Sejarah Konflik China-Filipina dalam Sengketa Laut China Selatan
Rabu, 06 Maret 2024 - 13:30 WIB
Mengutip laman Institut Dinas Luar Negeri Filipina, hubungan antara Filipina dan China yang berlangsung selama beberapa abad sebenarnya dijalani dengan hangat.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, hubungan kedua negara mengalami permasalahan, bahkan mencapai titik terendah sejak hubungan diplomatik terjalin pada Juni 1975.
Tak lain, sumber ketegangan Manila dan Beijing ini didominasi masalah sengketa wilayah di Laut Filipina Barat. Sejak perselisihan angkatan laut di Scarborough Shoal pada April 2012, kondisinya semakin buruk usai kemunculan isu pembangunan infrastruktur yang melanggar hukum, dan penyerobotan di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina.
Setelahnya, hubungan bilateral di antara kedua negara juga mengalami kemunduran. Salah satu momen penyebabnya terjadi ketika pemerintah Filipina mengajukan kasus arbitrase terhadap China berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada Januari 2013.
Adapun isinya adalah penentangan legalitas klaim ‘sembilan garis putus-putus’ Beijing atas perairan yang disebutkan.
Pada perkembangannya, tensi antara Filipina dan China justru semakin panas. Tak sekadar menyuarakan protes, Angkatan Laut Filipina juga sering terlibat konfrontasi dengan kapal-kapal China.
Mendapati kondisi yang semakin panas, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr beberapa waktu lalu menyebut bahwa misi utama militernya telah beralih dari memerangi komunis dan kelompok separatis menjadi mempertahankan perbatasan negara.
Berbeda dengan pendahulunya, Rodrigo Duterte, Marcos juga berupaya meningkatkan hubungan pertahanan Filipina dengan AS.
Sekitar Februari 2023, pemerintahannya bahkan sudah memberi Washington akses ke empat pangkalan militer yang memungkinkan pelatihan bersama tentara AS dan Filipina, penempatan peralatan hingga pembangunan fasilitas pertahanan.
Memasuki bulan April, militer Filipina-AS mengadakan latihan gabungan terbesar yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Sebulan berselang, Pentagon membuat komitmen eksplisit untuk membela Filipina apabila negara itu diserang di Laut Cina Selatan.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, hubungan kedua negara mengalami permasalahan, bahkan mencapai titik terendah sejak hubungan diplomatik terjalin pada Juni 1975.
Tak lain, sumber ketegangan Manila dan Beijing ini didominasi masalah sengketa wilayah di Laut Filipina Barat. Sejak perselisihan angkatan laut di Scarborough Shoal pada April 2012, kondisinya semakin buruk usai kemunculan isu pembangunan infrastruktur yang melanggar hukum, dan penyerobotan di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina.
Setelahnya, hubungan bilateral di antara kedua negara juga mengalami kemunduran. Salah satu momen penyebabnya terjadi ketika pemerintah Filipina mengajukan kasus arbitrase terhadap China berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada Januari 2013.
Adapun isinya adalah penentangan legalitas klaim ‘sembilan garis putus-putus’ Beijing atas perairan yang disebutkan.
Pada perkembangannya, tensi antara Filipina dan China justru semakin panas. Tak sekadar menyuarakan protes, Angkatan Laut Filipina juga sering terlibat konfrontasi dengan kapal-kapal China.
Mendapati kondisi yang semakin panas, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr beberapa waktu lalu menyebut bahwa misi utama militernya telah beralih dari memerangi komunis dan kelompok separatis menjadi mempertahankan perbatasan negara.
Berbeda dengan pendahulunya, Rodrigo Duterte, Marcos juga berupaya meningkatkan hubungan pertahanan Filipina dengan AS.
Sekitar Februari 2023, pemerintahannya bahkan sudah memberi Washington akses ke empat pangkalan militer yang memungkinkan pelatihan bersama tentara AS dan Filipina, penempatan peralatan hingga pembangunan fasilitas pertahanan.
Memasuki bulan April, militer Filipina-AS mengadakan latihan gabungan terbesar yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Sebulan berselang, Pentagon membuat komitmen eksplisit untuk membela Filipina apabila negara itu diserang di Laut Cina Selatan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda