Dihajar Sanksi Barat karena Menginvasi Ukraina, Ekonomi Rusia Malah Meningkat
Rabu, 03 Juli 2024 - 19:10 WIB
MOSKOW - Rusia telah berkali-kali dijatuhi sanksi oleh Barat karena menginvasi Ukraina. Anehnya, ekonominya bukannya hancur tapi justru meningkat.
Menurut data terbaru, sebagaimana dikutip Newsweek, Rabu (3/7/2024), orang-orang Rusia sekarang semakin kaya meskipun ada sanksi Barat dan perang yang memakan banyak korban di Ukraina.
Sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya sebenarnya bertujuan untuk menghambat kemajuan ekonomi, yang pada akhirnya memaksa Presiden Vladimir Putin mengakhiri perangnya.
Bank Dunia pada hari Senin telah merilis laporan terbarunya mengenai tingkat pendapatan global untuk tahun 2023.
Rusia, bersama dengan Palau dan Bulgaria, ditingkatkan oleh para ekonom dari klasifikasi "berpenghasilan menengah ke atas" menjadi kategori "berpenghasilan tinggi".
Ukraina, sementara itu, beralih dari negara berpendapatan menengah ke bawah menjadi “berpenghasilan menengah ke atas”.
Menurut para penulis laporan tersebut, aktivitas ekonomi di Rusia dipengaruhi oleh peningkatan besar aktivitas terkait militer.
Mereka mengatakan bahwa perekonomian juga didorong oleh pulihnya perdagangan, serta pertumbuhan di sektor keuangan dan konstruksi.
Secara keseluruhan, hal ini menyebabkan peningkatan PDB riil dan nominal, serta peningkatan pendapatan nasional bruto per kapita sebesar 11 persen.
Klasifikasi baru ini akan menempatkan Rusia setara dengan AS dan negara-negara G7 lainnya yang telah berupaya menghambat perekonomian Moskow sejak tahun 2022.
Philip Cuncliffe, seorang profesor hubungan internasional di University College London dan telah banyak menulis tentang sanksi terhadap Rusia, mengkritisi kegagalan sanksi Barat.
"Meskipun data ekonomi selalu dapat direvisi, hampir semua bukti sekarang menunjukkan fakta bahwa sanksi Barat merupakan kegagalan yang menyedihkan," katanya kepada Newsweek.
Cuncliffe yakin bahwa sanksi bisa saja justru menguntungkan Rusia dalam beberapa hal.
"Upaya Barat untuk membatasi perdagangan globalnya mungkin sebenarnya membantu menstimulasi industri Rusia dan memaksa negara Rusia menjadi lebih mandiri, menciptakan pasar baru, dan membangun rantai pasokan baru," katanya.
Namun demikian, sanksi dan kontrol ekspor yang menargetkan infrastruktur keuangan, sektor energi, dan jaringan pengadaan militer Rusia juga terus meningkat.
Pada bulan Juni, AS mengumumkan bahwa mereka akan menargetkan 300 individu dan entitas tambahan yang dituduh membantu Rusia menghindari sanksi.
Selama KTT G7, negara-negara anggota sepakat untuk mengalokasikan aset Rusia yang dibekukan senilai USD300 miliar untuk memberikan modal tambahan bagi upaya perlawanan Ukraina.
Pekan lalu, Uni Eropa mengadopsi paket sanksi ke-14 terhadap negara tersebut, yang secara khusus menargetkan ekspor gas Rusia.
Meskipun para pejabat Rusia mengecam tindakan tersebut, fakta bahwa rentetan sanksi terhadap Moskow tidak mempan.
Pekan lalu, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga think tank di Inggris menyatakan bahwa Rusia sudah lebih dari mampu untuk menambah persenjataannya, dan bahwa sanksi telah terbukti “sangat tidak efektif” dalam membatasi mesin perang Rusia.
Salah satu penulis makalah tersebut, Gary Somerville, mengatakan kepada Newsweek bahwa kontraktor pertahanan Rusia mampu melewati embargo, menggunakan “perusahaan depan” dan jalur belakang untuk menyelundupkan komponen militer ke Rusia.
