Dewan Negara China Rilis Laporan Pelanggaran HAM Amerika

Sabtu, 01 Juni 2024 - 07:41 WIB
Dewan Negara China merilis laporan pelanggaran HAM Amerika Serikat sepanjang 2023. Foto/REUTERS
BEIJING - Departemen Penerangan Dewan Negara China telah merilis dokumen "Laporan Pelanggaran HAM Amerika Serikat 2023" pada Rabu lalu. Laporan tersebut menyatakan situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Amerika semakin memburuk.

Disebutkan dalam laporan itu, kekerasan dengan senjata menjadi semacam penyakit kronis yang sulit sekali disembuhkan dan pemerintah tidak berdaya mencegahnya.

Mengutip dari Xinhua, Sabtu (1/6/2024), sepanjang 2023, sedikitnya telah terjadi 654 kali insiden penyerangan dengan senjata dalam skala besar. Kekerasan dengan senjata mengakibatkan hampir 43.000 orang meninggal sepanjang tahun tersebut, dengan rincian rata-rata sebanyak 117 orang meninggal setiap harinya.



Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa pemerintah Amerika telah melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dengan membatasi kebebasan berekspresi dan mengawasi privasi warganya.



Pemerintah Amerika diduga telah menggunakan Pasal 702 Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing (FISA), di mana di antaranya digunakan untuk mengawasi komunikasi para pengunjuk rasa antirasisme.

Di universitas-universitas Amerika, staf pengajar yang dipecat atau dikenai hukuman lantaran opini atau pernyataannya telah memecahkan rekor tertinggi selama 20 tahun terakhir.

Tidak hanya itu, laporan tersebut juga menyoroti tingginya jumlah kematian warga Amerika akibat kebrutalan polisi. Sepanjang 2023, polisi Amerika dinyatakan telah melakukan kekerasan yang menyebabkan kematian terhadap sedikitnya 1.247 orang dengan rata-rata setidaknya 3 orang terbunuh setiap harinya.

Di samping itu, laporan tersebut juga menyebut Amerika adalah sebenar-benarnya "negara penjara", sebab penahanan massal dan kerja paksa begitu menonjol di sana.

Laporan itu menulis, penduduk Amerika tidak sampai 5 persen dari keseluruhan populasi dunia, namun narapidananya justru mencapai 25 persen dari jumlah narapidana di seluruh dunia.

Menurut laporan tersebut, para narapidana di Amerika banyak yang dipaksa untuk bekerja dengan upah rendah atau bahkan tanpa upah sama sekali untuk memproduksi barang dan jasa senilai miliaran dolar setiap tahunnya.

Lebih lanjut, laporan dari China menyebutkan etnik minoritas di Amerika menghadapi diskriminasi rasial yang sistemik, dan penyakit rasisme kian meluas.

Kemungkinan orang Amerika keturunan Afrika dibunuh oleh polisi adalah tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih.

Ada juga kemungkinan orang Amerika keturunan Afrika dipenjara oleh polisi adalah 4,5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih.

Dalam satu tahun terakhir, hampir 3/4 orang Amerika keturunan China pernah mengalami diskriminasi rasial, dan 55 persen orang Amerika keturunan China khawatir akan kejahatan rasial atau pelecehan yang membahayakan keselamatan pribadi mereka.

Penduduk asli Indian Amerika, imbuh laporan China, selalu hidup di bawah penindasan budaya, dan keyakinan agama serta adat istiadat tradisional mereka dikekang dengan kejam.

Tak hanya itu, laporan dari China ikut menyoroti ketimpangan sosial dan ekonomi di Amerika yang semakin parah.

Di bawah pengaruh sistem yang mengeksploitasi orang miskin dan mensubsidi orang kaya, ketimpangan antara yang miskin dan yang kaya di Amerika telah mencapai titik terburuk sejak Depresi Besar tahun 1929.

Jumlah tunawisma di Amerika pada 2023 telah mencapai lebih dari 650.000 jiwa, di mana ini merupakan angka tertinggi sejak mulai ada pendataan pada 2007.

Penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya terus merajalela. Tingkat bunuh diri terus meningkat.

Terakhir, laporan itu menyatakan Amerika telah lama menerapkan hegemonisme, unilateralisme, dan politik kekuasaan (machtpolitik), sehingga menciptakan krisis kemanusiaan di mana-mana.

Pasca-Serangan 9/11, total korban tewas setelah Amerika melakukan War on Terror di luar negeri, telah mencapai 4,5 hingga 4,7 juta jiwa.

Amerika terus menyuplai senjata ke daerah konflik, yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban sipil yang tak berdosa. Penjara Guantanamo, yang merupakan pelanggaran berat HAM, masih beroperasi hingga saat ini.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More