Genting! UNRWA di Ambang Kehancuran di Gaza
Sabtu, 09 Desember 2023 - 02:15 WIB
GAZA - UNRWA telah menjadi platform utama bantuan kemanusiaan bagi lebih dari 2,2 juta orang di Gaza, sehingga UNRWA di ambang kehancuran.
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini memperingatkan hal itu di tengah serangan brutal Israel yang masih berlangsung di wilayah Palestina.
Badan tersebut dibentuk untuk mendukung pengungsi Palestina sampai ada solusi politik. “Badan ini hampir tidak berfungsi,” ungkap Lazzarini dalam surat yang diposting di X pada Jumat (8/12/2023).
“Jika UNRWA runtuh, bantuan kemanusiaan di Gaza juga akan runtuh,” papar dia memperingatkan. “Situasi kemanusiaan sekarang tidak dapat dipertahankan.”
“Pekan ini, pasukan militer Israel telah menginstruksikan orang-orang untuk pindah lebih jauh ke selatan, yang memaksa populasi Gaza semakin menyusut. Tempat penampungan sangat penuh sesak, dengan risiko tinggi terjadinya epidemi penyakit,” ungkap dia.
“Di ruangan yang terlalu penuh dan tidak bersih ini, lebih dari 700 orang menggunakan satu toilet, perempuan melahirkan (rata-rata 25 orang per hari), dan orang-orang merawat luka terbuka,” ujar dia.
Premis mandat UNRWA untuk memberikan layanan kepada Pengungsi Palestina sampai ada solusi politik berada dalam risiko besar: tanpa tempat berlindung dan bantuan yang aman, warga sipil di Gaza berisiko mati atau terpaksa mengungsi ke Mesir dan sekitarnya.
“Pengungsian paksa keluar dari Gaza dapat mengakhiri prospek solusi politik yang merupakan mandat UNRWA, dengan risiko besar bagi perdamaian dan keamanan regional,” papar dia.
“Staf kami membawa anak-anak mereka ke tempat kerja sehingga mereka tahu bahwa mereka aman atau bisa mati bersama,” ujar dia.
“Saya belum pernah menulis surat seperti itu, memperkirakan akan terbunuhnya staf saya dan runtuhnya mandat yang harus saya penuhi,” papar dia.
Dia kemudian menyerukan, “Diakhirinya kehancuran Gaza dan rakyatnya.”
UNRWA didirikan pada 1949 berdasarkan mandat PBB untuk melayani pengungsi Palestina di Yordania, Lebanon, Suriah, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem. Lembaga ini mendukung sekitar 5,9 juta pengungsi Palestina.
Selama bertahun-tahun, Israel telah melobi agar UNRWA ditutup karena ini merupakan satu-satunya badan PBB yang mempunyai mandat khusus untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi Palestina.
Jika lembaga tersebut tidak ada lagi, menurut Israel, maka masalah pengungsi tidak akan ada lagi, dan hak sah bagi pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka tidak diperlukan lagi.
Israel telah menolak hak warga Palestina untuk kembali tersebut sejak akhir tahun 1940-an, meskipun keanggotaan rezim Zionis di PBB dibuat dengan syarat pengungsi Palestina diizinkan kembali ke rumah dan tanah mereka.
UNRWA hampir seluruhnya bergantung pada sumbangan sukarela dari negara-negara anggota PBB, sehingga sangat rentan terhadap kelompok lobi pro-Israel yang berpengaruh di berbagai negara.
Badan ini menghadapi kesulitan keuangan yang parah ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih berkuasa karena pemerintahannya menghentikan donasi sama sekali pada 2018. Meskipun sebagian dari dana ini kemudian dikembalikan, namun gagal mengisi kesenjangan pendanaan.
Uni Emirat Arab (UEA) kemudian mengurangi pendanaannya secara tajam pada badan tersebut pada 2020.
Sami Mshasha mengatakan UEA menyumbangkan USD51,8 juta kepada UNRWA pada tahun 2018 dan juga pada tahun 2019, namun pada tahun 2020 UEA hanya memberikan USD1 juta kepada UNRWA.
Hal ini terjadi pada saat UEA mulai menormalisasi hubungan dengan otoritas kolonial Israel, menandatangani apa yang disebut ‘Perjanjian Abraham’ pada bulan September tahun yang sama.
Inggris juga mengurangi lebih dari separuh dananya untuk UNRWA dari 42,5 juta poundsterling (USD57,2 juta) pada tahun 2020 menjadi 20,8 juta poundsterling (USD28 juta) pada tahun 2021.
