Rusia Kecam Niat Israel Banjiri Terowongan Gaza dengan Air Laut: Kejahatan Perang!
Sabtu, 09 Desember 2023 - 08:28 WIB
NEW YORK - Rusia mengecam rencana Israel membanjiri terowongan bawah tanah di Gaza, yang dianggap sebagai markas Hamas, dengan air laut. Menurut Moskow, jika itu dilakukan, maka akan menjadi kejahatan perang.
"Jika Israel benar-benar mempertimbangkan untuk membanjiri 'terowongan Hamas' di bawah tanah Gaza dengan air laut, ini jelas merupakan kekejaman," kata Wakil Duta Tetap Pertama Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, pada pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat.
China, Rusia dan Uni Emirat Arab menyerukan sesi darurat DK PBB, mengingat situasi yang memburuk di wilayah kantong Palestina setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melanjutkan operasi militer pada awal Desember.
“Dalam beberapa hari terakhir, informasi mengejutkan telah menyebar tentang rencana Israel untuk membanjiri bangunan bawah tanah di Jalur Gaza dengan air laut,” kata Polyansky kepada DK PBB.
"Menurut informasi yang tersedia untuk umum, IDF telah membangun sistem pipa dan pompa yang dirancang untuk memompa air laut, dan saat ini sedang mendiskusikan dengan Amerika Serikat kemungkinan praktis terjadinya banjir: apakah akan ada cukup air, akankah 'topografi' terowongan mengizinkannya, dan seterusnya," paparnya.
"Langkah seperti itu, jika diambil, jelas merupakan kejahatan perang," tegas diplomat Rusia ini sebagaimana dikutip dari RT, Sabtu (9/12/2023).
Polyansky menjelaskan bahwa banjir tidak pandang bulu dan setara dengan perintah “jangan ambil tawanan", sementara air laut akan mencemari air tanah di Gaza dan membuat daerah tersebut tidak dapat dihuni.
Dokumen yang diterbitkan pada pertengahan Oktober menunjukkan bahwa pemerintah Israel ingin memindahkan seluruh penduduk Palestina di Gaza ke Mesir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan perang terhadap Hamas setelah kelompok militan yang berbasis di Gaza menyerbu permukiman Israel di dekatnya pada tanggal 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera banyak orang.
Sejak itu, lebih dari 17.000 warga Palestina tewas dalam operasi Israel di Gaza.
Menurut Polyansky, setelah “jeda kemanusiaan” selama seminggu pada akhir bulan November, Israel telah meluncurkan “fase yang lebih brutal dan berdarah” dalam operasinya di Gaza.
Menurutnya, skala kehancuran menunjukkan penggunaan kekuatan “tanpa pandang bulu” dan serangan terhadap warga sipil sebagai target yang semestinya dilindungi oleh hukum humaniter.
“Serangan brutal Hamas pada 7 Oktober tidak bisa membenarkan kejahatan Israel terhadap kemanusiaan,” kata diplomat Rusia itu.
“Kegagalan untuk menghormati hukum humaniter di satu pihak tidak membebaskan pihak lain dari kewajiban yang sama.”
Polyansky menambahkan bahwa dia ragu Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) akan melakukan apa pun, karena Pengadilan Kriminal Internasional tidak akan bertindak “melawan negara Barat".
"ICC kemungkinan akan memaafkan Israel sama seperti mereka menutup mata terhadap kekejaman Barat di Irak, Afghanistan dan Libya," imbuhnya.
"Jika Israel benar-benar mempertimbangkan untuk membanjiri 'terowongan Hamas' di bawah tanah Gaza dengan air laut, ini jelas merupakan kekejaman," kata Wakil Duta Tetap Pertama Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, pada pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat.
China, Rusia dan Uni Emirat Arab menyerukan sesi darurat DK PBB, mengingat situasi yang memburuk di wilayah kantong Palestina setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melanjutkan operasi militer pada awal Desember.
“Dalam beberapa hari terakhir, informasi mengejutkan telah menyebar tentang rencana Israel untuk membanjiri bangunan bawah tanah di Jalur Gaza dengan air laut,” kata Polyansky kepada DK PBB.
"Menurut informasi yang tersedia untuk umum, IDF telah membangun sistem pipa dan pompa yang dirancang untuk memompa air laut, dan saat ini sedang mendiskusikan dengan Amerika Serikat kemungkinan praktis terjadinya banjir: apakah akan ada cukup air, akankah 'topografi' terowongan mengizinkannya, dan seterusnya," paparnya.
"Langkah seperti itu, jika diambil, jelas merupakan kejahatan perang," tegas diplomat Rusia ini sebagaimana dikutip dari RT, Sabtu (9/12/2023).
Polyansky menjelaskan bahwa banjir tidak pandang bulu dan setara dengan perintah “jangan ambil tawanan", sementara air laut akan mencemari air tanah di Gaza dan membuat daerah tersebut tidak dapat dihuni.
Dokumen yang diterbitkan pada pertengahan Oktober menunjukkan bahwa pemerintah Israel ingin memindahkan seluruh penduduk Palestina di Gaza ke Mesir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan perang terhadap Hamas setelah kelompok militan yang berbasis di Gaza menyerbu permukiman Israel di dekatnya pada tanggal 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera banyak orang.
Sejak itu, lebih dari 17.000 warga Palestina tewas dalam operasi Israel di Gaza.
Menurut Polyansky, setelah “jeda kemanusiaan” selama seminggu pada akhir bulan November, Israel telah meluncurkan “fase yang lebih brutal dan berdarah” dalam operasinya di Gaza.
Menurutnya, skala kehancuran menunjukkan penggunaan kekuatan “tanpa pandang bulu” dan serangan terhadap warga sipil sebagai target yang semestinya dilindungi oleh hukum humaniter.
“Serangan brutal Hamas pada 7 Oktober tidak bisa membenarkan kejahatan Israel terhadap kemanusiaan,” kata diplomat Rusia itu.
“Kegagalan untuk menghormati hukum humaniter di satu pihak tidak membebaskan pihak lain dari kewajiban yang sama.”
Polyansky menambahkan bahwa dia ragu Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) akan melakukan apa pun, karena Pengadilan Kriminal Internasional tidak akan bertindak “melawan negara Barat".
"ICC kemungkinan akan memaafkan Israel sama seperti mereka menutup mata terhadap kekejaman Barat di Irak, Afghanistan dan Libya," imbuhnya.
(mas)
tulis komentar anda