Terungkap, Pilot TWA Nyaris Tabrakan dengan 2 Pesawat yang Dibajak Teroris 9/11
Minggu, 10 September 2023 - 00:23 WIB
NEW YORK CITY - Banyak yang tidak tahu bahwa pesawat Trans World Airlines (TWA) nyaris bertabrakan dengan dua pesawat yang dibajak para teroris saat serangan 11 September 2001 yang menargetkan World Trade Center (WTC) dan US Capitol di Amerika Serikat (AS).
Jelang 22 tahun peringatan serangan tersebut, cerita tentang pilot TWA itu terungkap. Sosoknya, yang hanya dikenali dari nama depannya; "George", telah dikenang sebagai pahlwan tanpa tanda jasa.
Dalam serangan 11 September atau 9/11, sebanyak 2.977 orang terbunuh di WTC, Pentagon, dan di empat pesawat yang dikomandoi oleh para teroris—yang dianggap terkait dengan al-Qaeda.
Pilot di TWA Flight 3 melakukan “tindakan mengelak” dua kali sebelum mendarat dengan selamat—pertama menghindari tabrakan dengan United Airlines Flight 175, yang menabrak gedung WTC, dan kemudian dengan United Airlines Flight 93, yang jatuh di Pennsylvania. Ini diungkap pramugariTWA yang berbasis di New York.
“Ada dua kejadian nyaris celaka,” katapramugari tersebut kepada New York Post, Sabtu (9/9/2023).
Jasa pilot tersebut tidak pernah diabadikan, namun juga tidak diidentifikasi secara publik dalam Laporan Komisi 9/11 atau laporan lainnya.
Namun bagi para penumpang dalam penerbangan TWA itu, sosok pilot itu tidak dapat dilupakan.
“Tidak diragukan lagi, dia menyelamatkan hidup kami,” kata pensiunan Letnan Departemen Pemamdam Kebakaran New York (FDNY) Charlie Hubbard, yang merupakan salah satu dari para penumpang TWA.
Boeing 767 milik TWA lepas landas dari JFK menuju St Louis pada pukul 08.47 hampir tabrakan ketika American Airlines Flight 11 yang dibajak menabrak Menara Utara pada pukul 08.46—yang pertama menyerang World Trade Center.
"Yang memimpin kokpit adalah 'George'," kata pramugari TWA yang menolak diidentifikasi, yang hanya dapat mengingat nama depan pilot tersebut.
Saat pesawat TWA terbang di langit biru cerah, para penumpang melihat pemandangan yang mengejutkan—World Trade Center terbakar.
Beberapa menit kemudian, pesawat TWA tersebut berhadapan dengan United 175 yang sedang menuju New York City (NYC) dari Boston. “Kami melakukan [manuver] gunting ke atas dan ke bawah,” kenang pramugari tersebut, mengacu pada manuver defensif oleh pilot TWA.
“Saya pikir kami akan jatuh,” kata salah satu penumpang TWA yang ketakutan mengatakan kepada ABC News, yang videonya dirilis Sabtu (9/9/2023).
"Pesawat ini bergetar saat turun dan naik kembali,” katanya. “Dan kemudian, Anda bisa melihat, sepertinya pesawat itu baru saja melewati kita dalam jarak yang sangat dekat.”
Setelah mengetahui bahwa United 175 menyerang Menara Selatan WTC pada pukul 09.03, pramugari TWA mendorong gerobak makanan ke pintu kokpit untuk mencegah kemungkinan pembajakan.
"Pilot memperingatkan kru; dia akan berdiri di belakang pintu dengan kapak,” kenang pramugari tersebut.
Ketika dia masuk ke dalam kokpit untuk mengeluarkan nampan makanan pilot, dia mengingat peringatan mengerikan yang disampaikan melalui pengeras suara: “Ini adalah keadaan darurat nasional. Atas perintah pemerintah federal, pesawat apa pun yang masih mengudara dalam 20 menit akan ditembak jatuh oleh tembakan teman [friendly-fire].”
Pilot TWA pertama kali berencana melakukan pendaratan darurat di Indianapolis tetapi dialihkan ke Dayton, Ohio.
"Penumpang yang dapat menelepon ke rumah mulai berteriak bahwa Pentagon diserang,” kenang pramugari tersebut.
Para teroris di American Airlines Flight 77 menabrak gedung itu pada pukul 09.37.
Kemudian “alarm jarak” di kokpit TWA memperingatkan adanya pesawat lain yang terbang dalam jarak 1.000 kaki.
Pramugari tersebut mengatakan pilot TWA kembali mengambil tindakan mengelak—menjauh dari Flight 93, keluar dari Newark, yang menuju Washington, D.C.