Inggris adalah negara donor terbesar ketiga untuk UNRWA pada tahun 2020, namun berbagai pemotongan tersebut membuat negara tersebut berada sebagai kontributor tingkat kedua.
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini memperingatkan hal itu di tengah serangan brutal Israel yang masih berlangsung di wilayah Palestina.
Badan tersebut dibentuk untuk mendukung pengungsi Palestina sampai ada solusi politik. “Badan ini hampir tidak berfungsi,” ungkap Lazzarini dalam surat yang diposting di X pada Jumat (8/12/2023).
“Jika UNRWA runtuh, bantuan kemanusiaan di Gaza juga akan runtuh,” papar dia memperingatkan. “Situasi kemanusiaan sekarang tidak dapat dipertahankan.”
“Pekan ini, pasukan militer Israel telah menginstruksikan orang-orang untuk pindah lebih jauh ke selatan, yang memaksa populasi Gaza semakin menyusut. Tempat penampungan sangat penuh sesak, dengan risiko tinggi terjadinya epidemi penyakit,” ungkap dia.
“Di ruangan yang terlalu penuh dan tidak bersih ini, lebih dari 700 orang menggunakan satu toilet, perempuan melahirkan (rata-rata 25 orang per hari), dan orang-orang merawat luka terbuka,” ujar dia.
Premis mandat UNRWA untuk memberikan layanan kepada Pengungsi Palestina sampai ada solusi politik berada dalam risiko besar: tanpa tempat berlindung dan bantuan yang aman, warga sipil di Gaza berisiko mati atau terpaksa mengungsi ke Mesir dan sekitarnya.
“Pengungsian paksa keluar dari Gaza dapat mengakhiri prospek solusi politik yang merupakan mandat UNRWA, dengan risiko besar bagi perdamaian dan keamanan regional,” papar dia.
“Staf kami membawa anak-anak mereka ke tempat kerja sehingga mereka tahu bahwa mereka aman atau bisa mati bersama,” ujar dia.
“Saya belum pernah menulis surat seperti itu, memperkirakan akan terbunuhnya staf saya dan runtuhnya mandat yang harus saya penuhi,” papar dia.
Dia kemudian menyerukan, “Diakhirinya kehancuran Gaza dan rakyatnya.”
UNRWA didirikan pada 1949 berdasarkan mandat PBB untuk melayani pengungsi Palestina di Yordania, Lebanon, Suriah, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem. Lembaga ini mendukung sekitar 5,9 juta pengungsi Palestina.
Selama bertahun-tahun, Israel telah melobi agar UNRWA ditutup karena ini merupakan satu-satunya badan PBB yang mempunyai mandat khusus untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi Palestina.
Jika lembaga tersebut tidak ada lagi, menurut Israel, maka masalah pengungsi tidak akan ada lagi, dan hak sah bagi pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka tidak diperlukan lagi.
Israel telah menolak hak warga Palestina untuk kembali tersebut sejak akhir tahun 1940-an, meskipun keanggotaan rezim Zionis di PBB dibuat dengan syarat pengungsi Palestina diizinkan kembali ke rumah dan tanah mereka.
UNRWA hampir seluruhnya bergantung pada sumbangan sukarela dari negara-negara anggota PBB, sehingga sangat rentan terhadap kelompok lobi pro-Israel yang berpengaruh di berbagai negara.
Badan ini menghadapi kesulitan keuangan yang parah ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih berkuasa karena pemerintahannya menghentikan donasi sama sekali pada 2018. Meskipun sebagian dari dana ini kemudian dikembalikan, namun gagal mengisi kesenjangan pendanaan.
Uni Emirat Arab (UEA) kemudian mengurangi pendanaannya secara tajam pada badan tersebut pada 2020.
Sami Mshasha mengatakan UEA menyumbangkan USD51,8 juta kepada UNRWA pada tahun 2018 dan juga pada tahun 2019, namun pada tahun 2020 UEA hanya memberikan USD1 juta kepada UNRWA.
Hal ini terjadi pada saat UEA mulai menormalisasi hubungan dengan otoritas kolonial Israel, menandatangani apa yang disebut ‘Perjanjian Abraham’ pada bulan September tahun yang sama.
Inggris juga mengurangi lebih dari separuh dananya untuk UNRWA dari 42,5 juta poundsterling (USD57,2 juta) pada tahun 2020 menjadi 20,8 juta poundsterling (USD28 juta) pada tahun 2021.
Inggris adalah negara donor terbesar ketiga untuk UNRWA pada tahun 2020, namun berbagai pemotongan tersebut membuat negara tersebut berada sebagai kontributor tingkat kedua.
(sya)
tulis komentar anda