Militer Mali Berjanji Gelar Pemilu Pasca Lakukan Kudeta
Rabu, 19 Agustus 2020 - 17:28 WIB
Mali yang terkurung daratan telah berjuang untuk mendapatkan kembali stabilitas sejak pemberontakan Tuareg pada tahun 2012 yang dibajak oleh militan Islam yang terkait dengan al-Qaeda, dan kudeta berikutnya di ibu kota membuat negara itu menjadi kacau balau.
Keita (75) berkuasa pada 2013 setelah kudeta Bamako yang menjanjikan perdamaian dan stabilitas serta memerangi korupsi. Dia memenangkan pemilu untuk masa jabatan lima tahun kedua pada 2018.
Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengundurkan diri dan membubarkan parlemen pada Selasa malam beberapa jam setelah pemberontak menahannya di bawah todongan senjata, menjerumuskan negara yang sudah menghadapi pemberontakan jihadis dan protes massa lebih dalam ke dalam krisis. (Baca: Disandera dan Ditodong Senjata, Presiden Mali Mengundurkan Diri )
Kudeta dengan cepat dikutuk oleh mitra regional dan internasional Mali. Mereka khawatir jatuhnya Keita dapat semakin mengguncang bekas koloni Prancis dan seluruh wilayah Sahel Afrika Barat.
Pada hari Rabu, Komisaris Industri Uni Eropa Thierry Breton mengatakan blok tersebut akan menuntut digelarnya pemilu baru di Mali dalam jangka waktu yang wajar, sementara China mengatakan pihaknya menentang perubahan rezim dengan paksa.
Blok regional Afrika Barat yang beranggotakan 15 negara, Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat pada Selasa telah menangguhkan Mali dari lembaganya, dan menutup perbatasan negara anggotanya dengan Mali.
Setelah sebelumnya memperingatkan bahwa mereka tidak akan lagi mentolerir kudeta militer di wilayah tersebut, blok tersebut berencana untuk mengirim delegasi tingkat tinggi ke Mali untuk memastikan kembalinya demokrasi konstitusional.
Dewan Keamanan PBB akan diberi pengarahan tentang Mali secara tertutup pada hari Rabu atas permintaan Prancis dan Niger, kata para diplomat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Selasa menyerukan pembebasan segera Keita dan tahanan lainnya.
Keita (75) berkuasa pada 2013 setelah kudeta Bamako yang menjanjikan perdamaian dan stabilitas serta memerangi korupsi. Dia memenangkan pemilu untuk masa jabatan lima tahun kedua pada 2018.
Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengundurkan diri dan membubarkan parlemen pada Selasa malam beberapa jam setelah pemberontak menahannya di bawah todongan senjata, menjerumuskan negara yang sudah menghadapi pemberontakan jihadis dan protes massa lebih dalam ke dalam krisis. (Baca: Disandera dan Ditodong Senjata, Presiden Mali Mengundurkan Diri )
Kudeta dengan cepat dikutuk oleh mitra regional dan internasional Mali. Mereka khawatir jatuhnya Keita dapat semakin mengguncang bekas koloni Prancis dan seluruh wilayah Sahel Afrika Barat.
Pada hari Rabu, Komisaris Industri Uni Eropa Thierry Breton mengatakan blok tersebut akan menuntut digelarnya pemilu baru di Mali dalam jangka waktu yang wajar, sementara China mengatakan pihaknya menentang perubahan rezim dengan paksa.
Blok regional Afrika Barat yang beranggotakan 15 negara, Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat pada Selasa telah menangguhkan Mali dari lembaganya, dan menutup perbatasan negara anggotanya dengan Mali.
Setelah sebelumnya memperingatkan bahwa mereka tidak akan lagi mentolerir kudeta militer di wilayah tersebut, blok tersebut berencana untuk mengirim delegasi tingkat tinggi ke Mali untuk memastikan kembalinya demokrasi konstitusional.
Dewan Keamanan PBB akan diberi pengarahan tentang Mali secara tertutup pada hari Rabu atas permintaan Prancis dan Niger, kata para diplomat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Selasa menyerukan pembebasan segera Keita dan tahanan lainnya.
(ber)
tulis komentar anda