AS Bantah Berencana Menarik Diri dari Suriah dan Akhiri Pendudukan
Kamis, 25 Januari 2024 - 18:01 WIB
WASHINGTON - Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) membantah laporan media yang menyatakan Washington mungkin akan mengakhiri pendudukannya di sebagian wilayah Suriah. AS menyebut laporan itu sebagai hal yang “keliru.”
Menanggapi pertanyaan dari RIA Novosti Rusia pada Rabu (24/1/2024), juru bicara Pentagon membantah laporan pekan ini oleh majalah Foreign Policy dan portal berita Timur Tengah Al-Monitor.
Foreign Policy mengklaim pada Rabu bahwa para pejabat pemerintah AS sedang melakukan “diskusi internal yang aktif” mengenai bagaimana dan kapan harus menarik pasukan dari Suriah.
Adapun Al-Monitor melaporkan pada Senin bahwa Pentagon mengusulkan rencana bagi sekutu Kurdi di Suriah untuk bermitra dengan pemerintah Suriah dalam konfliknya dengan kelompok teroris Negara Islam (ISIS).
Para pejabat AS telah berulang kali membenarkan penempatan sekitar 900 tentara mereka di wilayah kaya minyak di timur laut Suriah, yang merupakan pelanggaran kedaulatan Damaskus, karena diperlukan untuk memastikan “kekalahan abadi” ISIS.
Anggota parlemen AS tahun lalu menolak rancangan undang-undang yang menyerukan diakhirinya kehadiran ilegal AS, yang telah berlangsung selama hampir satu dekade.
Penempatan pasukan AS itu bertahan lebih lama dari kegagalan kampanye perubahan rezim Washington terhadap Presiden Suriah Bashar Assad.
Penulis majalah Foreign Policy Charles Lister, yang merupakan peneliti senior di Middle East Institute di Washington, berpendapat pemerintahan Presiden AS Joe Biden mungkin akan memberikan “hadiah di atas piring emas” kepada ISIS yang bangkit kembali jika AS menarik pasukannya keluar dari Suriah.
Dia mengatakan pemerintah AS sedang mempertimbangkan kembali prioritas militernya di Timur Tengah ketika perang Israel-Hamas meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
“Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengadakan pertemuan awal bulan ini, atas permintaan Pentagon, dengan perwakilan CIA, Departemen Luar Negeri AS dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk membahas rencana mendorong Kurdi berkolaborasi dengan Damaskus melawan ISIS,” ungkap laporan Al-Monitor.
Media tersebut mengutip orang-orang yang tidak disebutkan namanya dan mengetahui mengenai pembahasan tersebut.
Sumber itu mengatakan mereka menolak berkomentar apakah proposal tersebut akan mengakhiri pendudukan AS di Suriah.
Seorang pejabat Pentagon dilaporkan mengatakan kepada CNN pada Selasa bahwa Washington “sama sekali tidak berniat” mendukung kemitraan antara sekutu Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dan pemerintah Suriah.
Amerin Zaman, koresponden berbasis di Turki yang menulis laporan Al-Monitor, merespons dengan menegaskan pertemuan kebijakan antarlembaga AS mengenai rencana tersebut diadakan pada 18 Januari.
Zaman melaporkan para pejabat Turki telah memberikan masukan terhadap proposal AS. Washington dan Ankara, yang merupakan sekutu NATO, berselisih mengenai operasi AS-SDF di Suriah.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh AS melatih dan mempersenjatai “teroris” Kurdi di Suriah.
Setelah pasukan AS menembak jatuh pesawat tak berawak Turki di Suriah pada Oktober, Erdogan berjanji akan mengambil “tindakan yang diperlukan ketika saatnya tiba.”
Menanggapi pertanyaan dari RIA Novosti Rusia pada Rabu (24/1/2024), juru bicara Pentagon membantah laporan pekan ini oleh majalah Foreign Policy dan portal berita Timur Tengah Al-Monitor.
Foreign Policy mengklaim pada Rabu bahwa para pejabat pemerintah AS sedang melakukan “diskusi internal yang aktif” mengenai bagaimana dan kapan harus menarik pasukan dari Suriah.
Adapun Al-Monitor melaporkan pada Senin bahwa Pentagon mengusulkan rencana bagi sekutu Kurdi di Suriah untuk bermitra dengan pemerintah Suriah dalam konfliknya dengan kelompok teroris Negara Islam (ISIS).
Para pejabat AS telah berulang kali membenarkan penempatan sekitar 900 tentara mereka di wilayah kaya minyak di timur laut Suriah, yang merupakan pelanggaran kedaulatan Damaskus, karena diperlukan untuk memastikan “kekalahan abadi” ISIS.
Anggota parlemen AS tahun lalu menolak rancangan undang-undang yang menyerukan diakhirinya kehadiran ilegal AS, yang telah berlangsung selama hampir satu dekade.
Penempatan pasukan AS itu bertahan lebih lama dari kegagalan kampanye perubahan rezim Washington terhadap Presiden Suriah Bashar Assad.
Penulis majalah Foreign Policy Charles Lister, yang merupakan peneliti senior di Middle East Institute di Washington, berpendapat pemerintahan Presiden AS Joe Biden mungkin akan memberikan “hadiah di atas piring emas” kepada ISIS yang bangkit kembali jika AS menarik pasukannya keluar dari Suriah.
Dia mengatakan pemerintah AS sedang mempertimbangkan kembali prioritas militernya di Timur Tengah ketika perang Israel-Hamas meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
“Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengadakan pertemuan awal bulan ini, atas permintaan Pentagon, dengan perwakilan CIA, Departemen Luar Negeri AS dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk membahas rencana mendorong Kurdi berkolaborasi dengan Damaskus melawan ISIS,” ungkap laporan Al-Monitor.
Media tersebut mengutip orang-orang yang tidak disebutkan namanya dan mengetahui mengenai pembahasan tersebut.
Sumber itu mengatakan mereka menolak berkomentar apakah proposal tersebut akan mengakhiri pendudukan AS di Suriah.
Seorang pejabat Pentagon dilaporkan mengatakan kepada CNN pada Selasa bahwa Washington “sama sekali tidak berniat” mendukung kemitraan antara sekutu Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dan pemerintah Suriah.
Amerin Zaman, koresponden berbasis di Turki yang menulis laporan Al-Monitor, merespons dengan menegaskan pertemuan kebijakan antarlembaga AS mengenai rencana tersebut diadakan pada 18 Januari.
Zaman melaporkan para pejabat Turki telah memberikan masukan terhadap proposal AS. Washington dan Ankara, yang merupakan sekutu NATO, berselisih mengenai operasi AS-SDF di Suriah.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh AS melatih dan mempersenjatai “teroris” Kurdi di Suriah.
Setelah pasukan AS menembak jatuh pesawat tak berawak Turki di Suriah pada Oktober, Erdogan berjanji akan mengambil “tindakan yang diperlukan ketika saatnya tiba.”
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda