Inggris Hadapi Tekanan Lebih Besar karena Terus Jual Senjata ke Israel
Kamis, 04 April 2024 - 15:45 WIB
LONDON - Inggris menghadapi tekanan baru untuk berhenti mengekspor senjata ke Israel, menyusul pemboman mematikan yang dilakukan militer negara tersebut terhadap konvoi kemanusiaan di Gaza.
Pada Senin (1/4/2024), tujuh pekerja bantuan World Central Kitchen (WCK), sebagian besar orang asing dan termasuk tiga warga negara Inggris, tewas akibat serangan udara Israel.
Pasukan kolonial Israel secara sengaja menembakkan 3 rudal berturut-turut ke para petugas bantuan hingga 7 orang tewas. Insiden ini memicu kecaman internasional.
Peter Ricketts, mantan penasihat keamanan nasional untuk Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri sekarang David Cameron, menyatakan pada Rabu dalam komentarnya mengenai insiden tersebut bahwa Inggris kini telah “mencapai titik itu.”
Ricketts mendesak Inggris mengirimkan “sinyal” kepada Israel bahwa mereka tidak menjalankan kewajibannya berdasarkan hukum internasional dengan cukup serius.
“Kadang-kadang dalam konflik Anda melihat momen di mana ada kemarahan global sehingga muncul perasaan bahwa hal-hal tidak bisa dibiarkan seperti ini. Saya berharap kejadian mengerikan ini bisa mencapai tujuannya,” tegas Ricketts kepada BBC.
Partai-partai oposisi utama Inggris pada Rabu menuntut agar pemerintah Konservatif menerbitkan nasihat hukum yang mereka terima mengenai apakah Israel telah melanggar hukum kemanusiaan internasional selama perang di Gaza.
David Lammy, juru bicara urusan luar negeri dari oposisi Partai Buruh, mengatakan, “Ada tuduhan yang sangat serius bahwa Israel telah melanggar hukum internasional.”
Dia menyerukan kepada pemerintah untuk “memublikasikan nasihat hukum tersebut sekarang,” dan menyatakan, “Jika terdapat risiko yang jelas bahwa senjata Inggris dapat digunakan dalam pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, inilah saatnya untuk menghentikan penjualan senjata tersebut.”
Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak tidak berkomitmen menerbitkan nasihat hukum tersebut, namun mengatakan London mengikuti “seperangkat peraturan, regulasi dan prosedur” yang ketat mengenai perizinan ekspor senjata.
Para menteri Inggris mengatakan penjualan pertahanan ke Israel bernilai sekitar 42 juta poundsterling (USD53 juta) pada tahun 2022.
Menurut Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, kelompok yang melobi untuk mengakhiri penjualan senjata, Inggris telah menyetujui setidaknya 474 juta pounsterling (USD560 juta) dalam ekspor ke Israel sejak tahun 2015.
Ekspor tersebut dilaporkan mencakup suku cadang untuk rudal, tank, dan pesawat tempur, termasuk ban, kursi ejektor, baling-baling, dan peralatan penargetan laser untuk jet yang digunakan di Gaza.
Inggris juga terlibat dalam pembuatan suku cadang untuk jet tempur F-35 buatan Amerika yang digunakan angkatan udara Israel, menurut pakar pengendalian senjata Roy Isbister dari kelompok kampanye Saferworld.
“Inggris memproduksi 15% dari setiap F-35, jadi jika Inggris mengatakan ‘tidak’ terhadap ekspor, hal itu akan menjadi masalah yang signifikan, dan akan menjadi masalah bagi kemampuan Israel yang berisiko membuat marah Amerika,” ujar Isbister kepada The National.
Pada Senin (1/4/2024), tujuh pekerja bantuan World Central Kitchen (WCK), sebagian besar orang asing dan termasuk tiga warga negara Inggris, tewas akibat serangan udara Israel.
Pasukan kolonial Israel secara sengaja menembakkan 3 rudal berturut-turut ke para petugas bantuan hingga 7 orang tewas. Insiden ini memicu kecaman internasional.
Peter Ricketts, mantan penasihat keamanan nasional untuk Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri sekarang David Cameron, menyatakan pada Rabu dalam komentarnya mengenai insiden tersebut bahwa Inggris kini telah “mencapai titik itu.”
Ricketts mendesak Inggris mengirimkan “sinyal” kepada Israel bahwa mereka tidak menjalankan kewajibannya berdasarkan hukum internasional dengan cukup serius.
“Kadang-kadang dalam konflik Anda melihat momen di mana ada kemarahan global sehingga muncul perasaan bahwa hal-hal tidak bisa dibiarkan seperti ini. Saya berharap kejadian mengerikan ini bisa mencapai tujuannya,” tegas Ricketts kepada BBC.
Partai-partai oposisi utama Inggris pada Rabu menuntut agar pemerintah Konservatif menerbitkan nasihat hukum yang mereka terima mengenai apakah Israel telah melanggar hukum kemanusiaan internasional selama perang di Gaza.
Baca Juga
David Lammy, juru bicara urusan luar negeri dari oposisi Partai Buruh, mengatakan, “Ada tuduhan yang sangat serius bahwa Israel telah melanggar hukum internasional.”
Dia menyerukan kepada pemerintah untuk “memublikasikan nasihat hukum tersebut sekarang,” dan menyatakan, “Jika terdapat risiko yang jelas bahwa senjata Inggris dapat digunakan dalam pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, inilah saatnya untuk menghentikan penjualan senjata tersebut.”
Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak tidak berkomitmen menerbitkan nasihat hukum tersebut, namun mengatakan London mengikuti “seperangkat peraturan, regulasi dan prosedur” yang ketat mengenai perizinan ekspor senjata.
Para menteri Inggris mengatakan penjualan pertahanan ke Israel bernilai sekitar 42 juta poundsterling (USD53 juta) pada tahun 2022.
Menurut Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, kelompok yang melobi untuk mengakhiri penjualan senjata, Inggris telah menyetujui setidaknya 474 juta pounsterling (USD560 juta) dalam ekspor ke Israel sejak tahun 2015.
Ekspor tersebut dilaporkan mencakup suku cadang untuk rudal, tank, dan pesawat tempur, termasuk ban, kursi ejektor, baling-baling, dan peralatan penargetan laser untuk jet yang digunakan di Gaza.
Inggris juga terlibat dalam pembuatan suku cadang untuk jet tempur F-35 buatan Amerika yang digunakan angkatan udara Israel, menurut pakar pengendalian senjata Roy Isbister dari kelompok kampanye Saferworld.
“Inggris memproduksi 15% dari setiap F-35, jadi jika Inggris mengatakan ‘tidak’ terhadap ekspor, hal itu akan menjadi masalah yang signifikan, dan akan menjadi masalah bagi kemampuan Israel yang berisiko membuat marah Amerika,” ujar Isbister kepada The National.
(sya)
tulis komentar anda