perangkat FortiGate secara global dalam beberapa bulan pada 2022 dan 2023," bunyi pernyataan Pemerintah Belanda.

Bahkan dengan laporan teknis yang diterbitkan tentang malware COATHANGER, mendeteksi dan memitigasi infeksi oleh aktor negara tetap menjadi tantangan. Oleh karena itu, badan intelijen dan keamanan Belanda serta NCSC menganggap mungkin saja aktor tersebut saat ini terus memiliki akses ke sistem sejumlah besar korbannya.



Ancaman Keamanan Dunia



Di AS, tujuh peretas terkait China telah didakwa atas intrusi komputer yang menargetkan para pengkritik Beijing serta pebisnis dan politisi AS.



Maret lalu, Jaksa Agung AS Merrick B. Garland mengatakan: "Departemen Kehakiman tidak akan menoleransi upaya pemerintah China dalam mengintimidasi warga Amerika yang melayani publik, membungkam para pembangkang yang dilindungi hukum Amerika, atau mencuri dari bisnis Amerika."

Dalam pesannya yang kuat, Garland mengatakan: "Kasus ini berfungsi sebagai pengingat akan tujuan yang ingin dicapai pemerintah China untuk menargetkan dan mengintimidasi para pengkritiknya, termasuk meluncurkan operasi siber jahat yang bertujuan mengancam keamanan nasional Amerika Serikat dan sekutu-sekutu kami."

Di Inggris, para hacker China menyusup ke dunia pertahanan ketika sekitar 270.000 catatan penggajian milik hampir semua anggota angkatan bersenjata Inggris dilaporkan terekspos ke peretas yang didukung Beijing.

Data yang dibobol itu mencakup nama dan detail bank untuk personel militer penuh waktu, cadangan paruh waktu, termasuk setidaknya satu anggota Parlemen, dan veteran yang meninggalkan Inggris setelah Januari 2018. Data tersebut dikelola kontraktor swasta, SSCL, menurut laporan surat kabar The Guardian.

Menurut laporan beberapa media, hacker China menembus sistem jaringan internal nasional Jepang, yang digunakan para diplomat untuk mengirimkan dokumen rahasia pemerintah, dua tahun lalu. Insiden ini berpotensi mengungkap beberapa informasi sensitif bagi para hacker.

Dengan meningkatnya tantangan, China kini muncul sebagai ancaman yang berpotensi berbahaya bagi keamanan dunia.

Menyoroti cengkeraman China yang semakin kuat, The Epoch Times menulis dalam analisisnya: "China juga telah memanfaatkan spionase siber untuk memantau dan menekan aktivis hak asasi manusia China, sebuah praktik yang berlanjut hingga saat ini.

Keterlibatan jangka panjang dalam aktivitas siber ini menggarisbawahi komitmen China untuk memanfaatkan spionase siber sebagai alat penting dalam ambisi geopolitik dan strategisnya."
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More