Asal-usul Kurdi, Etnis Besar Timur Tengah yang Tidak Punya Negara Sendiri
Jum'at, 19 Januari 2024 - 14:49 WIB
JAKARTA - Kurdi merupakan salah satu kelompok etnis terbesar di kawasan Timur Tengah.
Etnis Kurdi sebenarnya serupa dengan etnis lain seperti Arab, Turki, hingga Yahudi. Namun, etnis tersebut sampai sekarang memang tidak memiliki negara sendiri.
Sekitar tahun 2019 lalu, diperkirakan setidaknya ada 25-35 juta orang Kurdi yang mendiami wilayah pegunungan yang melintasi perbatasan sejumlah negara Timur Tengah. Di antaranya seperti Turki, Irak, Suriah, hingga Iran.
Ada berbagai pendapat berbeda terkait asal-usul etnis Kurdi. Namun, sebagian besar menyebutnya sebagai penduduk asli dataran Mesopotamia, wilayah yang kini berada di tenggara Turki, timur laut Suriah, utara Irak, barat laut Iran, dan barat daya Armenia.
Mengutip Al Jazeera, Kamis (18/1/2024), etnis Kurdi awalnya adalah komunitas yang berbeda-beda. Mereka kemudian disatukan oleh ras, budaya hingga bahasa yang digunakan.
Mayoritas etnis Kurdi memeluk keyakinan Islam Sunni. Namun, ada juga dari mereka yang menganut agama lain seperti Kristen hingga Yahudi.
Orang-orang Kurdi dianggap sebagai kelompok etnis terbesar di dunia yang tidak memiliki kewarganegaraan. Tak jarang, mereka juga menjadi korban marginalisasi dan penganiayaan politik di negara-negara tempat mereka hidup, khususnya Turki dan Irak.
Pada akhir Perang Dunia I, muncul usulan Perjanjian Sevres guna menangani pembubaran dan pembagian wilayah Utsmaniyah. Momen ini sebenarnyatelah memperkuat peluang berdirinya negara baru untuk etnis Kurdi.
Namun, perjanjian ditolak dan berganti menjadi Perjanjian Lausanne. Sayangnya, perjanjian baru ini memberi kendali lebih luas bagi Republik Turki dan tidak memberikan kesempatan bagi etnis Kurdi.
Harapan etnis Kurdi untuk membuat sebuah daerah otonom atau negara merdeka pun pupus. Alhasil, mereka pun terpaksa luntang-lantung karena tidak memiliki status dan banyak menjadi korban penindasan.
Seiring waktu, orang-orang Kurdi di berbagai negara Timur Tengah terus berjuang untuk bertahan hidup. Masing-masing negara memiliki perlakuan dan kebijakan tersendiri atas etnis Kurdi.
Sebagai contoh, di Irak, etnis Kurdi telah mendapat pengakuan konstitusional pada 2005 atas wilayah otonom Kurdi di bagian utara negara tersebut.
Sementara di Turki, konstitusinya telah menyangkal keberadaan sub-kelompok etnis yang berbeda, termasuk Kurdi.
Akibatnya, identitas yang dimiliki etnis Kurdi pun dicoba untuk dihilangkan. Sejak 1991, bahasa Kurdi yang digunakan jutaan orang Turki bahkan telah dilarang.
Etnis Kurdi sebenarnya serupa dengan etnis lain seperti Arab, Turki, hingga Yahudi. Namun, etnis tersebut sampai sekarang memang tidak memiliki negara sendiri.
Sekitar tahun 2019 lalu, diperkirakan setidaknya ada 25-35 juta orang Kurdi yang mendiami wilayah pegunungan yang melintasi perbatasan sejumlah negara Timur Tengah. Di antaranya seperti Turki, Irak, Suriah, hingga Iran.
Asal-usul Etnis Kurdi
Ada berbagai pendapat berbeda terkait asal-usul etnis Kurdi. Namun, sebagian besar menyebutnya sebagai penduduk asli dataran Mesopotamia, wilayah yang kini berada di tenggara Turki, timur laut Suriah, utara Irak, barat laut Iran, dan barat daya Armenia.
Mengutip Al Jazeera, Kamis (18/1/2024), etnis Kurdi awalnya adalah komunitas yang berbeda-beda. Mereka kemudian disatukan oleh ras, budaya hingga bahasa yang digunakan.
Mayoritas etnis Kurdi memeluk keyakinan Islam Sunni. Namun, ada juga dari mereka yang menganut agama lain seperti Kristen hingga Yahudi.
Orang-orang Kurdi dianggap sebagai kelompok etnis terbesar di dunia yang tidak memiliki kewarganegaraan. Tak jarang, mereka juga menjadi korban marginalisasi dan penganiayaan politik di negara-negara tempat mereka hidup, khususnya Turki dan Irak.
Kenapa Etnis Kurdi Tidak Punya Negara Sendiri?
Pada akhir Perang Dunia I, muncul usulan Perjanjian Sevres guna menangani pembubaran dan pembagian wilayah Utsmaniyah. Momen ini sebenarnyatelah memperkuat peluang berdirinya negara baru untuk etnis Kurdi.
Namun, perjanjian ditolak dan berganti menjadi Perjanjian Lausanne. Sayangnya, perjanjian baru ini memberi kendali lebih luas bagi Republik Turki dan tidak memberikan kesempatan bagi etnis Kurdi.
Harapan etnis Kurdi untuk membuat sebuah daerah otonom atau negara merdeka pun pupus. Alhasil, mereka pun terpaksa luntang-lantung karena tidak memiliki status dan banyak menjadi korban penindasan.
Seiring waktu, orang-orang Kurdi di berbagai negara Timur Tengah terus berjuang untuk bertahan hidup. Masing-masing negara memiliki perlakuan dan kebijakan tersendiri atas etnis Kurdi.
Sebagai contoh, di Irak, etnis Kurdi telah mendapat pengakuan konstitusional pada 2005 atas wilayah otonom Kurdi di bagian utara negara tersebut.
Sementara di Turki, konstitusinya telah menyangkal keberadaan sub-kelompok etnis yang berbeda, termasuk Kurdi.
Akibatnya, identitas yang dimiliki etnis Kurdi pun dicoba untuk dihilangkan. Sejak 1991, bahasa Kurdi yang digunakan jutaan orang Turki bahkan telah dilarang.
(mas)
tulis komentar anda