5 Fakta Perang Yaman, Perang Saudara yang telah Terjadi Sejak 2014
Senin, 03 Juni 2024 - 16:09 WIB
SANAA - Perang Yaman sampai saat ini memang masih jadi konflik yang masih belum dapat terselesaikan. Meski demikian, perang saudara ini sempat mereda ketika konflik antara Israel dan Hamas memuncak di akhir tahun 2023.
Menurut Britannica, perang saudara di Yaman telah berlangsung di tahun 2024 antara pasukan pemberontak Houthi melawan pihak pemerintah yang mendapat sokongan dari Arab Saudi.
Namun di akhir tahun 2023 konflik tersebut sempat mereda setelah pihak Houthi lebih fokus untuk menyerang kapal-kapal Israel yang transit di Laut Merah, sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap Palestina.
Kegiatan yang dilakukan Houthi ini lantas mendapat balasan dari AS dan Inggris yang mengeluarkan armadanya untuk menggempur Yaman. Bahkan belum lama ini serangan gabungan tersebut telah menewaskan belasan orang di Yaman.
Terlepas dari hal itu, menarik untuk membahas tentang perang saudara di Yaman yang sampai saat ini masih belum juga mencapai titik temu meskipun sudah berlangsung selama hampir satu dekade.
Sebenarnya antara Houthi dan pihak pemerintah Yaman telah dilanda bentrok sejak tahun 2004, namun konflik tersebut sempat disela oleh beberapa kali gencatan senjata.
Konflik mencapai puncak ketika di Yaman mulai banyak didera masalah seperti, perpecahan di kubu militer, korupsi, kekurangan pangan dan pengangguran. Hal tersebut membuat Houthi muncul kembali dan mulai melakukan pemberontakan besar-besaran.
Namun, hal tersebut justru membuat koalisi negara-negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi melancarkan kampanye isolasi ekonomi dan serangan udara terhadap pemberontak Houthi, dengan dukungan logistik dan intelijen AS.
Apa yang dilakukan oleh Arab Saudi ini lantas membuat Rabbu Mansour Hadi membatalkan pengunduran dirinya, dan mengklaim jika dirinya masih menjadi presiden Yaman yang sah di tempat pengasingan.
Pada bulan Juni 2015, Arab Saudi menerapkan blokade laut untuk mencegah Iran memasok Houthi. Sebagai tanggapan, Iran mengirimkan konvoi angkatan laut, meningkatkan risiko eskalasi militer antara kedua negara.
Awalnya perjanjian tersebut sempat berjalan dengan mulus ketika Houthi dan pemerintahan mantan Presiden Saleh, yang digulingkan pada tahun 2011 mengumumkan pembentukan dewan politik untuk memerintah Sana’a dan sebagian besar wilayah utara Yaman.
Hanya berselang setahun, pada Desember 2017, Saleh memutuskan hubungan dengan Houthi dan menyerukan para pengikutnya untuk mengangkat senjata melawan mereka. Konflik itu akhirnya dimenangkan oleh Houthi dan membuat Saleh dan banyak pengikutnya tewas.
Konflik kembali terjadi di tahun 2021, ketika Houthi melancarkan serangan untuk merebut Marib, benteng terakhir pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, dan pada awal Maret, pemberontak Houthi melakukan serangan udara rudal di Arab Saudi, termasuk menargetkan kapal tanker dan fasilitas minyak serta bandara internasional.
Serangan tersebut merupakan bentrokan paling mematikan sejak 2018, menewaskan ratusan pejuang dan mempersulit proses perdamaian.
Akibat peristiwa ini, ditambah dengan tingginya harga pangan, kekurangan bahan bakar, dan pembatasan impor, jumlah warga Yaman yang mengalami kelaparan meningkat menjadi 14 juta pada tahun 2016.
Lalu di tahun 2017, situasinya memburuk dengan cepat ketika wabah kolera menyebar ke lebih dari satu juta orang. Sekitar 17 juta orang menghadapi tingkat krisis kelaparan. Juga pada tahun itu, blokade pelabuhan Yaman membatasi Program Pangan Dunia PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya dalam menyalurkan bantuan.
Dalam kurun waktu delapan tahun selama perang Yaman, konflik ini telah merenggut lebih dari 377.000 nyawa dan menyebabkan 4,5 juta orang mengungsi . 21 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dan 17 juta orang di Yaman sangat kelaparan.
Konflik tersebut telah menghancurkan infrastruktur negara, termasuk jalan-jalan utama dan bandara. Runtuhnya perekonomian, tingginya harga barang dan devaluasi mata uang membuat masyarakat sangat sulit mengakses kebutuhan dasar.
Menurut Britannica, perang saudara di Yaman telah berlangsung di tahun 2024 antara pasukan pemberontak Houthi melawan pihak pemerintah yang mendapat sokongan dari Arab Saudi.
Namun di akhir tahun 2023 konflik tersebut sempat mereda setelah pihak Houthi lebih fokus untuk menyerang kapal-kapal Israel yang transit di Laut Merah, sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap Palestina.
Kegiatan yang dilakukan Houthi ini lantas mendapat balasan dari AS dan Inggris yang mengeluarkan armadanya untuk menggempur Yaman. Bahkan belum lama ini serangan gabungan tersebut telah menewaskan belasan orang di Yaman.
Terlepas dari hal itu, menarik untuk membahas tentang perang saudara di Yaman yang sampai saat ini masih belum juga mencapai titik temu meskipun sudah berlangsung selama hampir satu dekade.
5 Fakta Perang Yaman
1. Penyebab Perang
Dikutip dari CFR, perang Yaman dimulai pada tahun 2014 ketika Houthi (kelompok Syiah) yang memiliki hubungan dengan Iran mengambil kendali ibu kota Yaman dan kota terbesarnya, Sanaa.Sebenarnya antara Houthi dan pihak pemerintah Yaman telah dilanda bentrok sejak tahun 2004, namun konflik tersebut sempat disela oleh beberapa kali gencatan senjata.
Konflik mencapai puncak ketika di Yaman mulai banyak didera masalah seperti, perpecahan di kubu militer, korupsi, kekurangan pangan dan pengangguran. Hal tersebut membuat Houthi muncul kembali dan mulai melakukan pemberontakan besar-besaran.
2. Intervensi dari Arab Saudi
Pada tahun 2015, Houthi berhasil merebut istana presiden yang membuat Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahannya mengundurkan diri.Namun, hal tersebut justru membuat koalisi negara-negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi melancarkan kampanye isolasi ekonomi dan serangan udara terhadap pemberontak Houthi, dengan dukungan logistik dan intelijen AS.
Apa yang dilakukan oleh Arab Saudi ini lantas membuat Rabbu Mansour Hadi membatalkan pengunduran dirinya, dan mengklaim jika dirinya masih menjadi presiden Yaman yang sah di tempat pengasingan.
3. Perpecahan antara Sunni dan Syiah
Intervensi kekuatan-kekuatan regional dalam konflik Yaman, termasuk Iran dan negara-negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi, membuat negara tersebut masuk ke dalam perjuangan proksi regional seiring dengan perpecahan Sunni-Syiah yang lebih luas.Pada bulan Juni 2015, Arab Saudi menerapkan blokade laut untuk mencegah Iran memasok Houthi. Sebagai tanggapan, Iran mengirimkan konvoi angkatan laut, meningkatkan risiko eskalasi militer antara kedua negara.
4. Perjanjian Perdamaian di Tahun 2016 Tidak Bisa Jadi Solusi
Upaya PBB untuk menengahi perundingan perdamaian antara sekutu pemberontak Houthi dan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional terhenti pada tahun 2016.Awalnya perjanjian tersebut sempat berjalan dengan mulus ketika Houthi dan pemerintahan mantan Presiden Saleh, yang digulingkan pada tahun 2011 mengumumkan pembentukan dewan politik untuk memerintah Sana’a dan sebagian besar wilayah utara Yaman.
Hanya berselang setahun, pada Desember 2017, Saleh memutuskan hubungan dengan Houthi dan menyerukan para pengikutnya untuk mengangkat senjata melawan mereka. Konflik itu akhirnya dimenangkan oleh Houthi dan membuat Saleh dan banyak pengikutnya tewas.
Konflik kembali terjadi di tahun 2021, ketika Houthi melancarkan serangan untuk merebut Marib, benteng terakhir pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, dan pada awal Maret, pemberontak Houthi melakukan serangan udara rudal di Arab Saudi, termasuk menargetkan kapal tanker dan fasilitas minyak serta bandara internasional.
Serangan tersebut merupakan bentrokan paling mematikan sejak 2018, menewaskan ratusan pejuang dan mempersulit proses perdamaian.
5. Kelaparan dan Musibah Selama Perang Yaman
Dikutip dari WFP USA, pada awal perang saudara, antara tahun 2014 dan 2015, Yaman mengalami peningkatan kelaparan sebesar 13%. Yaman juga diterjang dua badai topan pada tahun 2015 dan kawanan belalang pada tahun 2016.Akibat peristiwa ini, ditambah dengan tingginya harga pangan, kekurangan bahan bakar, dan pembatasan impor, jumlah warga Yaman yang mengalami kelaparan meningkat menjadi 14 juta pada tahun 2016.
Lalu di tahun 2017, situasinya memburuk dengan cepat ketika wabah kolera menyebar ke lebih dari satu juta orang. Sekitar 17 juta orang menghadapi tingkat krisis kelaparan. Juga pada tahun itu, blokade pelabuhan Yaman membatasi Program Pangan Dunia PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya dalam menyalurkan bantuan.
Dalam kurun waktu delapan tahun selama perang Yaman, konflik ini telah merenggut lebih dari 377.000 nyawa dan menyebabkan 4,5 juta orang mengungsi . 21 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dan 17 juta orang di Yaman sangat kelaparan.
Konflik tersebut telah menghancurkan infrastruktur negara, termasuk jalan-jalan utama dan bandara. Runtuhnya perekonomian, tingginya harga barang dan devaluasi mata uang membuat masyarakat sangat sulit mengakses kebutuhan dasar.
(ahm)
tulis komentar anda