Taliban Dikabarkan Kunjungi Indonesia untuk Dapat Pengakuan Global
Rabu, 26 Juli 2023 - 20:06 WIB
Ekonomi Afghanistan dengan cepat menyusut lebih dari 20% setelah Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021, menurut Program Pembangunan PBB.
Sejak itu, korupsi dilaporkan turun, nilai tukar stabil, dan inflasi terkendali. Menurut UNDP, produk domestik bruto juga agak stabil, menyusut hanya 3,6% pada tahun 2022 karena sebagian besar bantuan PBB dan internasional.
“Sampai saat ini, tidak ada negara yang secara resmi mengakui rezim Taliban meskipun telah mengirim perwakilan ke beberapa misi luar negeri Afghanistan termasuk di China, Rusia, Qatar dan Pakistan,” ungkap Nishank Motwani, Mason Fellow di Harvard Kennedy School.
Juru bicara Kemlu Indonesia Faizasyah mengatakan Jakarta tidak dalam posisi untuk sepenuhnya mengakui Taliban saat ini. Dia menambahkan, ada "harapan tertentu" yang harus dipenuhi.
“Kami mengantisipasi proses rekonsiliasi internal, proses demokratisasi yang lebih besar, dan akses pendidikan yang lebih baik bagi perempuan,” ungkap Faizasyah.
“Kepemimpinan Taliban menganggap legitimasi internasional sebagai baik untuk dimiliki tetapi tidak harus dimiliki," ujar Nishank.
Dia menekankan, "Perbedaan itu sangat penting untuk memahami motif mereka untuk penjangkauan internasional mereka, yaitu untuk menopang ekonomi yang gagal melindungi kepentingan ekonomi mereka daripada membantu warga Afghanistan."
Nishank mencatat tawaran Taliban didorong oleh kebutuhan "menghindari sanksi internasional" dan menekan "negara tuan rumah dan mantan diplomat pemerintah Afghanistan yang menjalankan misi luar negeri untuk mengambil perwakilan Taliban, atau mengganti mereka sepenuhnya dengan pejabat Taliban."
Untuk tujuan ini, Taliban percaya mereka dapat mempengaruhi negara-negara Muslim dengan berbagai cara.
"Taliban dapat mengeksploitasi garis patahan agama di Indonesia dan Malaysia dan negara-negara Muslim lainnya... artinya mereka dapat menjadi tuan rumah, merekrut atau melatih para pejuang yang menentang pemerintah ini, serta memberikan akses ke industri ekstremis kekerasan dan keyakinan radikal mereka," ungkap Nishank.
Sejak itu, korupsi dilaporkan turun, nilai tukar stabil, dan inflasi terkendali. Menurut UNDP, produk domestik bruto juga agak stabil, menyusut hanya 3,6% pada tahun 2022 karena sebagian besar bantuan PBB dan internasional.
“Sampai saat ini, tidak ada negara yang secara resmi mengakui rezim Taliban meskipun telah mengirim perwakilan ke beberapa misi luar negeri Afghanistan termasuk di China, Rusia, Qatar dan Pakistan,” ungkap Nishank Motwani, Mason Fellow di Harvard Kennedy School.
Juru bicara Kemlu Indonesia Faizasyah mengatakan Jakarta tidak dalam posisi untuk sepenuhnya mengakui Taliban saat ini. Dia menambahkan, ada "harapan tertentu" yang harus dipenuhi.
“Kami mengantisipasi proses rekonsiliasi internal, proses demokratisasi yang lebih besar, dan akses pendidikan yang lebih baik bagi perempuan,” ungkap Faizasyah.
“Kepemimpinan Taliban menganggap legitimasi internasional sebagai baik untuk dimiliki tetapi tidak harus dimiliki," ujar Nishank.
Dia menekankan, "Perbedaan itu sangat penting untuk memahami motif mereka untuk penjangkauan internasional mereka, yaitu untuk menopang ekonomi yang gagal melindungi kepentingan ekonomi mereka daripada membantu warga Afghanistan."
Nishank mencatat tawaran Taliban didorong oleh kebutuhan "menghindari sanksi internasional" dan menekan "negara tuan rumah dan mantan diplomat pemerintah Afghanistan yang menjalankan misi luar negeri untuk mengambil perwakilan Taliban, atau mengganti mereka sepenuhnya dengan pejabat Taliban."
Untuk tujuan ini, Taliban percaya mereka dapat mempengaruhi negara-negara Muslim dengan berbagai cara.
"Taliban dapat mengeksploitasi garis patahan agama di Indonesia dan Malaysia dan negara-negara Muslim lainnya... artinya mereka dapat menjadi tuan rumah, merekrut atau melatih para pejuang yang menentang pemerintah ini, serta memberikan akses ke industri ekstremis kekerasan dan keyakinan radikal mereka," ungkap Nishank.
Lihat Juga :
tulis komentar anda