AS Tolak Rilis Dokumen Serangan Teroris 9/11, Alasannya Rahasia
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menolak merilis dokumen tentang serangan teroris 11 September 2001 untuk keluarga para korban. Alasan penolakan tersebut adalah dokumen bersifat rahasia dan bisa membahayakan keamanan nasional Amerika.
Namun, para pejabat intelijen senior mengatakan mereka tidak dapat menjelaskan alasan kerahasiaan dokumen tersebut.
Penolakan pembukaan dokumen itu merupakan langkah terbaru pemerintah Presiden Donald untuk melindungi hubungan AS dengan Kerajaan Arab Saudi.
AS menuduh serangan 9/11 dengan pesawat yang dibajak itu dilakukan kelompok al-Qaeda yang kala itu dipimpin Osama bin Laden. Dari 19 tersangka pembajak pesawat, 15 di antaranya adalah warga Arab Saudi.
Menurut sebuah laporan ProPublica, Departemen Kehakiman AS mengklaim di pengadilan federal pada Senin malam bahwa dokumen-dokumen itu mengungkap rahasia negara, tetapi departemen tersebut mengaku tidak dapat menjelaskan apa rahasia yang terlibat, karena itu juga rahasia.
“Penegasan hak istimewa ini melebihi informasi keamanan nasional yang sangat sensitif dan rahasia mengenai informasi pemerintah asing; kegiatan, sumber, dan metode intelijen; dan informasi mengenai hubungan luar negeri dan kegiatan luar negeri Amerika Serikat, termasuk sumber-sumber rahasia," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Intelejen Nasional Richard Grenell dalam deklarasi sumpah yang diberikan kepada Pengadilan AS untuk Distrik Selatan New York.
"Informasi ini harus dilindungi karena pengungkapannya secara wajar dapat diperkirakan menyebabkan kerusakan serius, dan dalam banyak kasus kerusakan luar biasa, terhadap keamanan nasional Amerika Serikat," kata Grenell, yang dipublikasikan blog Florida Bulldog. Kesaksiannya diikuti oleh Jaksa Agung AS William Barr dan pejabat intelijen terkemuka lainnya.
"Panjang yang luar biasa yang akan mereka tuju di sini menunjukkan bahwa pasti ada rahasia yang dalam dan kelam bahwa mereka masih berusaha keras untuk bersembunyi setelah hampir 20 tahun," kata Steven Pounian, seorang pengacara yang mewakili keluarga korban serangan 9/11 kepada ProPublica, yang dikutip Sputniknews, Jumat (17/4/2020).
"Tapi siapa yang mereka lindungi? Sesuatu mungkin menjadi rahasia pemerintah Saudi. Tapi bagaimana ini bisa menjadi rahasia yang masih harus disimpan dari orang-orang Amerika setelah sekian lama?," lanjut pengacara tersebut.
Permintaan rilis dokumen menjadi bagian dari gugatan keluarga korban tahun 2017 terhadap Arab Saudi. Pada hari serangan, 19 pembajak dari kelompok teroris al-Qaeda mengambil alih empat pesawat AS dan menerbangkannya ke tiga bangunan; dua menara World Trade Center di New York, yang kemudian runtuh, dan Pentagon di Arlington, Virginia, yang sebagian terbakar. Pesawat keempat jatuh dari langit di atas Pennsylvania ketika para penumpang berusaha untuk mengambil alih kendali.
September lalu, Barr mengizinkan keluarga korban mempelajari nama rahasia salah satu kaki tangan pembajak, tetapi hanya di bawah sumpah kerahasiaan yang ketat.
Namun, para pejabat intelijen senior mengatakan mereka tidak dapat menjelaskan alasan kerahasiaan dokumen tersebut.
Penolakan pembukaan dokumen itu merupakan langkah terbaru pemerintah Presiden Donald untuk melindungi hubungan AS dengan Kerajaan Arab Saudi.
AS menuduh serangan 9/11 dengan pesawat yang dibajak itu dilakukan kelompok al-Qaeda yang kala itu dipimpin Osama bin Laden. Dari 19 tersangka pembajak pesawat, 15 di antaranya adalah warga Arab Saudi.
Menurut sebuah laporan ProPublica, Departemen Kehakiman AS mengklaim di pengadilan federal pada Senin malam bahwa dokumen-dokumen itu mengungkap rahasia negara, tetapi departemen tersebut mengaku tidak dapat menjelaskan apa rahasia yang terlibat, karena itu juga rahasia.
“Penegasan hak istimewa ini melebihi informasi keamanan nasional yang sangat sensitif dan rahasia mengenai informasi pemerintah asing; kegiatan, sumber, dan metode intelijen; dan informasi mengenai hubungan luar negeri dan kegiatan luar negeri Amerika Serikat, termasuk sumber-sumber rahasia," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Intelejen Nasional Richard Grenell dalam deklarasi sumpah yang diberikan kepada Pengadilan AS untuk Distrik Selatan New York.
"Informasi ini harus dilindungi karena pengungkapannya secara wajar dapat diperkirakan menyebabkan kerusakan serius, dan dalam banyak kasus kerusakan luar biasa, terhadap keamanan nasional Amerika Serikat," kata Grenell, yang dipublikasikan blog Florida Bulldog. Kesaksiannya diikuti oleh Jaksa Agung AS William Barr dan pejabat intelijen terkemuka lainnya.
"Panjang yang luar biasa yang akan mereka tuju di sini menunjukkan bahwa pasti ada rahasia yang dalam dan kelam bahwa mereka masih berusaha keras untuk bersembunyi setelah hampir 20 tahun," kata Steven Pounian, seorang pengacara yang mewakili keluarga korban serangan 9/11 kepada ProPublica, yang dikutip Sputniknews, Jumat (17/4/2020).
"Tapi siapa yang mereka lindungi? Sesuatu mungkin menjadi rahasia pemerintah Saudi. Tapi bagaimana ini bisa menjadi rahasia yang masih harus disimpan dari orang-orang Amerika setelah sekian lama?," lanjut pengacara tersebut.
Permintaan rilis dokumen menjadi bagian dari gugatan keluarga korban tahun 2017 terhadap Arab Saudi. Pada hari serangan, 19 pembajak dari kelompok teroris al-Qaeda mengambil alih empat pesawat AS dan menerbangkannya ke tiga bangunan; dua menara World Trade Center di New York, yang kemudian runtuh, dan Pentagon di Arlington, Virginia, yang sebagian terbakar. Pesawat keempat jatuh dari langit di atas Pennsylvania ketika para penumpang berusaha untuk mengambil alih kendali.
September lalu, Barr mengizinkan keluarga korban mempelajari nama rahasia salah satu kaki tangan pembajak, tetapi hanya di bawah sumpah kerahasiaan yang ketat.
(min)