Jika benar, data baru dari Bank Dunia menambah bukti bahwa Putin mampu menanggung sanksi Barat, dan bahwa perangnya di Ukraina justru memperkuat kekuatan ekonomi negara tersebut.
Menurut data terbaru, sebagaimana dikutip Newsweek, Rabu (3/7/2024), orang-orang Rusia sekarang semakin kaya meskipun ada sanksi Barat dan perang yang memakan banyak korban di Ukraina.
Sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya sebenarnya bertujuan untuk menghambat kemajuan ekonomi, yang pada akhirnya memaksa Presiden Vladimir Putin mengakhiri perangnya.
Bank Dunia pada hari Senin telah merilis laporan terbarunya mengenai tingkat pendapatan global untuk tahun 2023.
Rusia, bersama dengan Palau dan Bulgaria, ditingkatkan oleh para ekonom dari klasifikasi "berpenghasilan menengah ke atas" menjadi kategori "berpenghasilan tinggi".
Ukraina, sementara itu, beralih dari negara berpendapatan menengah ke bawah menjadi “berpenghasilan menengah ke atas”.
Menurut para penulis laporan tersebut, aktivitas ekonomi di Rusia dipengaruhi oleh peningkatan besar aktivitas terkait militer.
Mereka mengatakan bahwa perekonomian juga didorong oleh pulihnya perdagangan, serta pertumbuhan di sektor keuangan dan konstruksi.
Secara keseluruhan, hal ini menyebabkan peningkatan PDB riil dan nominal, serta peningkatan pendapatan nasional bruto per kapita sebesar 11 persen.
Klasifikasi baru ini akan menempatkan Rusia setara dengan AS dan negara-negara G7 lainnya yang telah berupaya menghambat perekonomian Moskow sejak tahun 2022.
Philip Cuncliffe, seorang profesor hubungan internasional di University College London dan telah banyak menulis tentang sanksi terhadap Rusia, mengkritisi kegagalan sanksi Barat.
"Meskipun data ekonomi selalu dapat direvisi, hampir semua bukti sekarang menunjukkan fakta bahwa sanksi Barat merupakan kegagalan yang menyedihkan," katanya kepada Newsweek.
Cuncliffe yakin bahwa sanksi bisa saja justru menguntungkan Rusia dalam beberapa hal.
"Upaya Barat untuk membatasi perdagangan globalnya mungkin sebenarnya membantu menstimulasi industri Rusia dan memaksa negara Rusia menjadi lebih mandiri, menciptakan pasar baru, dan membangun rantai pasokan baru," katanya.
Namun demikian, sanksi dan kontrol ekspor yang menargetkan infrastruktur keuangan, sektor energi, dan jaringan pengadaan militer Rusia juga terus meningkat.
Pada bulan Juni, AS mengumumkan bahwa mereka akan menargetkan 300 individu dan entitas tambahan yang dituduh membantu Rusia menghindari sanksi.
Selama KTT G7, negara-negara anggota sepakat untuk mengalokasikan aset Rusia yang dibekukan senilai USD300 miliar untuk memberikan modal tambahan bagi upaya perlawanan Ukraina.
Pekan lalu, Uni Eropa mengadopsi paket sanksi ke-14 terhadap negara tersebut, yang secara khusus menargetkan ekspor gas Rusia.
Meskipun para pejabat Rusia mengecam tindakan tersebut, fakta bahwa rentetan sanksi terhadap Moskow tidak mempan.
Pekan lalu, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga think tank di Inggris menyatakan bahwa Rusia sudah lebih dari mampu untuk menambah persenjataannya, dan bahwa sanksi telah terbukti “sangat tidak efektif” dalam membatasi mesin perang Rusia.
Salah satu penulis makalah tersebut, Gary Somerville, mengatakan kepada Newsweek bahwa kontraktor pertahanan Rusia mampu melewati embargo, menggunakan “perusahaan depan” dan jalur belakang untuk menyelundupkan komponen militer ke Rusia.
Jika benar, data baru dari Bank Dunia menambah bukti bahwa Putin mampu menanggung sanksi Barat, dan bahwa perangnya di Ukraina justru memperkuat kekuatan ekonomi negara tersebut.
(mas)
tulis komentar anda