Jurnalisme Bebas di China Memprihatinkan, Banyak Aktivis Ditangkap
Senin, 13 Mei 2024 - 17:46 WIB
Laporan PEN America melanjutkan, penulis etnis Uighur di Xinjiang juga menghadapi hukuman atas kontribusinya terhadap “tradisi sastra dan puisi” di wilayah tersebut.
"Mereka sering ditangkap dan dipenjarakan atas tuduhan tidak jelas yang menuduh adanya ‘separatisme’ umum dari pemerintah China," sebut PEN America.
“Gulnisa Imin (Gulhan), seorang guru sastra dan penyair Uighur, ditahan atas tuduhan separatisme karena menulis tentang melestarikan dan mempromosikan bahasa dan budaya Uighur sebagai bagian dari proyek puisinya; ‘Seribu Satu Malam’, di mana dia menulis satu puisi satu malam selama 1.001 malam," kata PEN America, menyoroti mendalamnya masalah yang dihadapi para penulis.
Jurnalis dan penulis yang berbasis di Kanada, Sheng Xue, mengatakan kepada The Epoch Times pada 4 Mei lalu bahwa angka-angka yang diterbitkan organisasi-organisasi internasional ini hanyalah sedikit yang bocor ke dunia luar di bawah kendali informasi yang ketat oleh Partai Komunis China (CCP)
"Tidak ada yang tahu berapa banyak jurnalis di China yang telah dianiaya hingga meninggal, berapa banyak yang ditangkap, dijatuhi hukuman, dianiaya, dan disiksa secara diam-diam," kata Sheng.
"Seluruh sistem CCP adalah rezim negara teroris. Ini artinya, tidak hanya komite pusat partai yang merupakan sistem otokratis dan otoriter, (tetapi) semua tingkat kekuasaannya beroperasi seperti rezim diktator dan tirani. Oleh karena itu, tidak mungkin dunia luar mengetahui banyak kejadian. Sulit untuk mengumpulkan statistik. Sejujurnya, bahkan (pemimpin CCP) Xi Jinping juga tidak mengetahuinya," ungkap Sheng.
Dia mengatakan China masih menjadi salah satu negara di dunia di mana kebebasan pers dan berpendapat masih dianiaya dengan kejam.
Lai Jianping, seorang pengacara HAM China yang saat ini tinggal di Amerika Serikat, mengatakan kepada publikasi tersebut bahwa kebebasan pers dan berpendapat di China, termasuk Hong Kong, sebenarnya terus menurun dan memburuk.
"Alasan mengapa Partai Komunis China terus memperketat kontrolnya terhadap kebebasan berpendapat adalah karena partai tersebut sedang menghadapi krisis politik, sosial, dan ekonomi yang semakin mendalam dan belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Lai.
"Mereka sering ditangkap dan dipenjarakan atas tuduhan tidak jelas yang menuduh adanya ‘separatisme’ umum dari pemerintah China," sebut PEN America.
“Gulnisa Imin (Gulhan), seorang guru sastra dan penyair Uighur, ditahan atas tuduhan separatisme karena menulis tentang melestarikan dan mempromosikan bahasa dan budaya Uighur sebagai bagian dari proyek puisinya; ‘Seribu Satu Malam’, di mana dia menulis satu puisi satu malam selama 1.001 malam," kata PEN America, menyoroti mendalamnya masalah yang dihadapi para penulis.
Kediktatoran Satu Partai China
Jurnalis dan penulis yang berbasis di Kanada, Sheng Xue, mengatakan kepada The Epoch Times pada 4 Mei lalu bahwa angka-angka yang diterbitkan organisasi-organisasi internasional ini hanyalah sedikit yang bocor ke dunia luar di bawah kendali informasi yang ketat oleh Partai Komunis China (CCP)
"Tidak ada yang tahu berapa banyak jurnalis di China yang telah dianiaya hingga meninggal, berapa banyak yang ditangkap, dijatuhi hukuman, dianiaya, dan disiksa secara diam-diam," kata Sheng.
"Seluruh sistem CCP adalah rezim negara teroris. Ini artinya, tidak hanya komite pusat partai yang merupakan sistem otokratis dan otoriter, (tetapi) semua tingkat kekuasaannya beroperasi seperti rezim diktator dan tirani. Oleh karena itu, tidak mungkin dunia luar mengetahui banyak kejadian. Sulit untuk mengumpulkan statistik. Sejujurnya, bahkan (pemimpin CCP) Xi Jinping juga tidak mengetahuinya," ungkap Sheng.
Dia mengatakan China masih menjadi salah satu negara di dunia di mana kebebasan pers dan berpendapat masih dianiaya dengan kejam.
Lai Jianping, seorang pengacara HAM China yang saat ini tinggal di Amerika Serikat, mengatakan kepada publikasi tersebut bahwa kebebasan pers dan berpendapat di China, termasuk Hong Kong, sebenarnya terus menurun dan memburuk.
"Alasan mengapa Partai Komunis China terus memperketat kontrolnya terhadap kebebasan berpendapat adalah karena partai tersebut sedang menghadapi krisis politik, sosial, dan ekonomi yang semakin mendalam dan belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Lai.
Lihat Juga :
tulis komentar anda