PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran, Rusia: Kami Punya Rencana Sendiri
Sabtu, 15 Agustus 2020 - 08:04 WIB
MOSKOW - Dewan Keamanan (DK) PBB telah menolak resolusi yang diajukan Amerika Serikat (AS) untuk memperpanjang embargo senjata tanpa batas terhadap Iran . Keputusan itu pun langsung menuai tanggapan dari Rusia , yang sedari awal dengan tegas menolak rencana AS tersebut.
Moskow tampak bersemangat untuk mengajukan rencana alternatif guna memastikan keamanan di wilayah tersebut.
"Kami telah mendengar Anda belum diberi tahu tentang proposal Rusia. Singkatnya: Kami mengusulkan untuk memastikan keamanan di #TelukPersia," bunyi tweet akun Kementerian Luar Negeri Rusia dengan menandai akun resmi Presiden Vladimir Putin. Tweet tersebut terkait dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di situs resmi Kremlin.
Rusia selama ini telah menolak kampanye "tekanan maksimum" AS terhadap Iran yang diluncurkan setelah menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangani oleh kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Iran dan Jerman. Pemerintahan Trump sejak itu memberlakukan sanksi berat terhadap Teheran, menuduhnya melanggar pakta multinasional dengan diam-diam mengejar senjata nuklir, mendanai milisi asing, dan mengejar teknologi rudal baru.(Baca: AS Dorong Embargo Senjata Iran, Rusia: Kebijakan Mencekik Maksimum )
"Perdebatan seputar masalah Iran di Dewan Keamanan PBB menjadi semakin tegang," kata Putin dalam pernyataannya Jumat pagi.
"Ketegangan semakin tinggi. Iran menghadapi tuduhan yang tidak berdasar. Resolusi sedang dirancang dengan maksud untuk membongkar keputusan yang telah dengan suara bulat diadopsi oleh Dewan Keamanan," sambung Putin seperti dilansir dari Newsweek, Sabtu (15/8/2020).
Pemimpin Rusia itu mengumumkan komitmen teguh untuk kesepakatan nuklir Iran, yang masih didukung oleh semua pihak penandatangan yang tersisa meskipun ada argumen mengenai implementasinya yang telah muncul sejak kepergian AS. Putin kemudian memperkenalkan kembali Konsep Keamanan Kolektif 2019 untuk Wilayah Teluk Persia, sebuah road map untuk mengurangi ketegangan regional yang telah muncul selama dua tahun terakhir, mengancam konflik antara AS dan Iran.(Baca: Rusia: AS Tidak Akan Berhasil Perpanjang Embargo Senjata Iran )
"Kami sangat yakin bahwa masalah ini dapat diatasi jika kami memperlakukan posisi satu sama lain dengan perhatian dan tanggung jawab, sambil bertindak dengan hormat dan dalam semangat kolektif," tutur Putin.
"Seperti di mana pun di dunia, tidak ada tempat untuk memeras atau mendikte di wilayah ini, tidak peduli sumbernya. Pendekatan sepihak tidak akan membantu menghasilkan solusi," tambahnya.
"Pengalaman positif yang diperoleh sebelumnya melalui upaya intensif harus dipertahankan saat membangun arsitektur keamanan yang inklusif di Teluk Persia," ujarnya.
Ia juga mengusulkan pertemuan virtual para pihak penandatangan kesepakatan nuklir, termasuk AS, untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada pertemuan video anggota Dewan Keamanan PBB pada akhir Juni, perwakilan AS, termasuk Pompeo, mendapati diri mereka terisolasi di antara negara lain, yang masing-masing menyuarakan dukungannya untuk kesepakatan nuklir Iran.
DK PBB memilih untuk menolak resolusi AS untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran tanpa batas waktu. Dari 15 negara DK PBB, 11 negara abstain, dengan dua suara mendukung dan dua suara tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China - dua negara yang memberikan suaramenolak - masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.
Moskow tampak bersemangat untuk mengajukan rencana alternatif guna memastikan keamanan di wilayah tersebut.
"Kami telah mendengar Anda belum diberi tahu tentang proposal Rusia. Singkatnya: Kami mengusulkan untuk memastikan keamanan di #TelukPersia," bunyi tweet akun Kementerian Luar Negeri Rusia dengan menandai akun resmi Presiden Vladimir Putin. Tweet tersebut terkait dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di situs resmi Kremlin.
Rusia selama ini telah menolak kampanye "tekanan maksimum" AS terhadap Iran yang diluncurkan setelah menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangani oleh kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Iran dan Jerman. Pemerintahan Trump sejak itu memberlakukan sanksi berat terhadap Teheran, menuduhnya melanggar pakta multinasional dengan diam-diam mengejar senjata nuklir, mendanai milisi asing, dan mengejar teknologi rudal baru.(Baca: AS Dorong Embargo Senjata Iran, Rusia: Kebijakan Mencekik Maksimum )
"Perdebatan seputar masalah Iran di Dewan Keamanan PBB menjadi semakin tegang," kata Putin dalam pernyataannya Jumat pagi.
"Ketegangan semakin tinggi. Iran menghadapi tuduhan yang tidak berdasar. Resolusi sedang dirancang dengan maksud untuk membongkar keputusan yang telah dengan suara bulat diadopsi oleh Dewan Keamanan," sambung Putin seperti dilansir dari Newsweek, Sabtu (15/8/2020).
Pemimpin Rusia itu mengumumkan komitmen teguh untuk kesepakatan nuklir Iran, yang masih didukung oleh semua pihak penandatangan yang tersisa meskipun ada argumen mengenai implementasinya yang telah muncul sejak kepergian AS. Putin kemudian memperkenalkan kembali Konsep Keamanan Kolektif 2019 untuk Wilayah Teluk Persia, sebuah road map untuk mengurangi ketegangan regional yang telah muncul selama dua tahun terakhir, mengancam konflik antara AS dan Iran.(Baca: Rusia: AS Tidak Akan Berhasil Perpanjang Embargo Senjata Iran )
"Kami sangat yakin bahwa masalah ini dapat diatasi jika kami memperlakukan posisi satu sama lain dengan perhatian dan tanggung jawab, sambil bertindak dengan hormat dan dalam semangat kolektif," tutur Putin.
"Seperti di mana pun di dunia, tidak ada tempat untuk memeras atau mendikte di wilayah ini, tidak peduli sumbernya. Pendekatan sepihak tidak akan membantu menghasilkan solusi," tambahnya.
"Pengalaman positif yang diperoleh sebelumnya melalui upaya intensif harus dipertahankan saat membangun arsitektur keamanan yang inklusif di Teluk Persia," ujarnya.
Ia juga mengusulkan pertemuan virtual para pihak penandatangan kesepakatan nuklir, termasuk AS, untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada pertemuan video anggota Dewan Keamanan PBB pada akhir Juni, perwakilan AS, termasuk Pompeo, mendapati diri mereka terisolasi di antara negara lain, yang masing-masing menyuarakan dukungannya untuk kesepakatan nuklir Iran.
DK PBB memilih untuk menolak resolusi AS untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran tanpa batas waktu. Dari 15 negara DK PBB, 11 negara abstain, dengan dua suara mendukung dan dua suara tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China - dua negara yang memberikan suaramenolak - masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.
(ber)
tulis komentar anda