20 Tentara Kamboja Tewas karena Ledakan Amunisi, tapi Penyebabnya Masih Misterius
Minggu, 28 April 2024 - 14:45 WIB
Kamboja, seperti banyak negara di kawasan ini, menderita gelombang panas yang berkepanjangan, dan provinsi tempat ledakan terjadi mencatat suhu tertinggi mencapai 39 pada hari Sabtu. Meskipun suhu tinggi biasanya tidak dapat meledakkan amunisi, suhu tinggi dapat menurunkan stabilitas bahan peledak dalam jangka waktu tertentu, dengan risiko satu ledakan kecil dapat memicu kebakaran dan reaksi berantai.
Kiripost, layanan berita online berbahasa Inggris, mengutip penduduk desa Pheng Kimneang yang mengatakan ledakan besar terjadi sekitar pukul 14.30, diikuti ledakan kecil selama sekitar satu jam berikutnya.
Pada bulan Maret 2005, ledakan malam hari di sebuah gudang senjata di kota Battambang di provinsi barat laut memicu semburan peluru dan peluru selama berjam-jam, menewaskan sedikitnya enam orang dan membuat panik warga setempat.
Laporan tahun 2014 oleh kelompok Small Arms Survey yang berbasis di Swiss menjadi sorotanbahaya penyimpanan amunisi yang buruk atau penanganan yang salah, sehingga menyebutnya sebagai “masalah global”. Tercatat bahwa dari tahun 2013 hingga 2019 terdapat lebih dari 500 insiden yang melibatkan ledakan tidak terencana di lokasi amunisi.
“Satu ledakan yang tidak direncanakan di lokasi amunisi dapat merenggut puluhan nyawa, melukai ratusan orang, dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal,” katanya. “Kerusakan infrastruktur bisa sangat luas, mencakup beberapa kilometer persegi. Selain itu, hilangnya aktivitas ekonomi bisa melebihi puluhan juta dolar dan mempunyai konsekuensi jangka panjang terhadap penghidupan dan lingkungan.”
Hun Manet menyampaikan belasungkawa kepada keluarga tentara dan berjanji pemerintah akan membiayai pemakaman mereka dan memberikan kompensasi bagi mereka yang tewas dan terluka.
Lulusan Akademi Militer AS di West Point, ia adalah komandan militer sebelum terpilih tahun lalu untuk menjabat sebagai perdana menteri, menggantikan ayahnya Hun Sen, yang memimpin Kamboja selama 38 tahun sebelum mengundurkan diri.
Duta Besar AS W. Patrick Murphy, dalam postingan di platform sosial X, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga tentara yang terkena dampak ledakan tersebut.
Kiripost, layanan berita online berbahasa Inggris, mengutip penduduk desa Pheng Kimneang yang mengatakan ledakan besar terjadi sekitar pukul 14.30, diikuti ledakan kecil selama sekitar satu jam berikutnya.
Pada bulan Maret 2005, ledakan malam hari di sebuah gudang senjata di kota Battambang di provinsi barat laut memicu semburan peluru dan peluru selama berjam-jam, menewaskan sedikitnya enam orang dan membuat panik warga setempat.
Laporan tahun 2014 oleh kelompok Small Arms Survey yang berbasis di Swiss menjadi sorotanbahaya penyimpanan amunisi yang buruk atau penanganan yang salah, sehingga menyebutnya sebagai “masalah global”. Tercatat bahwa dari tahun 2013 hingga 2019 terdapat lebih dari 500 insiden yang melibatkan ledakan tidak terencana di lokasi amunisi.
“Satu ledakan yang tidak direncanakan di lokasi amunisi dapat merenggut puluhan nyawa, melukai ratusan orang, dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal,” katanya. “Kerusakan infrastruktur bisa sangat luas, mencakup beberapa kilometer persegi. Selain itu, hilangnya aktivitas ekonomi bisa melebihi puluhan juta dolar dan mempunyai konsekuensi jangka panjang terhadap penghidupan dan lingkungan.”
Hun Manet menyampaikan belasungkawa kepada keluarga tentara dan berjanji pemerintah akan membiayai pemakaman mereka dan memberikan kompensasi bagi mereka yang tewas dan terluka.
Lulusan Akademi Militer AS di West Point, ia adalah komandan militer sebelum terpilih tahun lalu untuk menjabat sebagai perdana menteri, menggantikan ayahnya Hun Sen, yang memimpin Kamboja selama 38 tahun sebelum mengundurkan diri.
Duta Besar AS W. Patrick Murphy, dalam postingan di platform sosial X, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga tentara yang terkena dampak ledakan tersebut.
(ahm)
tulis komentar anda