Warga Israel Pelihara Sapi Merah, Ingin Bangun Kuil Yahudi di Masjid Al-Aqsa

Jum'at, 29 Maret 2024 - 19:01 WIB
Sapi dara merah dipelihara di kandang di taman arkeologi di permukiman Yahudi di Tepi Barat. Foto/MEE/Daniel Hilton
TEPI BARAT - Di puncak bukit di Tepi Barat yang diduduki Israel, lima ekor sapi Angus Merah mengunyah jerami dengan perlahan. Di sekitar mereka, sekelompok orang Israel melihat dengan antusias.

Jika semuanya berjalan sesuai rencana, sapi-sapi ini disebut bisa menjadi pertanda akhir dunia.

Menurut tradisi Yahudi, abu sapi betina yang berwarna merah sempurna diperlukan untuk ritual penyucian yang memungkinkan dibangunnya Kuil Ketiga di Yerusalem.

Kuil itu, menurut kelompok Yahudi radikal, harus dibangun di dataran tinggi di Kota Tua Yerusalem yang dikenal sebagai Temple Mount, tempat Masjid Al-Aqsa dan Kubah Batu berdiri saat ini.



Beberapa orang percaya ini akan menandai kedatangan Mesias.

Pada Rabu (27/3/2024), beberapa lusin warga Israel berkumpul di konferensi di pinggiran Shilo, pemukiman ilegal Israel di dekat kota Nablus, Palestina, untuk membahas pentingnya agama dan pentingnya sapi-sapi itu. Mereka juga melihat sapi-sapi juga.

“Ini adalah momen baru dalam sejarah Yahudi,” ujar Chaim, pemukim Israel berusia 38 tahun, kepada Middle East Eye saat dia bersiap mengambil tempat duduknya.

Selama bertahun-tahun, anggota komunitas Kuil Ketiga, yang dipimpin Temple Institute yang berbasis di Yerusalem, yang menyelenggarakan konferensi tersebut, telah mencari sapi betina merah yang cocok dengan deskripsi yang digunakan untuk penyucian dalam Taurat.

Sapi yang sempurna tidak boleh mempunyai satu cacat pun, tidak boleh ada sehelai bulu putih atau hitam. Mereka tidak boleh ditempatkan di bawah kuk, beban, atau dipekerjakan.

“Sapi-sapi ini dibawa jauh-jauh dari Texas dan dipelihara dalam kondisi khusus untuk menjaga kemurniannya,” papar Yahuda Singer, pria berusia 71 tahun dari permukiman Mitzpe Yericho dan penerjemah pamflet tentang sapi dara merah.

“Sapi-sapi itu bahkan tidak boleh disandari siapa pun,” ujar istri Singer, Edna, 69 tahun. “Anda bisa membuat mereka najis hanya dengan mengenakan jaket di punggung mereka.”

Sapi yang sempurna belum pernah terlihat selama 2.000 tahun. Sejak bangsa Romawi menghancurkan Kuil Yahudi Kedua yang diyakini berdiri di puncak Bukit Bait Suci pada tahun 70 Masehi, sapi merah sempurna tidak pernah terlihat.

Jadi beberapa aktivis Yahudi, bersama dengan umat Kristen evangelis Amerika yang percaya bahwa pembangunan Kuil Ketiga akan mendorong kedatangan Yesus yang kedua kali dan Kiamat, memutuskan untuk mengembangbiakkan sapi mereka sendiri.

Pada tahun 2022, lima dari sapi muda yang menjanjikan ini, diberkati dengan kulit oker mengkilap, tiba di Israel dari peternakan di Texas dengan banyak kemeriahan.

Sekarang pengunjung dapat menemukannya di taman arkeologi, dipisahkan dari reruntuhan alkitabiah dan semak lavender berbunga oleh kandang baja tinggi.

Hizbullah Tahu Peristiwa Ini



Dalam banyak hal, konferensi sapi merah sama seperti konferensi lainnya. Para rabi dan cendekiawan agama menyelidiki rincian Taurat. Beberapa orang di antara kerumunan itu dengan lembut tertidur di bawah lampu yang redup.

Dalam hal lain, itu unik. Dua pembicara pertama berdiri di depan mimbar dengan senapan serbu tersandang di bahu mereka.

“Hizbullah mengetahui peristiwa ini dan membicarakannya di Telegram,” ujar Kobi Mamo, kepala situs arkeologi kuno Shiloh, dalam pidato pembukaannya.

MEE tidak dapat menemukan pembicaraan semacam ini dari gerakan bersenjata Lebanon, yang menembakkan rentetan roket ke Israel utara pada hari itu. Namun konferensi tersebut tetap menarik banyak perhatian di media sosial Arab.

Seseorang di Libya bercanda bahwa sapi merah yang ditemukan di depan bungkusan Laughing Cow mengungkapkan keju segitiga yang dapat dioles adalah konspirasi Zionis.

“Pernahkah kamu bertanya pada dirimu sendiri kenapa sapi yang tertawa itu berwarna merah!!??” tanya dia.

Yang lain lebih serius menyatakan ada rencana untuk segera menyembelih seekor sapi muda di Bukit Zaitun Yerusalem, di mana tanahnya dibeli oleh para aktivis Kuil Ketiga untuk tujuan ini.

Rabi Yitzchak Mamo, dari kelompok Kuil Ketiga Uvne Jerusalem, sebelumnya mengatakan kepada Christian Broadcasting Network bahwa satu upacara direncanakan untuk Paskah tahun ini, yang jatuh pada akhir April.



