6 Kontroversi Undang-Undang Kewarganegaraan India yang Anti-Islam

Rabu, 13 Maret 2024 - 22:22 WIB
UU kewarganegaraan India dikenal anti-Islam. Foto/Reuters
NEW DELHI - Pemerintah India telah mengumumkan penerapan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), sebuah undang-undang yang disahkan oleh parlemen pada tahun 2019 tetapi tidak ditegakkan hingga sekarang. Kontroversi yang paling dominan adalah nuansa anti-Muslim yang sangat kental.

Keputusan mengenai CAA ini – yang pengesahannya di parlemen telah memicu protes di seluruh negeri lima tahun lalu atas tuduhan bias anti-Muslim. Hal tersebut terjadi beberapa minggu sebelum Perdana Menteri Narendra Modi mengupayakan masa jabatan ketiga melalui pemilu nasional.

6 Kontroversi Undang-Undang Kewarganegaraan India yang Anti-Islam

1. Memprioritaskan Kewarganegaraan bagi Warga Non-Muslim





Foto/Reuters

Melansir Al Jazeera, undang-undang tersebut, yang merupakan amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 1955, pertama kali diperkenalkan di parlemen pada bulan Juli 2016 dan disahkan pada bulan Desember 2019.

Sebelum CAA, setiap warga negara asing yang mencari kewarganegaraan India melalui naturalisasi harus sudah menghabiskan 11 tahun di India agar memenuhi syarat.

CAA mempercepat permohonan kewarganegaraan India bagi umat Hindu, Parsi, Sikh, Buddha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri ke India dari penganiayaan agama di Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan yang mayoritas penduduknya Muslim sebelum 31 Desember 2014. Mereka akan memenuhi syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan dalam waktu lima tahun. Pelamar dari agama-agama ini memenuhi syarat meskipun mereka saat ini tinggal di India tanpa visa yang sah atau dokumen lain yang diperlukan.

Menteri Dalam Negeri Amit Shah, orang kepercayaan Modi, menulis di X bahwa undang-undang tersebut akan memungkinkan kelompok minoritas yang dianiaya atas dasar agama di negara-negara tetangga untuk memperoleh kewarganegaraan India.



2. Menomerduakan Umat Islam

Sebelum CAA, undang-undang kewarganegaraan India tidak menjadikan agama sebagai penentu kelayakan seseorang untuk mendapatkan paspor India. Semua orang yang ingin melakukan naturalisasi harus menunjukkan bahwa mereka berada di India secara sah, dan harus menunggu dalam jangka waktu yang sama – 11 tahun – agar memenuhi syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan.

Hal itulah yang diubah oleh CAA – yang untuk pertama kalinya dalam sejarah kemerdekaan India – memperkenalkan tes agama untuk mendapatkan kewarganegaraan.

Muslim korban penganiayaan agama di Pakistan (seperti Ahmadiyah), Afghanistan (Hazara) atau negara tetangga lainnya (seperti Rohingya di Myanmar), masih harus menunggu selama 11 tahun sebelum mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan India. Dan tidak seperti umat Hindu, Parsi, Sikh, Buddha, Jain, dan Kristen, mereka memerlukan dokumentasi yang valid untuk membenarkan kehadiran mereka di India.

Banyak pakar hukum berpendapat bahwa hal ini melanggar Pasal 14 Konstitusi India, yang berbunyi: “Negara tidak boleh menyangkal persamaan di hadapan hukum atau perlindungan hukum yang sama di wilayah India bagi siapa pun.”

Pada tahun 2019, Human Rights Watch (HRW) menerbitkan pernyataan yang menggambarkan undang-undang tersebut diskriminatif terhadap umat Islam.

Namun komunitas lain – termasuk mereka yang telah lama mencari perlindungan di India – juga tidak mendapatkan manfaat dari undang-undang tersebut.

Pengawas hak asasi manusia Amnesty India mengatakan dalam sebuah postingan X pada hari Senin bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan nilai-nilai konstitusional tentang kesetaraan dan “melegitimasi diskriminasi berdasarkan agama”. Amnesty India menambahkan bahwa tindakan tersebut juga tidak memberikan manfaat bagi warga Tamil dari Sri Lanka, dan imigran dari negara-negara seperti Nepal dan Bhutan.

Pada tahun 2019, setelah undang-undang tersebut disahkan, protes besar terjadi di seluruh India. Bentrokan sengit meletus di New Delhi. Lebih dari 100 orang tewas di seluruh negeri, sebagian besar warga Muslim. Ratusan lainnya terluka.

