5 Fakta Bubarnya Pemerintahan Belanda yang Mengejutkan

Senin, 10 Juli 2023 - 15:11 WIB
Perdana Menteri (PM) Mark Rutte mengundurkan diri dan membubarkan kabinetnya. Foto/REUTERS
AMSTERDAM - Pemerintahan Belanda runtuh mengejutkan banyak pihak. Bubarnya pemerintahan ini memaksa negara itu membentuk pemerintahan baru.

Berikut ini berbagai fakta tentang bubarnya pemerintahan Belanda.

1. Terganjal Kebijakan Suaka





Perdana Menteri (PM) Mark Rutte mengaku bubarnya pemerintahan Belanda karena ketidaksepakatan antara partai-partai koalisi mengenai kebijakan suaka.

Keempat pihak terpecah dalam pembicaraan krisis yang diketuai Rutte pada Jumat pekan lalu.

Rutte kemudian bertemu dengan Raja Willem-Alexander di Den Haag pada Sabtu dan setuju untuk memimpin pemerintahan sementara hingga pemilihan baru, yang diharapkan pada pertengahan November.

Mitra koalisi keberatan dengan proposalnya untuk membatasi ruang lingkup keluarga imigran. Para mitra koalisi pun menolak bersatu kembali.

2. Usia Pemerintahan Hanya Satu Setengah Tahun



Pemerintahan itu dibentuk satu setengah tahun yang lalu tetapi para pihak telah menentang migrasi selama beberapa waktu.

Rutte tidak memberikan perincian tentang pembicaraannya dengan raja, yang berlangsung sekitar satu setengah jam. "Itu diskusi yang bagus, tapi saya tidak mengatakan apa-apa lagi karena diskusi ini bersifat rahasia," ungkap dia kepada wartawan.

Partai VVD-nya yang konservatif telah berusaha membatasi arus pencari suaka, menyusul pertikaian tahun lalu tentang pusat-pusat migrasi yang penuh sesak. Rencananya ditentang oleh mitra koalisi juniornya.

Aplikasi suaka di Belanda melonjak lebih dari sepertiga tahun lalu menjadi lebih dari 47.000 dan angka pemerintah mengatakan awal tahun ini bahwa mereka mengharapkan sekitar 70.000 aplikasi pada tahun 2023.

Pekan lalu, Rutte mencoba memaksakan rencana yang mencakup pembatasan jumlah kerabat pengungsi perang yang diizinkan masuk ke Belanda hanya 200 orang per bulan.

Tetapi mitra koalisi junior Persatuan Kristen, partai pro-keluarga, dan D66 yang secara sosial-liberal sangat menentang.

"Keputusan itu sangat sulit bagi kami," ujar Rutte kepada wartawan saat mengumumkan pengunduran diri kabinetnya.

“Perbedaan pandangan antara mitra koalisi tidak dapat didamaikan," papar dia.

"Semua pihak berusaha keras menemukan solusi, tetapi perbedaan migrasi sayangnya tidak mungkin untuk dijembatani."

3. Kompromi Gagal



Proposal kompromi, yang dikenal sebagai "rem darurat", yang hanya akan memicu pembatasan jika terjadi arus masuk migran yang terlalu tinggi, tidak cukup untuk menyelamatkan pemerintah.

"Keempat pihak memutuskan mereka tidak dapat mencapai kesepakatan tentang migrasi," ungkap juru bicara Persatuan Kristen Tim Kuijsten.

Dia menambahkan, "Oleh karena itu mereka memutuskan untuk mengakhiri pemerintahan ini."

4. Mark Rutte Perdana Menteri Terlama di Belanda



Rutte (56) adalah perdana menteri terlama di negara itu dan telah menjabat sejak 2010. Pemerintah saat ini, yang mulai menjabat pada Januari 2022, adalah koalisi keempatnya.

Dia mengatakan masih memiliki energi untuk masa jabatan kelima, tetapi keputusan akhir harus menunggu konsultasi dengan partainya.

5. Partai Sayap Kanan Menolak Gabung Rutte



Dia berada di bawah tekanan migrasi karena munculnya partai-partai sayap kanan seperti PVV Geert Wilders.

Gerakan Petani-Warga Negara (BBB), yang menjadi partai terbesar di majelis tinggi parlemen setelah kemenangan pemilu yang mengejutkan pada bulan Maret.

Mereka mengatakan tidak akan menjabat dalam pemerintahan masa depan yang dipimpin oleh Rutte.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More