Sejarah Baru di Hagia Sophia

Jum'at, 24 Juli 2020 - 06:13 WIB
Pengamat politik Timur Tengah dari Binus University Tia Mariatul Kibtiah mengatakan tidak ada yang aneh dengan langkah Erdogan. Senada dengan Selim Koru, Kibtiah menilai sejak awal kemunculan di dunia politik Erdogan selalu membawa bendera agama. Dia ingin mengubah Turki yang liberal dari era Kemal Attaturk yang menghapus simbol-simbol agama.

Erdogan mencoba mengembalikan kejayaan era Ottoman Empire. “Jadi dia selalu bilang ke dunia, tujuan berpolitik bukan sekadar kekuasaan, tapi ingin mengembalikan Ottoman Empire melalui Turki,” ujarnya kemarin.

Tia mengungkapkan, langkah Erdogan selalu bagus dalam upaya mencapai tujuan politiknya. Namanya begitu populer di dunia internasional, termasuk di Indonesia. Namun Tia menilai langkahnya mengubah Hagia Shopia dari museum menjadi masjid tidak akan berhasil untuk meraih dukungan warga Turki secara mayoritas dan internasional. “Dia mempertahankan lingkup domestik tanpa memperhatikan impact di luar negeri, itu salah,” tutur dosen jurusan hubungan internasional tersebut.

Soli Ozel dari Universitas Kadir Has juga menilai kebijakan Erdogan tak akan banyak memberi manfaat kepada warga. "Kita hidup dengan pemerintahan yang menjalankan kebijakan kosong," kata Soli seperti dilansir Economist.

Hagia Sophia memiliki makna keagamaan, spiritual, dan politik yang signifikan bagi kelompok-kelompok di dalam dan di luar Turki. Hagia Sophia bukan hanya milik Turki, tetapi warga dunia.

Sebelumnya Badan Kebudayaan PBB, UNESCO, pernah menyatakan harus ada diskusi yang mendalam sebelum Hagia Sophia diubah menjadi masjid. Wakil Direktur UNESCO Ernesto Ottone Ramirez mengatakan diperlukan adanya persetujuan yang lebih luas kalau ingin mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. (Lihat videonya: 7 Emak-emak Nekat Joget TikTok di Jalan Tol)

Kepala Gereja Ortodoks Timur menentang langkah itu, seperti halnya Pemerintah Yunani, rumah bagi jutaan pengikut Ortodoks. Menteri Kebudayaan Yunani, Lina Mendoni, menuduh Turki menghidupkan kembali sentimen nasionalis dan agama yang fanatik. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, memperingatkan setiap perubahan dalam status Hagia Sophia akan mengurangi kemampuannya "melayani umat manusia”.

Namun pemimpin komunitas muslim di berbagai negara menyambut keputusan Turki untuk menjadikan Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Rateb Jnedi, Kepala Dewan Islam Federasi Australia, misalnya memberikan dukungan kepada Turki. Shaqir Fetahu, Deputi Kepala Serikat Agama Islam Republik Makedonia, juga mengucapkan selamat. “Turki di bawah kepemimpinan Erdogan menjadi bintang yang terus bersinar dan menjadi sumber bagi harapan bagi Muslim dan mereka tertindas,” kata Fetahu.

Upaya selamat juga datang dari mufti besar Kesultanan Oman Sheikh Ahmad bin Hamad al-Khalili, pejabat Kementerian Urusan Agama Palestina Abdel-Hadi al-Agha, dan Sheikh Maulana Shabbir Saloojee, Rektor Darul Uloom Zakariyya, sebuah universitas Islam di Lenasia, Afrika Selatan. (Andika H Mustaqim/Muh Shamil/F.W. Bahtiar)
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More