Kebijakan Kontroversial Xi Jinping dan Runtuhnya Perekonomian China

Sabtu, 02 Maret 2024 - 09:44 WIB
Banyak analis berpendapat bahwa langkah-langkah tersebut diperkuat untuk membendung protes yang terjadi di kota-kota di China, di mana masyarakatnya tidak senang dengan tanggapan pemerintah daerah terhadap pandemi Covid-19.

Untuk menekan protes-protes ini, China secara brutal memperkuat kebijakan Covid-19 di seluruh kota-kota industri yang berdampak besar pada rantai pasokan yang semakin merusak perekonomian China yang berbasis ekspor.

Xi dengan sengaja mengabaikan peringatan para ahli dan membungkam suara-suara di dalam Partai Komunis China (CCP) untuk memperkuat cengkeramannya pada masyarakat yang berdampak buruk pada perekonomian nasional.

Ketiga, undang-undang spionase baru yang diperkenalkan Beijing tahun lalu jelas ditujukan terhadap orang asing dan bisnis asing di China. Menyusul pemberlakuan undang-undang baru ini, Pusat Kontra Intelijen & Keamanan Nasional Amerika Serikat memperingatkan dunia usaha AS akan peningkatan risiko berbisnis di China.

Sejak undang-undang tersebut diberlakukan tahun lalu, Beijing menangkap 12 orang asing atas tuduhan spionase. Kasus yang terkenal adalah penangkapan eksekutif Astellas Pharma, produsen obat terkenal Jepang.

Menurut survei yang dilakukan Kamar Dagang Uni Eropa pada Juni 2023, lebih dari dua pertiga partisipan mengatakan bahwa mereka semakin sulit melakukan bisnis di China. Sementara enam dari sepuluh partisipan menekankan bahwa bisnis menjadi lebih terpolitisasi di bawah pemerintahan Xi.

Keempat, tindakan keras Xi terhadap para taipan bisnis telah menciptakan situasi panik di kalangan pemain swasta China. Ketakutan Xi terhadap pertumbuhan dan kekuatan pengusaha swasta yang belum pernah terjadi sebelumnya telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir, ketika Xi mulai melakukan pembersihan terhadap mereka.

Pada 2023, pendiri perusahaan Evergrande Hui Ka Yun telah ditahan. Pada Maret 2023, Zhao Weiguo, mantan ketua Tsinghua Unigroup, juga ditangkap.

Bao Fan, pendiri China Renaissance, Xia Jianhua, pendiri Tomorrow Holdings, Chen Feng dan Tan Xiangdong dari HNA Group, hanyalah beberapa di antara daftar panjang taipan bisnis yang ditangkap atau dihilangkan begitu saja oleh CCP. Hilangnya Jack Ma sempat menjadi berita utama ketika dirinya menghilang setelah mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah.

Kelima, menurut Nicholas R. Lardy dari Peterson Institute for International Economics, sejak Xi berkuasa, telah terjadi pergeseran tajam dalam kredit bank yang beralih ke BUMN dari sektor swasta. Antara tahun 2012 dan 2018, aset SOE di China tumbuh sebesar 15 persen setiap tahunnya.

Perlambatan Ekonomi China



Keenam, tidak seperti Deng, dan lebih mirip Mao, Xi adalah seorang Marxis ortodoks yang hanya ingin mengendalikan CCP dan publik China, apa pun risikonya. Xi percaya bahwa terlalu banyak liberalisasi dan penguatan sektor swasta akan menjadi tantangan bagi partai dan dirinya, dan oleh karena itu, dia mencoba melakukan apa yang dilakukan Mao, yaitu membatasi liberalisasi ekonomi.

Sejak tahun 2016, Xi telah menerapkan kebijakan untuk tidak terlalu bergantung pada pertumbuhan PDB properti yang didorong oleh utang. Dengan kata lain, dia membiarkan sektor real estate runtuh.

Pasar properti mencakup sekitar seperempat PDB China dan IMF memperkirakan bahwa investasi di bidang real estat diperkirakan akan turun sebesar 30 persen hingga 60 persen dalam sepuluh tahun mendatang. Namun, Xi menolak untuk memompa modal di pasar properti dan menyaksikan jatuhnya Evergrande.

Para ahli percaya bahwa jatuhnya Evergrande adalah demonstrasi terbesar yang dilakukan Xi untuk memperingatkan industri properti dan perusahaan publik bahwa ia tidak akan lagi menyelamatkan mereka dari krisis.

Sebagian besar situasi ini sengaja diciptakan Xi sendiri, dan perlambatan ekonomi China merupakan ancaman langsung terhadap CCP. Protes terhadap kebijakan ekonomi China telah meningkat sejak tahun lalu. Berdasarkan data China Dissent Monitor, sebuah kelompok hak asasi internasional yang berbasis di New York, sekitar 777 protes buruh terjadi di China antara bulan September hingga Desember 2023.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More