Netanyahu: Israel akan Punya Kontrol Keamanan Tanpa Batas di Gaza
Rabu, 08 November 2023 - 07:33 WIB
TEL AVIV - Israel akan memikul “tanggung jawab keamanan secara keseluruhan” di Gaza untuk “jangka waktu yang tidak terbatas” setelah perang berakhir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjelaskan hal itu pada Senin (6/11/2023).
Wawancara Netanyahu di ABC News pada Senin adalah ekspresi paling jelas sejauh ini tentang rencana Israel terhadap Gaza setelah perang.
“Gaza harus diperintah oleh mereka yang tidak ingin melanjutkan cara Hamas,” ujar Netanyahu.
“Saya pikir Israel, untuk jangka waktu yang tidak terbatas, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi ketika kami tidak memilikinya,” papar dia.
Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza pada tahun 2005, dan sejak itu mempertahankan kendali atas wilayah darat, udara dan laut, serta melakukan blokade total.
Netanyahu tidak memberikan klarifikasi lebih lanjut tentang rencana Israel pascaperang.
“Bahasa yang digunakan di sini tidak jelas, dan menurut saya makna sebenarnya dari kata-kata tersebut belum dipikirkan secara spesifik,” ungkap Yonatan Touval, analis di Institut Kebijakan Luar Negeri Regional Israel (Mitvim), mengatakan kepada Middle East Eye.
“Tetapi ini adalah gagasan konseptual yang berasal dari Perjanjian Oslo, di mana Israel bersikeras mempertahankan 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' di Tepi Barat, yang pada dasarnya berarti Israel mengontrol semua penyeberangan masuk dan keluar Tepi Barat (juga di sisi Yordania), dan tetap mempunyai hak untuk campur tangan kapan pun kebutuhan keamanannya terancam," ujar dia.
Sejak penarikan Israel dari Gaza, Hamas sebagian besar menjalankan wilayah kantong tersebut melalui institusi dan aparat keamanannya sendiri.
Namun, Israel mungkin menolak mengizinkan faksi atau organisasi Palestina mana pun untuk memiliki otonomi sebesar itu di Gaza setelah perang.
“Ide dasarnya di sini adalah bahwa meskipun kepolisian internal akan ditangani oleh orang lain, Israel akan merasa bebas (bahkan terikat) untuk bertindak, juga di Jalur Gaza, kapan pun kepentingan keamanannya dianggap terancam,” ungkap Touval.
Model ini sebagian besar akan mencerminkan situasi yang terjadi saat ini di Tepi Barat yang diduduki, di mana Israel mengizinkan Otoritas Palestina mempertahankan kendali administratif atas warga Palestina, sementara Israel sendiri tetap mempertahankan kendali keamanan penuh.
"Apakah ini berkelanjutan? Jika ada mekanisme kepolisian yang berfungsi sehari-hari, konsep 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' bisa berhasil," papar Touval, seraya menambahkan hal ini berisiko melemahkan pemerintahan mandiri Palestina di Gaza.
Beberapa pihak sudah meragukan usulan tersebut, termasuk Carl Bildt, salah satu ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.
Bildt mengatakan usulan Netanyahu sama dengan “pendudukan de facto berkelanjutan di Gaza”.
“Setidaknya Israel sepenuhnya menguasai semua akses, termasuk ruang udara dan laut, dengan beberapa sumber daya intervensi darat. Paling tidak kembali ke situasi sebelum tahun 2005,” papar Bildt di X.
“Apakah ini mungkin? Dan berkelanjutan? Bukankah ini membuka jalan bagi ledakan berikutnya?" ujar dia memperingatkan.
Dalam wawancaranya di ABC, Netanyahu menegaskan kembali penolakannya terhadap tuntutan global untuk gencatan senjata.
“Tidak akan ada gencatan senjata, gencatan senjata umum, di Gaza tanpa pembebasan sandera kami,” tegas Netanyahu, seraya menambahkan, “Sejauh jeda taktis, satu jam di sini, satu jam di sana.”
Sebanyak 10.328 warga Palestina telah terbunuh dalam satu bulan pemboman Israel yang tiada henti, yang telah meratakan seluruh lingkungan dan menargetkan infrastruktur sipil, rumah sakit, masjid, gereja, dan sekolah yang menampung ribuan pengungsi.
Perdana menteri Israel mengatakan, “Gencatan senjata akan menghambat upaya perang. Gencatan senjata akan menghambat upaya kami mengeluarkan sandera karena satu-satunya hal yang berhasil terhadap Hamas adalah tekanan militer yang kami lakukan.”
Ketika ditanya apakah dia bertanggung jawab atas serangan tanggal 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kota Israel selatan, Netanyahu menghindari menjawab pertanyaan tersebut secara langsung.
Netanyahu bersikeras pertanyaan-pertanyaan sulit perlu diajukan setelah perang dan dia akan menjadi “orang pertama yang menjawabnya.”
Dia menambahkan, “Kami tidak akan menghindarinya. Tanggung jawab pemerintah adalah melindungi rakyat dan jelas tanggung jawab itu tidak terpenuhi."
Sekitar 1.400 warga Israel tewas dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dan 240 orang ditawan. Beberapa sandera tewas akibat serangan bom Israel.
Rezim Israel tampaknya tidak peduli jika bom mereka membunuh warga negaranya sendiri.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjelaskan hal itu pada Senin (6/11/2023).
Wawancara Netanyahu di ABC News pada Senin adalah ekspresi paling jelas sejauh ini tentang rencana Israel terhadap Gaza setelah perang.
“Gaza harus diperintah oleh mereka yang tidak ingin melanjutkan cara Hamas,” ujar Netanyahu.
“Saya pikir Israel, untuk jangka waktu yang tidak terbatas, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi ketika kami tidak memilikinya,” papar dia.
Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza pada tahun 2005, dan sejak itu mempertahankan kendali atas wilayah darat, udara dan laut, serta melakukan blokade total.
Netanyahu tidak memberikan klarifikasi lebih lanjut tentang rencana Israel pascaperang.
“Bahasa yang digunakan di sini tidak jelas, dan menurut saya makna sebenarnya dari kata-kata tersebut belum dipikirkan secara spesifik,” ungkap Yonatan Touval, analis di Institut Kebijakan Luar Negeri Regional Israel (Mitvim), mengatakan kepada Middle East Eye.
Baca Juga
“Tetapi ini adalah gagasan konseptual yang berasal dari Perjanjian Oslo, di mana Israel bersikeras mempertahankan 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' di Tepi Barat, yang pada dasarnya berarti Israel mengontrol semua penyeberangan masuk dan keluar Tepi Barat (juga di sisi Yordania), dan tetap mempunyai hak untuk campur tangan kapan pun kebutuhan keamanannya terancam," ujar dia.
Sejak penarikan Israel dari Gaza, Hamas sebagian besar menjalankan wilayah kantong tersebut melalui institusi dan aparat keamanannya sendiri.
Namun, Israel mungkin menolak mengizinkan faksi atau organisasi Palestina mana pun untuk memiliki otonomi sebesar itu di Gaza setelah perang.
“Ide dasarnya di sini adalah bahwa meskipun kepolisian internal akan ditangani oleh orang lain, Israel akan merasa bebas (bahkan terikat) untuk bertindak, juga di Jalur Gaza, kapan pun kepentingan keamanannya dianggap terancam,” ungkap Touval.
Model ini sebagian besar akan mencerminkan situasi yang terjadi saat ini di Tepi Barat yang diduduki, di mana Israel mengizinkan Otoritas Palestina mempertahankan kendali administratif atas warga Palestina, sementara Israel sendiri tetap mempertahankan kendali keamanan penuh.
"Apakah ini berkelanjutan? Jika ada mekanisme kepolisian yang berfungsi sehari-hari, konsep 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' bisa berhasil," papar Touval, seraya menambahkan hal ini berisiko melemahkan pemerintahan mandiri Palestina di Gaza.
Beberapa pihak sudah meragukan usulan tersebut, termasuk Carl Bildt, salah satu ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.
Bildt mengatakan usulan Netanyahu sama dengan “pendudukan de facto berkelanjutan di Gaza”.
“Setidaknya Israel sepenuhnya menguasai semua akses, termasuk ruang udara dan laut, dengan beberapa sumber daya intervensi darat. Paling tidak kembali ke situasi sebelum tahun 2005,” papar Bildt di X.
“Apakah ini mungkin? Dan berkelanjutan? Bukankah ini membuka jalan bagi ledakan berikutnya?" ujar dia memperingatkan.
Tidak Ada Gencatan Senjata
Dalam wawancaranya di ABC, Netanyahu menegaskan kembali penolakannya terhadap tuntutan global untuk gencatan senjata.
“Tidak akan ada gencatan senjata, gencatan senjata umum, di Gaza tanpa pembebasan sandera kami,” tegas Netanyahu, seraya menambahkan, “Sejauh jeda taktis, satu jam di sini, satu jam di sana.”
Sebanyak 10.328 warga Palestina telah terbunuh dalam satu bulan pemboman Israel yang tiada henti, yang telah meratakan seluruh lingkungan dan menargetkan infrastruktur sipil, rumah sakit, masjid, gereja, dan sekolah yang menampung ribuan pengungsi.
Perdana menteri Israel mengatakan, “Gencatan senjata akan menghambat upaya perang. Gencatan senjata akan menghambat upaya kami mengeluarkan sandera karena satu-satunya hal yang berhasil terhadap Hamas adalah tekanan militer yang kami lakukan.”
Ketika ditanya apakah dia bertanggung jawab atas serangan tanggal 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kota Israel selatan, Netanyahu menghindari menjawab pertanyaan tersebut secara langsung.
Netanyahu bersikeras pertanyaan-pertanyaan sulit perlu diajukan setelah perang dan dia akan menjadi “orang pertama yang menjawabnya.”
Dia menambahkan, “Kami tidak akan menghindarinya. Tanggung jawab pemerintah adalah melindungi rakyat dan jelas tanggung jawab itu tidak terpenuhi."
Sekitar 1.400 warga Israel tewas dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dan 240 orang ditawan. Beberapa sandera tewas akibat serangan bom Israel.
Rezim Israel tampaknya tidak peduli jika bom mereka membunuh warga negaranya sendiri.
(sya)
tulis komentar anda