Flight 93 jatuh di sebuah lapangan di Shanksville pada pukul 10.03 setelah penumpang pemberani berjuang untuk merebut kendali penerbangan dari para pembajak.
Setelah pilot George mendarat di Dayton, dia menegaskan, tanpa basa-basi, bahwa dia telah menghindari pesawat yang menabrak WTC.
“Ya, dia ada di atas sana ketika kami datang dari New York. Jadi apa yang harus kami lakukan adalah—mereka (kontrol penerbangan) tidak berbicara dengannya, dan dia mengubah arah dan ketinggiannya, jadi mereka membiarkan kami menyimpang namun kami harus menjauh darinya,” katanya kepada ABC World News Tonight, yang tidak menyebutkan nama lengkapnya.
“Kami melihatnya—itu adalah hari yang menyenangkan di New York. Kami keluar dari awan, dan itu sangat membantu. Kami hanya, Anda tahu, menghindarinya," paparnya.
Kru TWA tiba di St Louis dua hari kemudian untuk bertepuk tangan, dan mengetahui seberapa dekat mereka dengan pesawat kedua yang dibajak. “Kami meleset dari ekor mereka sejauh 500 kaki," kata pramugari TWA.
“Kami beruntung masih hidup,” kata Hubbard, yang baru saja pensiun dari Engine 5 di Lower East Side dan sedang menuju ke Hawaii bersama saudaranya, James, seorang perawat, yang meninggal karena kanker enam tahun lalu.
Hubbard baru-baru ini menceritakan pengalaman mengerikan di media sosial X.
Fakta bahwa tidak terjadi tabrakan membantu menjelaskan mengapa kejadian nyaris celaka itu terlupakan. Demikian disampaikan Mary Schiavo, mantan inspektur jenderal Departemen Transportasi AS dan salah satu dari beberapa pengacara yang memenangkan USD500 juta dalam bentuk ganti rugi maskapai penerbangan untuk keluarga korban tewas.
Schiavo mengatakan bahwa setiap awak pesawat yang mengambil tindakan mengelak untuk menghindari tabrakan harus melaporkannya ke maskapai penerbangan mereka, yang pada gilirannya akan mengajukan formulir ke Federal Aviation Administration (FAA).
American Airlines, yang mengoperasikan TWA pada tahun 2001, tidak membalas pesan dari wartawa.
FAA, ketika ditanya mengenai laporan apa pun soal insinden pesawat nyaris tabrakan saat serangan 9/11, tidak memberikan jawaban apa pun.
Jelang 22 tahun peringatan serangan tersebut, cerita tentang pilot TWA itu terungkap. Sosoknya, yang hanya dikenali dari nama depannya; "George", telah dikenang sebagai pahlwan tanpa tanda jasa.
Dalam serangan 11 September atau 9/11, sebanyak 2.977 orang terbunuh di WTC, Pentagon, dan di empat pesawat yang dikomandoi oleh para teroris—yang dianggap terkait dengan al-Qaeda.
Pilot di TWA Flight 3 melakukan “tindakan mengelak” dua kali sebelum mendarat dengan selamat—pertama menghindari tabrakan dengan United Airlines Flight 175, yang menabrak gedung WTC, dan kemudian dengan United Airlines Flight 93, yang jatuh di Pennsylvania. Ini diungkap pramugariTWA yang berbasis di New York.
“Ada dua kejadian nyaris celaka,” katapramugari tersebut kepada New York Post, Sabtu (9/9/2023).
Jasa pilot tersebut tidak pernah diabadikan, namun juga tidak diidentifikasi secara publik dalam Laporan Komisi 9/11 atau laporan lainnya.
Namun bagi para penumpang dalam penerbangan TWA itu, sosok pilot itu tidak dapat dilupakan.
“Tidak diragukan lagi, dia menyelamatkan hidup kami,” kata pensiunan Letnan Departemen Pemamdam Kebakaran New York (FDNY) Charlie Hubbard, yang merupakan salah satu dari para penumpang TWA.
Boeing 767 milik TWA lepas landas dari JFK menuju St Louis pada pukul 08.47 hampir tabrakan ketika American Airlines Flight 11 yang dibajak menabrak Menara Utara pada pukul 08.46—yang pertama menyerang World Trade Center.
"Yang memimpin kokpit adalah 'George'," kata pramugari TWA yang menolak diidentifikasi, yang hanya dapat mengingat nama depan pilot tersebut.
Saat pesawat TWA terbang di langit biru cerah, para penumpang melihat pemandangan yang mengejutkan—World Trade Center terbakar.