Hamas, gerakan Palestina yang memerangi Israel di Gaza, telah menyuarakan keprihatinan mengenai ternak sapi merah tersebut.

Pada bulan November, sumber senior Palestina yang berhubungan dengan kepemimpinan Hamas mengatakan kepada MEE bahwa kelompok tersebut telah memantau dengan cermat upaya mengamankan kehadiran permanen Yahudi di Masjid Al-Aqsa.

“Yang tersisa hanyalah penyembelihan sapi dara merah yang mereka impor dari Amerika. Jika mereka melakukan itu, itu adalah sinyal untuk membangun kembali Kuil Ketiga,” ujar sumber tersebut.

Pada bulan Januari, Abu Ubaidah, juru bicara sayap militer Hamas, menyampaikan pidato yang menandai 100 hari sejak serangan kelompok tersebut pada tanggal 7 Oktober terhadap komunitas Israel di dekat Jalur Gaza.

Di dalamnya, dia menghubungkan langsung antara keputusan Hamas menyerang Israel dan aktivis Kuil Ketiga yang mengimpor ternak, yang menurutnya merupakan “agresi terhadap perasaan seluruh bangsa”.

'Yang Kami Inginkan Hanyalah Satu Altar Kecil'



Yaakov, siswa yeshiva berusia 19 tahun dari Los Angeles yang ingin diidentifikasi hanya dengan nama depannya, datang ke Shilo untuk mendapatkan kesempatan melihat sendiri sapi-sapi merah tersebut.

“Saya telah mendengar tentang sapi dara merah dan Bait Suci Pertama dan Kedua sepanjang hidup saya, jadi saya sangat gembira dengan kesempatan untuk melihatnya hari ini,” ungkap dia kepada MEE.

Yaakov memahami prospek pembangunan Kuil Ketiga di situs Masjid Al-Aqsa masih kontroversial, “tetapi menurut saya hal itu tidak seharusnya terjadi”.

“Dulu di sana ada gereja, lalu masjid. Awalnya kuil Yahudi, jadi harusnya lagi,” ujar dia. “Tidak harus dengan kekerasan.”

Boruch Fishman, anggota lama gerakan Kuil Ketiga, mengatakan kepada MEE bahwa masih ada jalan panjang antara menyembelih sapi merah dan membangun Kuil Ketiga.

Dia telah mengidentifikasi 13 masalah yang perlu diselesaikan sebelum pembangunan dapat dimulai, termasuk meminta parlemen Israel, Knesset, untuk melegalkan rencana tersebut. “Di situlah saya bisa membantu dari sisi politik,” papar dia.

Sejak Israel menaklukkan dan menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, pemerintah Israel telah mempertahankan pembatasan ketat pada era Ottoman atas kehadiran orang Yahudi di halaman Masjid Al-Aqsa.

Masuk ke Al-Aqsa juga telah dilarang oleh Kepala Rabbi Yerusalem sejak tahun 1921, dengan dekrit yang menyatakan orang Yahudi dilarang memasuki situs tersebut kecuali “secara ritual bersih”, yang tidak mungkin dilakukan tanpa abu sapi merah.

Namun seiring dengan pergeseran politik dan masyarakat Israel ke arah agama sayap kanan, sejumlah warga Yahudi Israel yang hampir selalu merupakan pemukim, diperbolehkan mengunjungi situs tersebut secara teratur di bawah penjagaan bersenjata.

Komunitas Kuil Ketiga berharap penyembelihan sapi merah Shilo akan memungkinkan orang-orang Yahudi disucikan sehingga mereka dapat melakukan ritual dan ibadah di halaman masjid.

Penelitian yang dilakukan seorang profesor di Universitas Bar Ilan memperkirakan abu seekor sapi dapat dibuat menjadi air pembersih yang cukup untuk 660 miliar pemurnian.

“Salah satu isu utama adalah Wakaf,” ujar Fishman, merujuk pada lembaga amal Islam yang dikelola Yordania yang mengelola Al-Aqsa. “Wakaf mendapat banyak uang dari Yordania dan saya rasa mereka tidak mau menyerahkannya.”

Menurut Fishman, langkah-langkah kecil perlu diambil untuk mengamankan kehadiran Yahudi di Temple Mount. “Komunitas Muslim sangat terpukul saat ini, dan kita harus peka. Yang kami inginkan hanyalah sebuah altar kecil,” ungkap dia.

Beberapa aktivis Kuil Ketiga dan para rabi sebelumnya berusaha melakukan pengorbanan ritual di halaman Masjid Al-Aqsa saat Paskah, namun ditolak oleh tentara Israel.

“Mungkin Wakaf bisa dibujuk untuk membantu mengumpulkan persembahan dan mengumpulkan uang dengan cara itu,” ujar Fishman.

“Tentu saja, tidak semua orang bisa datang dengan membawa sesuatu untuk dikorbankan, itu akan menjadi pertumpahan darah. Namun saya yakin ada perbedaan antara apa yang disampaikan Wakaf secara publik dan pribadi, dan hal ini dapat diyakinkan,” papar dia.

Sebagai tanggapan, juru bicara Wakaf Firas al-Debs mengatakan kepada MEE, “Biarkan mereka mengatakan apa pun yang mereka inginkan dalam konferensi mereka. Wakaf selalu menekankan dalam pernyataannya pendapat tegas bahwa Masjid Al-Aqsa hanya untuk umat Islam dan tidak menerima kemitraan atau perpecahan.”

“Tidak ada gunanya membicarakan konferensi-konferensi ini selama tidak resmi,” tegas dia.

(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More