3. Seleksi Akan Semakin Ketat



Foto/Reuters

Pemerintah India mengumumkan bahwa mereka yang memenuhi syarat berdasarkan CAA dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan India menggunakan portal online, yang diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Sebuah komite yang dipimpin oleh Direktur Operasi Sensus akan meninjau permohonan tersebut, demikian pemberitahuan pemerintah pada hari Senin. Panel tersebut akan memiliki tujuh anggota lainnya.

4. Banyak Pihak Menentang UU Terbaru

Terdapat lebih dari 200 petisi melawan undang-undang tersebut yang masih menunggu keputusan di pengadilan India meskipun CAA sudah mulai berlaku.

Pemerintahan Partai Bharatiya Janata yang dipimpin Modi membantah bahwa undang-undang tersebut diskriminatif terhadap umat Islam, dengan alasan bahwa undang-undang tersebut hanya berupaya melindungi mereka yang melarikan diri dari penganiayaan agama. Sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Daslam Negeri mengatakan “banyak kesalahpahaman yang tersebar” tentang undang-undang tersebut dan implementasinya tertunda karena pandemi COVID-19.

Pada saat yang sama, para kritikus khawatir bahwa BJP yang mayoritas beragama Hindu juga akan berupaya menerapkan inisiatif lain, National Register of Citizens (NRC), yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeportasi imigran di India tanpa surat-surat yang sah.

Jika digabungkan, CAA dan NRC dapat mengizinkan pemerintah untuk mengusir semua migran yang dianggap “ilegal” – dan kemudian mengizinkan umat Hindu, Parsi, Sikh, Buddha, Jain, dan Kristen untuk masuk kembali, sambil menolak kesempatan yang sama bagi umat Islam.

Para pemimpin BJP sebelumnya telah melontarkan pernyataan yang mendiskriminasi pengungsi Muslim. Menteri Dalam Negeri Shah, di masa lalu, menyebut imigran Bangladesh sebagai “rayap”, “penyusup”, dan ancaman terhadap keamanan nasional.

5. India Akan Mendeportasi Warga yang Ilegal



Foto/Reuters

NRC adalah daftar yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan mendeportasi imigran “ilegal”.

Sejauh ini, kebijakan ini baru diterapkan di negara bagian Assam, di India timur laut, di mana hampir dua juta orang, termasuk umat Hindu dan Muslim, tidak dimasukkan dalam daftar kewarganegaraan pada Agustus 2019. BJP telah menyatakan niatnya untuk menerapkan NRC secara nasional.

6. Demonstrasi Massal Sudah Menyebar di India

Mahasiswa Jamia Millia Islamia, sebuah universitas di New Delhi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa protes pecah di institut tersebut dan polisi tiba. Pasukan keamanan melakukan pawai bendera di daerah dekat Shaheen Bagh di Delhi, yang menjadi pusat protes terhadap CAA pada tahun 2019 dan 2020.

Kritikus juga menunjukkan bagaimana undang-undang tersebut sengaja diterapkan tepat saat pemilu akan segera dilangsungkan. Yogendra Yadav, seorang ilmuwan politik dan aktivis yang terkait erat dengan protes anti-CAA, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tindakan polarisasi pemilih oleh BJP sebelum pemilu bukanlah hal yang mengejutkan.

Jairam Ramesh, juru bicara partai oposisi Kongres memposting di X: “Setelah meminta sembilan perpanjangan waktu untuk pemberitahuan peraturan, waktu yang tepat sebelum pemilu ternyata dirancang untuk mempolarisasi pemilu, terutama di Benggala Barat dan Assam”.

Partai oposisi Komunis India (Marxis), yang memerintah negara bagian Kerala di bagian selatan, menyerukan protes di seluruh negara bagian pada hari Selasa terhadap CAA.

Aktivis dari beberapa organisasi di Assam, termasuk Persatuan Mahasiswa Seluruh Assam (AASU), membakar salinan undang-undang tersebut, menyerukan penutupan di seluruh negara bagian pada hari Selasa. Kelompok mahasiswa yang berbeda mengorganisir protes serupa di negara bagian lain, termasuk Meghalaya dan Tripura. Banyak dari kelompok-kelompok ini yang menentang CAA bukan karena sifatnya yang dianggap diskriminatif namun karena mereka menentang legalisasi status kewarganegaraan bagi warga negara asing.
(ahm)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More