Beberapa menit kemudian, pesawat TWA tersebut berhadapan dengan United 175 yang sedang menuju New York City (NYC) dari Boston. “Kami melakukan [manuver] gunting ke atas dan ke bawah,” kenang pramugari tersebut, mengacu pada manuver defensif oleh pilot TWA.
“Saya pikir kami akan jatuh,” kata salah satu penumpang TWA yang ketakutan mengatakan kepada ABC News, yang videonya dirilis Sabtu (9/9/2023).
"Pesawat ini bergetar saat turun dan naik kembali,” katanya. “Dan kemudian, Anda bisa melihat, sepertinya pesawat itu baru saja melewati kita dalam jarak yang sangat dekat.”
Setelah mengetahui bahwa United 175 menyerang Menara Selatan WTC pada pukul 09.03, pramugari TWA mendorong gerobak makanan ke pintu kokpit untuk mencegah kemungkinan pembajakan.
"Pilot memperingatkan kru; dia akan berdiri di belakang pintu dengan kapak,” kenang pramugari tersebut.
Ketika dia masuk ke dalam kokpit untuk mengeluarkan nampan makanan pilot, dia mengingat peringatan mengerikan yang disampaikan melalui pengeras suara: “Ini adalah keadaan darurat nasional. Atas perintah pemerintah federal, pesawat apa pun yang masih mengudara dalam 20 menit akan ditembak jatuh oleh tembakan teman [friendly-fire].”
Pilot TWA pertama kali berencana melakukan pendaratan darurat di Indianapolis tetapi dialihkan ke Dayton, Ohio.
"Penumpang yang dapat menelepon ke rumah mulai berteriak bahwa Pentagon diserang,” kenang pramugari tersebut.
Para teroris di American Airlines Flight 77 menabrak gedung itu pada pukul 09.37.
Kemudian “alarm jarak” di kokpit TWA memperingatkan adanya pesawat lain yang terbang dalam jarak 1.000 kaki.
Pramugari tersebut mengatakan pilot TWA kembali mengambil tindakan mengelak—menjauh dari Flight 93, keluar dari Newark, yang menuju Washington, D.C.
Flight 93 jatuh di sebuah lapangan di Shanksville pada pukul 10.03 setelah penumpang pemberani berjuang untuk merebut kendali penerbangan dari para pembajak.
Setelah pilot George mendarat di Dayton, dia menegaskan, tanpa basa-basi, bahwa dia telah menghindari pesawat yang menabrak WTC.
“Ya, dia ada di atas sana ketika kami datang dari New York. Jadi apa yang harus kami lakukan adalah—mereka (kontrol penerbangan) tidak berbicara dengannya, dan dia mengubah arah dan ketinggiannya, jadi mereka membiarkan kami menyimpang namun kami harus menjauh darinya,” katanya kepada ABC World News Tonight, yang tidak menyebutkan nama lengkapnya.
“Kami melihatnya—itu adalah hari yang menyenangkan di New York. Kami keluar dari awan, dan itu sangat membantu. Kami hanya, Anda tahu, menghindarinya," paparnya.
Kru TWA tiba di St Louis dua hari kemudian untuk bertepuk tangan, dan mengetahui seberapa dekat mereka dengan pesawat kedua yang dibajak. “Kami meleset dari ekor mereka sejauh 500 kaki," kata pramugari TWA.
“Kami beruntung masih hidup,” kata Hubbard, yang baru saja pensiun dari Engine 5 di Lower East Side dan sedang menuju ke Hawaii bersama saudaranya, James, seorang perawat, yang meninggal karena kanker enam tahun lalu.
Hubbard baru-baru ini menceritakan pengalaman mengerikan di media sosial X.
Fakta bahwa tidak terjadi tabrakan membantu menjelaskan mengapa kejadian nyaris celaka itu terlupakan. Demikian disampaikan Mary Schiavo, mantan inspektur jenderal Departemen Transportasi AS dan salah satu dari beberapa pengacara yang memenangkan USD500 juta dalam bentuk ganti rugi maskapai penerbangan untuk keluarga korban tewas.
Schiavo mengatakan bahwa setiap awak pesawat yang mengambil tindakan mengelak untuk menghindari tabrakan harus melaporkannya ke maskapai penerbangan mereka, yang pada gilirannya akan mengajukan formulir ke Federal Aviation Administration (FAA).
American Airlines, yang mengoperasikan TWA pada tahun 2001, tidak membalas pesan dari wartawa.
FAA, ketika ditanya mengenai laporan apa pun soal insinden pesawat nyaris tabrakan saat serangan 9/11, tidak memberikan jawaban apa pun.
(mas)
tulis komentar anda