Taliban Dikabarkan Kunjungi Indonesia untuk Dapat Pengakuan Global
Rabu, 26 Juli 2023 - 20:06 WIB
Taliban secara terbuka menyatakan tidak akan mengizinkan organisasi teror untuk beroperasi di tanah mereka, dan beberapa analis percaya jumlah kelompok tersebut telah menurun.
Nasir Abas, mantan pemimpin Jemaah Islamiyah, kelompok di balik pengeboman Bali tahun 2002, mengatakan kepada Nikkei Asia bahwa masih ada individu atau kelompok di Indonesia yang yakin bahwa Afghanistan adalah Negara Islam dan karena itu mereka memiliki kewajiban bermigrasi dan tinggal di sana. "Kemudian ada yang masih memandang Afghanistan sebagai zona perang... dan ingin ke sana," papar dia.
Taliban juga menganggap diri mereka sebagai kekuatan politik permanen di Afghanistan dan percaya para pemimpin Muslim di negara lain harus berurusan dengan mereka.
“Taliban bertaruh bahwa elit konservatif, atau faksi di negara-negara Muslim yang mengadakan pemilihan dan memiliki partai politik, lebih mungkin untuk terlibat dengan mereka, dan memainkan permainan panjang yang akan melihat pertumbuhan elemen konservatif yang dapat menjalankan kekuasaan untuk mendukung Taliban,” ujar Nishank.
China, yang merupakan salah satu investor terbesar di Afghanistan dan yang sedang dirayu Taliban, tidak mungkin mengakui Taliban dalam waktu dekat, menurut Faran dari ITCT.
Sementara itu, Muhammad Najih, dosen Universitas Islam Negeri Jakarta menyebut secara teologi dan filsafat, umat Islam di Indonesia sangat berbeda dengan Taliban.
"Mayoritas Muslim Indonesia pada umumnya tidak setuju dengan konservatisme Taliban dalam cara mereka memperlakukan perempuan dan penggunaan kekerasan," papar Najih.
Dia menambahkan, “Meskipun mungkin ada beberapa dukungan untuk Taliban di Indonesia, itu sangat kecil."
Nasir Abas, mantan pemimpin Jemaah Islamiyah, kelompok di balik pengeboman Bali tahun 2002, mengatakan kepada Nikkei Asia bahwa masih ada individu atau kelompok di Indonesia yang yakin bahwa Afghanistan adalah Negara Islam dan karena itu mereka memiliki kewajiban bermigrasi dan tinggal di sana. "Kemudian ada yang masih memandang Afghanistan sebagai zona perang... dan ingin ke sana," papar dia.
Taliban juga menganggap diri mereka sebagai kekuatan politik permanen di Afghanistan dan percaya para pemimpin Muslim di negara lain harus berurusan dengan mereka.
“Taliban bertaruh bahwa elit konservatif, atau faksi di negara-negara Muslim yang mengadakan pemilihan dan memiliki partai politik, lebih mungkin untuk terlibat dengan mereka, dan memainkan permainan panjang yang akan melihat pertumbuhan elemen konservatif yang dapat menjalankan kekuasaan untuk mendukung Taliban,” ujar Nishank.
China, yang merupakan salah satu investor terbesar di Afghanistan dan yang sedang dirayu Taliban, tidak mungkin mengakui Taliban dalam waktu dekat, menurut Faran dari ITCT.
Sementara itu, Muhammad Najih, dosen Universitas Islam Negeri Jakarta menyebut secara teologi dan filsafat, umat Islam di Indonesia sangat berbeda dengan Taliban.
"Mayoritas Muslim Indonesia pada umumnya tidak setuju dengan konservatisme Taliban dalam cara mereka memperlakukan perempuan dan penggunaan kekerasan," papar Najih.
Dia menambahkan, “Meskipun mungkin ada beberapa dukungan untuk Taliban di Indonesia, itu sangat kecil."
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda