Pemimpin Kudeta Niger Deklarasikan Dirinya sebagai Presiden
Sabtu, 29 Juli 2023 - 02:08 WIB
Tchiani, yang memimpin pengawalan presiden sejak 2011, membenarkan tindakannya pada Kamis sebagai reaksi atas "situasi keamanan yang memburuk."
Dia berargumen pemerintah telah gagal memberi rakyat Niger “sekilas jalan keluar nyata dari krisis.”
“Realitas keras ketidakamanan di Niger, yang dialami oleh pasukan pertahanan kita dan populasi pekerja keras, dengan jumlah korban tewas, pemindahan, penghinaan, dan frustrasi, mengingatkan kita setiap hari akan kenyataan pahit ini,” ujar Tchiani.
Dia juga mengkritik kurangnya kerjasama dengan junta Mali dan Burkina Faso dalam memerangi pemberontakan di wilayah tersebut.
Bazoum terpilih dalam transisi kekuasaan demokratis pertama Niger pada 2021, setelah bertahun-tahun kekacauan politik.
Bekas jajahan Prancis itu telah mengalami lima kali perebutan kekuasaan sejak merdeka pada 1960.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengkritik kudeta pada Kamis sebagai "tindakan anti-konstitusional."
Dia bergabung dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam mengutuk perubahan kekuasaan yang "tidak dapat diterima".
Dia berargumen pemerintah telah gagal memberi rakyat Niger “sekilas jalan keluar nyata dari krisis.”
“Realitas keras ketidakamanan di Niger, yang dialami oleh pasukan pertahanan kita dan populasi pekerja keras, dengan jumlah korban tewas, pemindahan, penghinaan, dan frustrasi, mengingatkan kita setiap hari akan kenyataan pahit ini,” ujar Tchiani.
Dia juga mengkritik kurangnya kerjasama dengan junta Mali dan Burkina Faso dalam memerangi pemberontakan di wilayah tersebut.
Bazoum terpilih dalam transisi kekuasaan demokratis pertama Niger pada 2021, setelah bertahun-tahun kekacauan politik.
Bekas jajahan Prancis itu telah mengalami lima kali perebutan kekuasaan sejak merdeka pada 1960.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengkritik kudeta pada Kamis sebagai "tindakan anti-konstitusional."
Dia bergabung dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam mengutuk perubahan kekuasaan yang "tidak dapat diterima".
(sya)
tulis komentar anda