Penanaman Modal Asing Terus Merosot, China Tak Lagi Menarik bagi Investor?

Selasa, 08 Agustus 2023 - 11:54 WIB
Penanaman modal asing langsung ke China terus merosot menjadi indikasi kondisi ekonomi negara tersebut memburuk. Foto/REUTERS
BEIJING - Penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) ke China terus menurun dalam beberapa bulan terakhir.

Data Kementerian Perdagangan setempat, sejak Januari hingga Juni lalu, FDI ke China turun 2,7% menjadi 703,65 miliar yuan (USD98 miliar).

Menjadi indikator buruknya kondisi ekonomi, penurunan FDI ini terjadi ketika China melakukan upaya habis-habisan untuk menentang seruan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa dengan mencoba memposisikan diri sebagai kekuatan dominan di pasar rantai pasokan global.





Menyusul kebijakan nol-Covid-19 yang sangat keras sejak pandemi, China menghentikan semua aktivitas selama hampir tiga tahun dan dampaknya terhadap sektor ekspor dan manufaktur terus terasa hingga hari ini. Beberapa perusahaan multinasional dengan pabrik di China telah mengalami kerugian besar.

Bagi beberapa industri, mulai dari barang konsumsi hingga teknologi besar, baik di bidang penawaran maupun permintaan, mengalami kerugian besar yang tak dapat diperbaiki.

Kerugian di sejumlah industri ini berimbas pada sekitar 20 hingga 30 persen dari semua produksi iPhone di China, menurut data Ever stream Analytics—sebuah perusahaan yang menyediakan analisis risiko rantai pasokan.

Tahun lalu, perusahaan Apple harus mengurangi sementara produksi iPhone 14 di pabrik perakitan utama iPhone 14 Pro dan iPhone 14 Pro Max di Zhengzhou karena pembatasan Covid-19.

Sejumlah perusahaan yang mengandalkan China untuk pasokan berbagai komponen merasakan beban berat dari penguncian (lockdown) dan pembatasan keras di Negeri Tirai Bambu selama pandemi.

Menurut analisis Bloomberg News baru-baru ini, lebih dari 180 perusahaan di seluruh dunia mencantumkan kata "China" dan "lockdown" dalam laporan keuangan kuartal pertama mereka. Bloomberg News lebih lanjut mengatakan bahwa angkanya bertambah signifikan dari sebelumnya di bawah 50 perusahaan pada kuartal sebelumnya.

Mengingat hal ini, perusahaan-perusahaan Barat telah mengambil sikap hati-hati mengenai investasi di China, bahkan ketika sejumlah pemerintah daerah, mulai dari Sichuan hingga Chaozhou dan lainnya, menurut laporan Reuters, telah mengirim delegasi ke seluruh dunia untuk memikat calon investor.

Menurut laporan South China Morning Post, Juli lalu, sejumlah Kedutaan Besar China mulai dari Kairo hingga Washington telah menyelenggarakan roadshow untuk memberi pengarahan kepada para pemimpin bisnis lokal tentang acara yang akan datang, yaitu China International Supply Chain Expo yang dijadwalkan berlangsung di Beijing pada 28 November mendatang.

Terlepas dari langkah-langkah tersebut, antusiasme di antara para eksekutif dan pelobi industri asing hilang dalam melakukan bisnis di China.

Mengutip laporan dari Reuters, Selasa (8/8/2023), keluhan utama investor asing adalah bahwa banyak pemerintah daerah di China sekarang menawarkan insentif yang jauh lebih tidak menarik dibanding yang biasanya ditawarkan satu dekade lalu, ketika perusahaan dapat dengan mudah menawar subsidi atau penggunaan lahan gratis, dan peraturan lingkungan juga relatif fleksibel.

Dibebani utang yang sangat besar, sejumlah pemerintah daerah China sedang berjuang mengatasi masalah anggaran mereka yang mengering.

Nikkei Asia mengutip data Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa sejumlah pemerintah daerah memiliki utang on-the-books sebesar 35 triliun yuan di akhir 2022.

Jika utang yang dipegang oleh mekanisme pembiayaan pemerintah daerah (LGFV) ditambahkan ke dalamnya, imbuh laporan Nikkei Asia, maka total utang melonjak hingga hampir 100 triliun yuan, atau hampir 80% dari produk domestik bruto (PDB) nominal China.

Kemerosotan di pasar properti dan anjloknya pendapatan pajak, karena pemotongan pajak besar-besaran yang diterapkan sebagai respons terhadap stagnasi ekonomi yang disebabkan kebijakan nol-Covid pemerintah, disebut-sebut memainkan peran kunci dalam menumpuknya utang sejumlah pemerintah daerah China.

Sejumlah analis mengatakan situasi ekonomi yang ketat ini bisa menjadi alasan mengapa pemerintah daerah China tidak menawarkan insentif menarik bagi investor. Selain itu, kinerja ekonomi terkini, terutama pada kuartal kedua 2023, juga menjadi faktor penghambat bagi investor untuk menanamkan modalnya di China.

PDB China pada periode April-Juni mencapai 6,3%, meski diperkirakan akan meningkat menjadi 7,3%.

Reuters mencatat ekspor China merosot menjadi 8,3%, perdagangan mencatat pertumbuhan yang lemah, dan pada bulan Juni saja turun sekitar 6% sementara penjualan ritel hanya mencatat pertumbuhan 3,1% dibandingkan lonjakan 12,7% di bulan Mei.

Sementara itu, survei yang dilakukan Kamar Dagang Eropa di China bulan lalu menyebutkan bahwa 1 dari 10 perusahaan telah pindah atau berencana memindahkan kantor pusat Asia mereka dari China ke Singapura atau Malaysia.

Strategi keamanan ekonomi Komisi Eropa dan strategi China Jerman—keduanya dirilis pada bulan Juni—juga menekankan pada diversifikasi rantai pasokan.

Sebelumnya pada Maret lalu, sebuah survei yang dilakukan Kamar Dagang Amerika di China juga mengungkapkan sentimen serupa. Mayoritas dari 55% anggota American Chamber yang disurvei tidak lagi menganggap China sebagai tiga prioritas investasi teratas.

Undang-undang kontra-spionase China yang berlaku mulai 1 Juli juga menurunkan minat perusahaan Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan untuk berinvestasi di China. Mereka khawatir tidak akan dapat beroperasi dengan nyaman di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Melihat perkembangan seperti saat ini, bagaimana China dapat menarik minat investor asing menjadi sebuah tantangan tersendiri. Pembentukan kembali rantai pasokan yang cepat di dunia ternyata membuat China kurang menarik di fase pascapandemi Covid-19.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More