Mengapa Orang-orang Rohingya Kabur dari Negaranya?
Kamis, 07 Desember 2023 - 14:01 WIB
RAKHINE - Eksodus etnis Rohingya telah berlangsung selama bertahun-tahun ke belakang. Sepanjang itu, keberadaan kelompok minoritas di Myanmar ini telah menyebar ke berbagai negara lain.
Awalnya, etnis Rohingya diketahui sebagai kelompok pemeluk agama Islam yang berada di negara bagian Rakhine, Myanmar. Namun, karena statusnya sebagai minoritas, mereka dikatakan banyak mendapat perlakuan buruk dan diskriminasi.
Terlepas dari sejarahnya yang masih diperdebatkan, etnis Rohingnya mulai meninggalkan Myanmar. Sebagai gantinya, mereka pun mengungsi ke negara-negara lain untuk mencari perlindungan.
Lantas, mengapa sebenarnya orang-orang Rohingya ini kabur dari negaranya? Untuk lebih jelasnya, simak ulasannya berikut ini.
Alasan utama etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar tak lain karena perlakuan buruk yang diterimanya. Mengutip laman Council on Foreign Relations, Kamis (7/12/2023), aksi diskriminatif ini ternyata juga dilakukan sendiri oleh pemerintahnya sendiri.
Pemerintah Myanmar telah menolak memberikan status kewarganegaraan kepada warga Rohingya. Akibatnya, mereka tidak memiliki akses kewarganegaraan sebagaimana etnis-etnis lainnya.
Melihat ke belakang, undang-undang kewarganegaraan Myanmar tahun 1948 sudah bersifat eksklusif. Hal ini diperparah ketika junta militer merebut kekuasaan pada 1962 dan memperkenalkan undang-undang baru yang mencabut akses warga Rohingya terhadap kewarganegaraan penuh.
Sebagai gantinya, warga Rohingya hanya berstatus penduduk sementara dengan kartu identitas bernama ‘kartu putih’. Mereka juga dicabut hak pilihnya serta tidak masuk daftar sensus yang dilakukan pemerintah.
Selain itu, masih banyak tindakan-tindakan diskriminatif yang diberlakukan bagi etnis Rohingya. Misal, pembatasan pernikahan hingga pengucilan warga Rohingya atas akses mendapat pekerjaan dan pendidikan yang layak.
Eksodus terbesar Rohingya terjadi pada 2017. Hal ini berlangsung setelah gelombang kekerasan besar-besaran terjadi di negara bagian Rakhine.
Konflik di Rakhine pecah setelah muncul kelompok militan bernama Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pos polisi dan tentara. Setelahnya, Myanmar menyatakan ARSA sebagai kelompok teroris.
Kendati belum diketahui kebenarannya, pihak militer melancarkan operasi brutal yang menyasar permukiman Rohingya. Aktivitas ini membuat sekitar tujuh ratus ribu warga Rohingya meninggalkan Myanmar.
Ironisnya, selama kampanye brutal tersebut, setidaknya ada 6.700 warga Rohingya yang terbunuh. Tak hanya membakar desa-desa Rohingya, militer Myanmar juga diduga menembaki warga sipil yang hendak melarikan diri.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggambarkan kondisi tersebut sebagai pembersihan etnis terstruktur dan menudingnya sebagai rencana genosida.
Mendapat ancaman genosida, warga Rohingya pun berbondong-bondong melarikan diri dari Myanmar. Sebagai tujuannya, mereka menyasar negara-negara seperti Bangladesh, Malaysia, hingga Indonesia.
Demikian ulasan mengenai alasan warga Rohingya melarikan diri dari negaranya sendiri.
Awalnya, etnis Rohingya diketahui sebagai kelompok pemeluk agama Islam yang berada di negara bagian Rakhine, Myanmar. Namun, karena statusnya sebagai minoritas, mereka dikatakan banyak mendapat perlakuan buruk dan diskriminasi.
Terlepas dari sejarahnya yang masih diperdebatkan, etnis Rohingnya mulai meninggalkan Myanmar. Sebagai gantinya, mereka pun mengungsi ke negara-negara lain untuk mencari perlindungan.
Lantas, mengapa sebenarnya orang-orang Rohingya ini kabur dari negaranya? Untuk lebih jelasnya, simak ulasannya berikut ini.
Kenapa Orang Rohingya Kabur dari Negaranya?
Alasan utama etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar tak lain karena perlakuan buruk yang diterimanya. Mengutip laman Council on Foreign Relations, Kamis (7/12/2023), aksi diskriminatif ini ternyata juga dilakukan sendiri oleh pemerintahnya sendiri.
Pemerintah Myanmar telah menolak memberikan status kewarganegaraan kepada warga Rohingya. Akibatnya, mereka tidak memiliki akses kewarganegaraan sebagaimana etnis-etnis lainnya.
Melihat ke belakang, undang-undang kewarganegaraan Myanmar tahun 1948 sudah bersifat eksklusif. Hal ini diperparah ketika junta militer merebut kekuasaan pada 1962 dan memperkenalkan undang-undang baru yang mencabut akses warga Rohingya terhadap kewarganegaraan penuh.
Sebagai gantinya, warga Rohingya hanya berstatus penduduk sementara dengan kartu identitas bernama ‘kartu putih’. Mereka juga dicabut hak pilihnya serta tidak masuk daftar sensus yang dilakukan pemerintah.
Selain itu, masih banyak tindakan-tindakan diskriminatif yang diberlakukan bagi etnis Rohingya. Misal, pembatasan pernikahan hingga pengucilan warga Rohingya atas akses mendapat pekerjaan dan pendidikan yang layak.
Puncak Eksodus Rohingya
Eksodus terbesar Rohingya terjadi pada 2017. Hal ini berlangsung setelah gelombang kekerasan besar-besaran terjadi di negara bagian Rakhine.
Konflik di Rakhine pecah setelah muncul kelompok militan bernama Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pos polisi dan tentara. Setelahnya, Myanmar menyatakan ARSA sebagai kelompok teroris.
Kendati belum diketahui kebenarannya, pihak militer melancarkan operasi brutal yang menyasar permukiman Rohingya. Aktivitas ini membuat sekitar tujuh ratus ribu warga Rohingya meninggalkan Myanmar.
Ironisnya, selama kampanye brutal tersebut, setidaknya ada 6.700 warga Rohingya yang terbunuh. Tak hanya membakar desa-desa Rohingya, militer Myanmar juga diduga menembaki warga sipil yang hendak melarikan diri.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggambarkan kondisi tersebut sebagai pembersihan etnis terstruktur dan menudingnya sebagai rencana genosida.
Mendapat ancaman genosida, warga Rohingya pun berbondong-bondong melarikan diri dari Myanmar. Sebagai tujuannya, mereka menyasar negara-negara seperti Bangladesh, Malaysia, hingga Indonesia.
Demikian ulasan mengenai alasan warga Rohingya melarikan diri dari negaranya sendiri.
Baca Juga
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda